Sukses

Australia Tidak Berjanji Memihak AS dalam Konflik dengan China terkait Taiwan

Menhan Australia menegaskan meski kapal selam dapat digunakan jika terjadi konflik, namun tujuan utamanya adalah melindungi rute perdagangan vital melalui Laut China Selatan dan berkontribusi pada stabilitas regional.

Liputan6.com, Canberra - Australia sama sekali tidak berjanji untuk mendukung Amerika Serikat (AS) dalam konflik militer menyangkut Taiwan sebagai imbalan atas kesepakatan kapal selam bertenaga nuklir. Hal tersebut ditegaskan oleh Menteri Pertahanan Australia Richard Marles.

Presiden AS Joe Biden, PM Australia Anthony Albanese, dan PM Inggris Rishi Sunak pekan lalu mengumumkan kesepakatan AUKUS, di mana salah satu poinnya adalah pembelian kapal selam bertenaga nuklir oleh Australia dari AS untuk memodernisasi armadanya di tengah meningkatnya kekhawatiran pengaruh China di Indo Pasifik.

Kritikus menilai bahwa AS tidak akan menyerahkan lima kapal selam kelas Virginia tanpa jaminan bahwa Australia akan memanfaatkan kapal-kapal tersebut untuk mendukung AS jika konflik dengan China atas Taiwan pecah.

Hal itulah yang kemudian dibantah oleh Menhan Marles. Dia menekankan, Australia tidak memberikan jaminan kepada AS soal Taiwan.

"Sama sekali tidak dan saya tidak bisa lebih tegas dari itu," ujar Marles kepada ABC pada Minggu (19/3/2023), seperti dilansir AP, Selasa (21/3).

"Saya ingin memperjelas bahwa saat ada bendera di kapal selam kelas Virginia pada awal tahun 2030-an maka saat itu kapal selam akan berada di bawah kendali penuh pemerintah Australia."

Marles mengatakan, meskipun kapal selam dapat digunakan jika terjadi konflik, namun tujuan utamanya adalah melindungi rute perdagangan vital melalui Laut China Selatan dan berkontribusi pada stabilitas regional.

"Kapal selam bertenaga nuklir jelas memiliki kapasitas untuk beroperasi dalam konteks perang, tetapi maksud utama di sini adalah memberikan kontribusi kami bagi stabilitas kawasan," tegas Marles.

2 dari 2 halaman

AS, Australia, dan Strategi Ambiguitas

Australia, seperti halnya AS, disebut memiliki kebijakan "strategi ambiguitas" dengan menolak mengatakan bagaimana reaksinya terhadap serangan China ke Taiwan. Australia dan AS juga berbagi perjanjian pertahanan bilateral sejak 1951 yang mewajibkan mereka untuk berkonsultasi jika salah satu diserang, tetapi tidak mengikat mereka atas pertahanan satu sama lain.

Mantan Perdana Menteri Australia Paul Keating dan Malcolm Turnbull termasuk di antara para kritikus yang mempertanyakan bagaimana Australia dapat mempertahankan kedaulatannya dengan sangat bergantung pada teknologi dan personel militer AS di bawah kesepakatan kapal selam bertenaga nuklir.

Kesepakatan AUKUS -dinamai menurut nama Australia, Inggris, dan AS- telah memicu reaksi keras dari China, yang menuduh ketiga negara menempuh jalur yang salah dan berbahaya.