Sukses

NATO: Rusia dan Ukraina Terlibat Perang Gesekan, Barat Harus Siap Pasok Bantuan untuk Waktu Lama

Pertempuan Rusia versus Ukraina, sebut NATO, telah menjadi perang gesekan, yaitu strategi militer untuk memenangkan perang dengan melemahkan musuh sampai ke titik kehancuran.

Liputan6.com, Brussels - Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengklaim bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin tidak memiliki rencana bagi perdamaian di Ukraina. Karena itu, dia meminta Barat bersiap memasok bantuan untuk waktu yang lama.

Pertempuan Rusia versus Ukraina, sebut Stoltenberg, telah menjadi perang gesekan, yaitu strategi militer untuk memenangkan perang dengan melemahkan musuh sampai ke titik kehancuran.

Pertempuran sengit yang saat ini berpusat di sekitar Bakhmut, kata Stoltenberg, menunjukkan bahwa Rusia hanya bersedia mengerahkan ribuan dan ribuan tentara lagi untuk mengambil banyak korban demi keuntungan minimal.

"Presiden Putin tidak merencanakan perdamaian, dia merencanakan lebih banyak perang," ujar Stoltenberg seperti dilansir The Guardian, Kamis (23/3/2023).

Dia menambahkan bahwa Rusia meningkatkan produksi industri militer dan menjangkau rezim otoriter seperti Iran atau Korea Utara, dan lainnya untuk mencoba mendapatkan lebih banyak senjata.

Akibatnya, Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis, Jerman, dan negara-negara Barat lainnya harus siap mendukung Ukraina dengan senjata, amunisi, dan cadangan dalam waktu yang lama.

"Kebutuhan akan terus ada karena ini adalah perang gesekan; ini tentang kapasitas industri untuk mempertahankan dukungan," tutur Sekjen NATO itu.

Pertempuran begitu sengit saat ini, sehingga penggunaan peluru artileri Ukraina 4.000 hingga 7.000 per hari dibandingkan Rusia 20.000, mengalahkan manufaktur barat.

"Tingkat pengeluaran amunisi saat ini lebih tinggi daripada tingkat produksi," kata Stoltenberg.

Awal pekan ini, anggota Uni Eropa setuju untuk memasok Ukraina dengan sejuta peluru, yang disebut cukup untuk enam bulan atau lebih.

Laporan tahunan NATO yang dirilis pada Selasa (21/3), mengakui bahwa hanya tujuh dari 30 negara anggota yang memenuhi target pengeluaran pertahanan saat ini sebesar 2 persen dari PDB tahun 2022. Prancis dan Jerman termasuk di antara anggota yang gagal, di mana masing-masing hanya menghabiskan 1,89 persen dan Jerman 1,49 persen, meski telah berkomitmen untuk meningkatkannya.

"Pada pertemuan puncak kami di Vilnius pada Juli, saya berharap sekutu menyetujui janji investasi pertahanan baru yang lebih ambisius, dengan minimum 2 persen dari PDB untuk diinvestasikan dalam pertahanan," kata Stoltenberg saat publikasi laporan tersebut.

2 dari 2 halaman

Mencegah China Memasok Senjata ke Rusia

Yang sama pentingnya, kata Stoltenberg, adalah mencegah China memasok senjata ke Rusia dan soal kekurangan amunisi utama. China sendiri telah diingatkan akan ada konsekuensi jika memasok senjata mematikan ke Rusia.

"Upaya serius China untuk bertindak sebagai mediator dalam konflik harus disertai dengan upaya untuk memahami perspektif Ukraina," ujar Sekjen NATO. "Berhubungan langsung dengan Presiden Volodymyr Zelensky."

Bagaimanapun, Stoltenberg menyoroti di tengah inisiatif perdamaian China, negara itu belum mengutuk invasi Rusia.

Dalam kesempatan yang sama, Stoltenberg tidak menyampingkan pengiriman F-16 atau jet tempur lainnya ke Ukraina. Bulan ini, Polandia dan Slovakia setuju untuk memberikan 17 MiG-29 standar Uni Soviet, tetapi jumlah tersebut dinilai masih kecil.

"Kita harus terus memenuhi kebutuhan akan lebih banyak kemampuan," kata Stoltenberg, menyoroti bahwa meskipun ada penolakan awal dari Presiden Joe Biden untuk mengirimkan jet tempur F-16, namun belum ada keputusan final.