Liputan6.com, Penang - Pada 2018, seorang TKW dari Nusa Tenggara Timur (NTT) bernama Adelina Lisao meninggal akibat perlakuan tidak manusiawi dari majikannya. Pada fotonya yang viral, tubuh Adelina Lisao tampak kurus, lemas, dan terluka.Â
"Adelina Lisao adalah Pekerja Migran Indonesia yang meninggal dunia pada tanggal 11 Februari 2018 di Rumah Sakit Bukit Mertajam, Penang, karena Multiorgan Failure Secondary to Anemia. Penyebab kematian tersebut diduga kuat karena malnutrisi, bekas luka yang tidak diobati, anemia karena kelalaian/pembiaran oleh majikan," tulis KJRI Penang dalam pernyataan resminya, Rabu malam 15Â Maret 2023.
Advertisement
Baca Juga
Sebelumnya KJRI Penang pada Rabu 15 Maret pukul 09.00 waktu setempat, mendampingi Sidang Penetapan Ahli Waris mendiang Adelina Lisao, Yohana Banunaek -ibunda dari TKI Adelina Lisao- di Mahkamah Tinggi Penang. Sidang ini merupakan langkah awal untuk dapat melakukan tuntutan perdata kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kematian Adelina Lisao.
"Sesuai hukum di Malaysia, pada persidangan penetapan ini, ahli waris dari Adelina Lisao diwajibkan untuk hadir secara langsung di pengadilan setempat dengan menunjukkan dokumen-dokumen asli yang diperlukan dan didampingi oleh pengacara setempat," jelas KJRI Penang.
Sidang dipimpin oleh Tuan Eric Lau, Wakil Panitera Mahkamah Tinggi Penang dan dihadiri Yohana Banunaek, serta penterjemah dari Ditnakerstrans Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi NTT. Selain itu, hadir pula Konsul Jenderal RI – Penang, Bambang Suharto, dan Fungsi Konsuler KJRI Penang, serta Tim Direktorat PWNI Kemenlu, serta pengacara yang disewa oleh KJRI Penang dari Presgrave & Matthews.
"Wakil Panitera telah menetapkan bahwa Ibu Yohana Banunaek sebagai ahli waris mendiang Adelina Lisao dan selanjutnya dapat melakukan tuntutan perdata kepada pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kematiannya, sesuai hukum di Malaysia," tulis pihak KJRI Penang.
Dengan telah ditetapkannya Yohana Banunaek sebagai ahli waris, maka selanjutnya pengacara Presgrave & Matthews akan menyusun langkah-langkah hukum untuk mengajukan tuntutan perdata atas kematian Adelina Lisao.
"Upaya tuntutan perdata ini untuk memperjuangkan keadilan bagi mendiang Adelina Lisao dan keluarganya," pungkas pihak KJRI Penang.
Sementara itu, tersangka atas kematian TKW asal NTT Adelina Lisao, merupakan seorang wanita paruh baya bernama Ambika yang sudah bebas pada 2022 lalu.
Â
Penyiksa Adelina Lisao Bebas
Dilaporkan pada 2022, Mahkamah Persekutuan Malaysia telah menguatkan pembebasan seorang warga negara senior yang dituduh membunuh pembantu asal Indonesia, TKI Adelina Lisao, empat tahun lalu.
Mahkamah Persekutuan Malaysia adalah lembaga peradilan tertinggi dan pengadilan tingkat banding terakhir di Malaysia.
Mengutip Free Malaysia Today, Sabtu (25/6/2022), panel tiga hakim yang diketuai oleh Hakim Vernon Ong mengatakan hakim persidangan Akhtar Tahir menggunakan kebijaksanaannya untuk memberikan pembebasan kepada MA Ambika yang berusia 62 tahun.
"Tidak ada kesalahan yang bisa diajukan kasasi ke Mahkamah Tinggi dan Mahkamah Rayuan (Court of Appeal)," katanya saat menolak kasasi JPU.
Mahkamah Tinggi adalah sebuah lembaga peradilan dalam sistem hukum Malaysia. Mahkamah ini menempati posisi tertinggi ketiga setelah Mahkamah Persekutuan dan Mahkamah Rayuan.
Mahkamah Rayuan adalah pengadilan tingkat banding dalam sistem kehakiman di Malaysia.
Dua hakim panel lainnya adalah Harmindar Singh Dhaliwal dan Rhodzariah Bujang.
Ambika dalam sidang diwakili oleh pengacara Baldev Singh Bhar, yang hadir bersama pengacaranya, Y Anbananthan. Ia yang menggunakan kursi roda, hadir di pengadilan hari ini bersama putrinya, R Jayavartiny.
Advertisement
Kemlu RI Kecewa
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (BHI) Kemlu RI, Judha Nugraha menyampaikan rasa kecewanya setelah Mahkamah Persekutuan (MA) Malaysia menguatkan putusan pengadilan banding yang membebaskan majikan Adelina yang bernama Ambika dari tuntutan hukum.
"Putusan ini tentu sangat mengecewakan dan melukai rasa keadilan masyarakat Indonesia," ucap Joedha melalui pesan singkatnya pada Juni 2022.
Sesuai hukum di Malaysia, pihak yang melakukan penuntutan adalah Jaksa Penuntut Umum. KBRI Kuala Lumpur dan KJRI Penang telah menunjuk pengacara/ retainer lawyer untuk memantau proses persidangan. Hasil pengamatan terlihat bahwa Jaksa Penuntut Umum tidak cermat dan tidak serius dalam menangani kasus ini.
"Berbagai upaya telah dilakukan sejak awal oleh Pemerintah RI untuk memberikan keadilan bagi Adelina dan keluarganya. Di Indonesia, berkat kerjasama dengan Kepolisian dan Pemerintah Daerah NTT, tiga orang perekrut mendiang Adelina telah ditangkap," papar Judha.
Di samping itu, Kementerian Luar Negeri melalui KJRI Penang dan KBRI Kuala Lumpur juga telah berhasil mendapatkan hak-hak keuangan mendiang berupa gaji selama bekerja dan hak lainnya.
"Dengan keluarnya putusan ini, proses persidangan bagi Adelina melalui jalur hukum pidana telah berakhir. Pemerintah Indonesia akan tetap mengupayakan keadilan bagi mendiang Adelina Sau, melalui jalur hukum perdata," tegas Judha.
Jejak Kasus TKI Adelina
Kasus Adelina dilaporkan polisi Indonesia pada Februari 2018. Wanita itu direkrut melalui calo.
Saat itu, Kapolres Timor Tengah Selatan, AKBP Totok Mulyanto mengatakan setelah korban direkrut dan dikirim, orangtua korban mendapat uang Rp 500 ribu dari calo perekrut calon TKI. Uang itu dititip perekrut melalui tetangga korban.
Setelah korban dibawa oleh perekrut, sejak saat itu pula komunikasi antara korban dengan keluarganya putus hingga keluarga mendapatkan informasi bahwa korban sudah meninggal dunia di Malaysia.
"Kami tidak main-main dengan kasus ini. Kami akan usut hingga tuntas karena dokumen korban dipalsukan," katanya.
Ia menjelaskan nama korban sebenarnya adalah Adelina Sau, dan bukan Adelina Lisao. Sebab, di Desa Abi tidak ada warga yang bernama Adelina Lisao. Nama Adelina Lisao adalah nama yang dipalsukan oleh pihak yang mengirim korban ke Malaysia.
Paspor korban diterbitkan oleh kantor Imigrasi Jawa Timur. Saat diberangkatkan menjadi TKI, Adelina disebut masih berumur 16 tahun. Sesuai akta lahir, korban kelahiran 1998, sementara dalam paspor tertulis kelahiran 1992.
Menurut Totok, tersangka yang merekrut Adelina diduga sudah ditangkap aparat Polres TTS dalam kasus yang sama. Namun, Totok pihaknya masih menyelidiki sehingga belum bisa dipastikan.
Salah salah satu bukti yang diperoleh Tim Anti-Trafficking Polres TTS, kata Totok, adalah kartu keluarga yang dipakai untuk mengurus dokumen korban. Kop dari kartu keluarga itu berasal dari Pemerintah Kabupaten Belu, tetapi isinya Kabupaten Kupang, Kecamatan Kupang Tengah, Desa Tanah Merah.
"Ini sudah bagian manipulasi dokumen, dan kami akan proses hingga tuntas. Saya sudah perintahkan tim yang dipimpin Kasat Reskrim untuk lidik, dan kami akan proses sesuai dengan penanganan kasus-kasus trafficking sebelumnya. Tetap akan diusut hingga tuntas," ucapnya.
Advertisement