Liputan6.com, Jakarta - Ketika populasi dunia terus bertambah dan menua, demografi negara-negara telah bergerak maju dalam benak kesadaran publik.
Usia biasanya menjadi fokus utama dari percakapan ini bersama dengan angka kelahiran. Namun, perbedaan antara jenis kelamin sering diabaikan.
Baca Juga
Ada lusinan negara yang berada di tengah ketidakseimbangan gender di mana satu jenis kelamin lebih banyak daripada yang lain. Sementara laki-laki mendominasi populasi di beberapa negara, ada sebagian di mana jumlah perempuan lebih banyak daripada laki-laki.
Advertisement
Berbagai faktor berkontribusi mendorong perbedaan ini. Perang, budaya, politik, dan genetika semuanya berperan dalam fenomena ini.
Melansir dari World Atlas, Rabu (22/3/2023), berikut ini 10 negara dengan populasi mayoritas perempuan daripada laki-laki yang salah satunya ada di Asia:
1. Armenia (54,97%)
Armenia, negara Transcaucasia yang letaknya tepat di selatan pegunungan besar Kaukasus dan menghadap ujung barat laut Asia, mencatat persentase penduduk perempuan sebanyak 54,97%.
Bangsa kuno Armenia telah melalui banyak hal di abad ke-20. Pemerintahan Soviet dan perang dengan tetangga mereka tidak menguntungkan bangsa ini.
Namun, kekurangan laki-laki di Armenia sebagian besar disebabkan oleh efek genosida Armenia yang terjadi selama dan setelah Perang Dunia Pertama. Saat masih di bawah pemerintahan Turki-Ottoman, 1,5 juta orang Armenia terbunuh dalam eksekusi massal atau dibawa dalam pawai kematian melintasi gurun Suriah.
Pembunuhan itu diatur dengan sangat sistematis, sehingga peristiwa-peristiwa inilah yang menjamin penemuan kata "genosida". Berbagai catatan menunjukkan bahwa laki-laki merupakan mayoritas korban.
Gejolak ekonomi baru-baru ini juga menyebabkan pria Amereni pergi mencari pekerjaan. Ada komunitas Armenia yang cukup besar di seluruh dunia saat ini. Rusia, Prancis, dan Amerika Serikat (AS) memiliki populasi Armenia yang cukup besar.
Â
2. Belarus (53,90%)
Masih menyimpan luka masa lalunya, Belarus mempunyai salah satu kisah tergelap di Eropa Timur.
Terletak di perbatasan yang dulunya adalah Nazi Jerman, area yang suatu hari akan menjadi Belarus menghadapi kehancuran total selama Perang Dunia Kedua.
Lebih dari seperempat populasi Belarus tewas selama pertempuran, korban per kapita tertinggi dari konflik tersebut.
Belarus adalah salah satu negara termiskin di Eropa dan merupakan kediktatoran sejati terakhir di benua itu. Standar hidup rendah dan prospek ekonomi sedikit. Hal ini telah mendorong banyak pemuda melarikan diri ke bagian lain Eropa.
3. Ukraine (53,71%)
Dengan keadaan Ukraina saat ini, di mana perang berkecamuk dan korban terus meningkat, kesenjangan yang ada antara pria dan perempuan kemungkinan besar akan semakin besar.
Terlepas dari keadaan suram di Ukraina saat ini, jumlah pria yang rendah telah lama menjadi masalah yang mendahului dimulainya perang saat ini antara Rusia.
Banyak sejarawan setuju bahwa Perang Dunia Kedua begitu menghancurkan populasi laki-laki Ukraina, sehingga masih belum pulih ke levelnya sebelum tahun 1941. Jika Perang Rusia dan Ukraina terus berlanjut, tren ini tidak mungkin akan berbalik dalam waktu dekat.
4. Latvia (53,68%)
Terletak di sepanjang pantai Laut Baltik, negara kecil di Eropa ini memiliki penduduk mayoritas perempuan dibandingkan laki-laki.
Kesenjangan ini disebabkan oleh banyaknya bahaya yang diakibatkan oleh masalah sendiri yang umum ditemukan di kalangan pria di Latvia. Peminum berat dan merokok jauh lebih umum pada pria Latvia. Kegiatan ini berkontribusi terhadap berbagai komplikasi kesehatan seperti penyakit jantung dan berbagai jenis kanker.
Harapan hidup untuk pria Latvia sekitar 68 tahun sedangkan untuk perempuan 10 tahun lebih lama yakni 78 tahun. Tingkat bunuh diri juga jauh lebih tinggi di antara populasi pria. Ini adalah tren memprihatinkan yang ada di sebagian besar negara di seluruh dunia.
Advertisement
5. Rusia (53,55%)
Sama seperti tetangga mereka Ukraina, Rusia juga dapat mengaitkan sebagian dari perbedaan gender ini dengan dampak yang menghancurkan dari Perang Dunia Kedua.
Uni Soviet menderita korban paling banyak dari negara mana pun selama konflik dan kehilangan 27 juta orang secara mengejutkan. Namun, sejarah suram Rusia bukan satu-satunya alasan tingginya jumlah perempuan.
Sama seperti Estonia dan Lituania, pria Rusia lebih cenderung menjadi korban alkoholisme. Ini semakin memburuk setelah runtuhnya Uni Soviet pada awal 1990-an. Selama 30 tahun terakhir, banyak populasi laki-laki Rusia telah merasakan efek jangka panjang dari minuman keras dan penggunaan rokok setiap hari.
6. Lituania (53,07%)
Mirip dengan sepupu negara Baltik, Latvia, Lituania menderita perilaku merusak diri yang sama dari populasi prianya. Penyalahgunaan alkohol dan tingkat merokok jauh lebih tinggi di kalangan pria di negara ini.
Merokok sangat umum di Litunia, sehingga lebih dari sepertiga pria Lituania merokok setiap hari. Otoritas kesehatan Lituania telah menjadikan pengurangan konsumsi rokok sebagai salah satu prioritas utama mereka.
Kemudian, seperti Nepal, Lituania telah menjadi korban para lelaki muda dan produktifnya yang pergi mencari padang rumput yang lebih hijau di bagian lain Eropa seperti Jerman atau Inggris.
7. Georgia (52,98%)
Georgia adalah negara kecil dengan populasi hanya 3,7 juta. Dari jumlah tersebut, sekitar 52,98% adalah perempuan dan 47,02% lainnya adalah laki-laki.
Georgia adalah salah satu negara Kristen tertua di dunia dan memiliki sejarah panjang dalam memperjuangkan kebebasannya dari invasi yang tak terhitung jumlahnya oleh tetangga yang kuat seperti Rusia dan Turki. Selain itu, peluang ekonomi mendorong banyak penduduk laki-laki untuk mencari pekerjaan di tempat lain, yang menyebabkan tingginya tingkat migrasi.
Pada akhirnya, angka kematian adalah satu-satunya figur yang bertanggung jawab atas ketidakseimbangan antara populasi pria dan perempuan. Seperti banyak negara lain dalam daftar ini, konsumsi alkohol dan merokok, di samping 'aktivitas pengambilan risiko' adalah penyebabnya.
8. Zimbabwe (52,83%)
Kemajuan datang ke berbagai negara dengan cara yang berbeda, dan di Zimbabwe, per Februari 2021, 31,9% kursi di parlemen dipegang oleh perempuan.
Namun, kabar postif ini ditumpulkan oleh tidak proporsionalnya jumlah perempuan yang ada di negara tersebut, yang dapat menimbulkan masalah tersendiri.
Pada 2020, angka kematian pria mencapai 413% jika dibandingkan dengan 138% di AS, cukup suram. Angka ini mewakili kemungkinan kematian antara usia 15 dan 60 tahun.
Dalam beberapa tahun terakhir, angka kematian keseluruhan Zimbabwe telah menurun, jadi di masa depan sangat mungkin ketidakseimbangan seperti rasio antara pria dan perempuan menjadi stabil.
9. Portugal (52,82%)
Peningkatan jumlah perempuan di Portugal sejak 2010 juga bertepatan dengan peningkatan kesetaraan gender. Terlepas dari perbaikan untuk perempuan ini, ekonomi Portugis telah berjuang dalam dekade terakhir dan akibatnya banyak pria Portugis pergi untuk masa depan yang lebih baik.
Tempat paling umum bagi pria Portugis untuk pindah adalah Brasil dan negara anggota Uni Eropa lainnya. Populasi perempuan yang lebih tinggi juga disebabkan oleh rendahnya harapan hidup pria Portugis. Rata-rata pria Portugis hidup selama 78 tahun sedangkan rekan perempuan mereka hidup selama 84 tahun.
10. Estonia (52,57%)
Seperti negara-negara Eropa Timur lainnya dalam daftar ini, Estonia masih menderita akibat keterlibatannya dalam Perang Dunia Kedua bersama dengan serangkaian masalah kesehatan masyarakat terkait dengan minuman keras dan merokok.
Rata-rata pria Estonia mengonsumsi 17,5 liter alkohol setiap tahun, lebih dari dua kali lipat jumlah yang dikonsumsi perempuan di sana.
Estonia juga memiliki salah satu tingkat bunuh diri tertinggi di Eropa sekitar 12,2 per 100.000, dengan laki-laki melakukan bunuh diri hampir lima kali lebih banyak daripada perempuan Estonia.
Selain itu, hampir 11.000 orang meninggalkan Estonia setiap tahun untuk menetap di negara lain secara permanen atau untuk bekerja sementara. Sebagian besar emigran ini adalah laki-laki yang mencari prospek ekonomi yang lebih baik.
Dari daftar 10 negara di atas, sebagian besar faktor yang menyebabkan jumlah pria dan perempuan yang tidak seimbang berasal dari sejarah kelam atau kondisi kehidupan yang buruk. Perang, kemiskinan, penyalahgunaan zat, dan bunuh diri terus membentuk demografi negara-negara ini menjadi yang terburuk.
Apabila tren ini tidak melambat, ada kemungkinan bagus bahwa demografi negara-negara ini dapat terus berubah selamanya.
Advertisement