Sukses

Setelah Kapal Selam Bertenaga Nuklir, Australia Berencana Beli 220 Rudal dari AS

Rudal-rudal akan digunakan oleh kapal selam bertenaga nuklir kelas Virginia yang akan dibeli Australia dari AS di bawah pakta pertahanan AUKUS.

Liputan6.com, Canberra - Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) telah menyetujui penjualan sekitar 220 rudal jelajah ke Australia dalam kesepakatan senilai US$ 895 juta atau sekitar Rp13,7 triliun. Penjualan yang meliputi rudal Tomahawk dan dukungan teknis tersebut masih membutuhkan persetujuan dari Kongres.

Rudal-rudal itu nantinya akan digunakan di kapal selam bertenaga nuklir kelas Virginia yang akan dibeli Australia dari AS di bawah pakta pertahanan AUKUS.

Menteri Pertahanan Australia Richard Marles mengatakan bahwa rudal-rudal tersebut akan memberikan kemampuan yang sangat penting.

"Kesepakatan (dengan AS) akan memungkinkan kita untuk menjangkau lebih jauh di luar pantai kita dan pada akhirnya itulah cara kita menjaga keamanan Australia," ungkap Marles dalam wawancanya dengan ABC, seperti dilansir BBC, Jumat (17/3/2023).

ABC dalam laporannya menyebutkan bahwa rudal-rudal tersebut dapat dikerahkan di kapal perusak Hobart sebelum kapal selam pertama AUKUS dikirimkan.

Pentagon mengatakan, penjualan rudal akan meningkatkan kapabilitas Australia untuk beroperasi dengan pasukan maritim AS dan pasukan sekutu lainnya serta kemampuannya untuk berkontribusi pada misi kepentingan bersama.

2 dari 2 halaman

Pakta AUKUS Tuai Kritikan

Kesepakatan AUKUS, yang diresmikan pada Senin (13/3) di San Diego, mengikat Australia, Inggris, dan AS dalam aliansi pertahanan jangka panjang untuk menghadapi ekspansi militer China di wilayah Indo Pasifik.

China mengutuk pakta itu sebagai "perlombaan senjata baru dan proliferasi nuklir". Sejumlah tokoh politik senior Australia juga menyuarakan keprihatinan.

Mantan perdana menteri Paul Keating menyebut pakta AUKUS sebagai "keputusan internasional terburuk" oleh pemerintah Partai Buruh Australia sejak Perang Dunia I, yang akan mengirim negara itu ke "jalan berbahaya".

Mantan perdana menteri Australia lainnya, Malcolm Turnbull, juga mempertanyakan apakah Inggris adalah mitra jangka panjang yang layak dalam perjanjian tersebut mengingat "masalah eksistensial mendasar" dengan ekonominya.

"Anda harus bertanya pada diri sendiri apakah Inggris akan mampu mempertahankan investasi di angkatan laut dan militernya pada tahun-tahun mendatang," kata Turnbull dalam pidatonya di Defence Club di Canberra.