Liputan6.com, Paris - Turis asal Portugal Fabio Figueirado sejatinya ingin menikmati sisi romantis Paris, Prancis, saat berlibur dengan pasangannya. Namun, yang dirasakannya sungguh berbeda: kota yang penuh sampah.
"Saya belum pernah melihat kota dengan begitu banyak sampah di jalan," ujar pria berusia 25 tahun itu, seperti dilansir France24, Rabu (15/3/2023). "
Baca Juga
"Petugas seharusnya mengambilnya seminggu sekali atau lakukan sesuatu karena sungguh tidak nyaman sama sekali."
Advertisement
Isu sampah juga merusak pengalaman wisatawan lainnya yang datang ke Paris, kota berjuluk "City of Lights". Menumpuknya sampah dipicu oleh aksi mogok petugas sejak pekan lalu sebagai wujud memprotes reformasi pensiun, yang akan menaikkan usia pensiun.
Menurut otoritas Paris, aksi mogok telah menyebabkan 6.600 ton sampah menumpuk di trotoar-trotoar.
"Sangat menyedihkan melihat begitu banyak sampah di kota yang indah ini," ujar Martha Velasquez (52), seorang turis asal Kolombia saat tengah duduk di dekat Katedral Notre-Dame. "Kami sudah melihat tumpukan sampah di sejumlah ruas jalan."
Petugas Kebersihan: Saya Akan Jatuh Miskin Ketika Pensiun
Seorang perwakilan serikat pekerja menuturkan bahwa petugas kebersihan Paris pada Selasa (14/3), memilih untuk memperpanjang aksi mogok sampai setidaknya Senin (20/3).
"Pengumpul sampah dan sopir truk menentang usia pensiun mereka dinaikkan dari 57 menjadi 59 (sektor sanitasi) jika undang-undang yang baru disahkan," ungkap serikat CGT.
Selain itu, mereka juga menginginkan kenaikan upah, sehingga menerima pensiun yang sedikit lebih tinggi.
Murielle Gaeremynck (56) salah satunya. Dia mengatakan bahwa dia telah bekerja selama lebih dari dua dekade sebagai pekerja kebersihan kota.
"Tetapi ketika saya pensiun saya tahu saya akan menjadi miskin," katanya, menjelaskan bahwa dana pensiunnya akan kurang dari US$ 1.200 atau kurang dari Rp18,4 juta per bulan.
Nabil Latreche (44) mengatakan dia dan petugas lainnya pantas mendapatkan pensiun yang layak.
"Kami bekerja tidak kenal lelah, tidak peduli hujan, salju atau angin," katanya. "Ketika kami berada di belakang truk, kami menghirup segala macam uap. Kami sering sakit karena bekerja."
Advertisement
Tanda Demokrasi
Ketika sebagian lain mengeluhkan bau dan pemandangan yang menganggu, beberapa lainnya mencoba memahami.
Andrey Naradzetski (21) memilih berpose di depan tumpukan sampah di gang belakang sebuah restoran di dekat Sungai Seine. Dia melihat fenomena itu sebagai tanda demokrasi yang sehat.
"Rasanya seperti sebuah negara yang benar-benar bebas karena di sini ada aksi mogok," kata pria Belarus yang tinggal di Polandia itu. "Saya tidak yakin situasi yang sama bisa terjadi di negara asal saya."
Wisatawan Amerika Serikat Daniel Gore (53) juga memaklumi aksi mogok.
"Kali ini kami jelas melihat sesuatu yang berbeda, sampah yang menumpuk, tapi kami tahu kenapa dan kami memahaminya," kata Gore.
Jean-Francois Rial, presiden kantor pariwisata Paris, mengakui fenomena tumpukan sampah mengganggu wisatawan asing. Namun, menurutnya, aksi mogok pekerja tidak akan berdampak pada jumlah pariwisata di kota itu.
Pada Selasa, aksi mogok memasuki hari kesembilan. Dan aksi serupa tidak hanya dijalankan petugas kebersihan, namun juga sempat berdampak pada sejumlah sektor lain, termasuk transportasi.
Bagaimanapun, kenaikan usia pensiun sebanyak dua tahun (di luar sektor sanitasi usia pensiun naik dari 62 menjadi 64 tahun) dinilai Jamel Ouchen terlalu lama.
"Yang membuat Prancis berbeda adalah pekerjaan-pekerjaan yang tidak terlihat... Kami ada di antaranya," ujar Ouchen, seorang penyapu jalan seperti dilansir AP.
Ouchen menyarankan para politikus untuk mempelajari secara langsung apa yang diperlukan untuk menjaga kebersihan kota.
"Mereka tidak akan bertahan satu hari pun," kata dia.
Pada Rabu waktu Prancis, serikat pekerja dilaporkan akan kembali mengorganisir aksi protes nasional kedelapan sejak Januari 2023.
Pekerja bernama Durnaz (55) menekankan, "Sekalipun RUU (reformasi pensiun) menjadi undang-undang, kami tetap punya pilihan lain. Ini belum selesai."
"Itu (undang-undang) tidak tertulis di batu," tambah Aubisse, seorang pejabat serikat pekerja.
Â