Liputan6.com, Le Bardo - Tragedi berdarah terjadi di Museum Bardo Tunisia delapan tahun lalu. Total 23 orang tewas dan sekitar 50 orang luka-luka dalam penembakan massal pada 18 Maret 2015.
Dikutip dari BBC, berdasarkan pernyataan dari Perdana Menteri Tunisia Habib Essid, korban tewas berasal dari berbagai kewarganegaraan yaitu:
- Jepang
- Italia
- Kolombia
- Australia
- Prancis
- Polandia
- Spanyol
Menurut informasi yang beredar, warga Jepang merupakan korban terbanyak.
Advertisement
Dua orang warga Tunisia pun dilaporkan turut menjadi korban, salah satunya adalah seorang polisi yang sedang bertugas.
PM Essid mengatakan bahwa dua orang penembak, Yassine Laabidi dan Hatem Khachnaoui, berhasil dilumpuhkan dan pasukan keamanan melanjutkan mencari kaki tangan mereka di sekitar museum.
"Ini adalah momen kritis dalam sejarah kita, juga momen yang menentukan masa depan kita," ucap PM Essid.
Museum Bardo merupakan salah satu bangunan "sakral" di Tunisia, yang di sebelahnya berdiri gedung parlemen. Museum ini adalah yang terbesar di Tunisia. Di dalamnya tersimpan lebih dari 8.000 karya seni.
Baca Juga
Aksi terorisme ini tak hanya menyerang pemerintahan Tunisia, tetapi juga menyerang industri utama dan terbesar Tunisia yaitu pariwisata.
Pada saat penyerangan, para deputi di gedung parlemen tetangga sedang mendiskusikan undang-undang antiterorisme. Petugas segera mengamankan parlemen pada saat itu juga.
Menanggapi tragedi ini, pihak kepresidenan mengatakan Tunisia menghadapi “situasi luar biasa”.
"Kami berperang melawan terorisme... kami akan melawan mereka tanpa ampun," ucap Presiden Tunisia Beji Caid.
Orang-orang bersenjata itu dikatakan telah dilatih di Libya, di daerah yang dikuasai oleh militan ISIS.
Penembak dan Komplotan Tertangkap
Petugas museum memberikan kesaksian kepada Reuters bahwa dua penembak melepaskan peluru ke arah para turis saat mereka turun dari bus dan akhirnya melarikan diri ke dalam museum.
Saksi lainnya, Yasmine Ryan, mengatakan pada BBC bahwa beberapa saat kemudian ia melihat helikopter dan tank mulai berdatangan dan segera mengamankan situasi.
Di hari penembakan, PM Essid mengatakan bahwa identitas teroris belum final karena komplotan dua penembak yang tertangkap masih belum ditemukan.
Dua penembak yang pertama kali tertangkap dan dibunuh oleh pasukan keamanan diperkirakan belum lama ini berada di negara tetangga Libya dan memiliki masalah besar dengan militan ekstremis.
Tak lama kemudian pada 19 Mei 2015, komplotan dua penembak tersebut ditangkap. Abdelmajid Toui, seorang warga Maroko, diduga terlibat, meski tidak secara langsung.
Akhir Maret 2015, pemerintah Tunisia mengatakan bahwa pelaku yang diduga adalah pemimpin penembakan museum, Lokman Abu Sakhra, telah dibunuh.
Advertisement
Bukan Aksi Terorisme Pertama di Tunisia
Sayangnya, serangan ini tidak datang tiba-tiba dan bukan hal 'asing' yang terjadi di Tunisia.
Walaupun Tunisia telah terhindar dari bencana kekerasan yang melanda negara-negara yang terlibat Arab Spring lainnya seperti Suriah, Yaman dan Libya, sayangnya negara ini masih harus berjuang menghadapi serangan mematikan yang dilakukan oleh para ekstremis Islam.
Beberapa kasus serangan ekstremis sebelumnya yaitu pada tahun 2013, mengakibatkan 22 orang tewas. Tahun 2014, 45 orang tewas dan tahun 2015 jumlah korban tewas mencapai 23 orang.
Dalam semua kasus, para pelaku diyakini sebagai militan Tunisia yang melakukan perekrutan asing dengan jumlah yang sangat tinggi untuk ISIS di Suriah.
Lebih dari 3.000 orang telah bergabung, mendapatkan reputasi keganasan baik di dalam maupun di luar medan perang.
Meski beberapa komplotan sudah tertangkap, pemerintah Tunisia memperkirakan terdapat 40 orang yang membantu perencanaan dan penyerangan museum.
Pemerintah menyadari bahwa terdapat potensi bahaya atas banyaknya imigran yang datang. Kewaspadaan perlu untuk ditingkatkan.