Liputan6.com, Amsterdam - Apa rasanya makan bakso daging mammoth?
Mengutip dari AP, Kamis (29/3/2023), hidangan ini hanya dapat ditemui di sebuah museum dalam bingkai kaca. Bukan sajian sungguhan.
Sebuah perusahaan Australia pada Selasa 28 Maret memperkenalkan sebuah hidangan bakso yang terbuat dari daging hasil budidaya laboratorium menggunakan urutan genetik dari mamalia purba Pachyderm yang telah lama punah.
Advertisement
Mereka mengatakan, produk mereka itu dimaksudkan untuk memicu debat publik tentang suguhan berteknologi tinggi tersebut. "Seekor gajah purba disajikan? Apakah mungkin?"
Peluncuran yang dilakukan di museum sains Amsterdam itu dilaksanakan beberapa hari sebelum 1 April yang identik dengan April Mop.
"Ini bukan lelucon April Mop," kata Tim Noakesmith, pendiri startup Australia Vow, "Ini adalah inovasi nyata."
Daging yang mereka ciptakan itu, juga disebut daging budidaya atau daging berbasis sel, adalah daging yang terbuat dari sel hewan.Â
Tidak perlu membunuh hewan ternak untuk memproduksinya, ini diyakini lebih baik tidak hanya untuk hewan, tetapi juga untuk lingkungan.
Noakesmith menjelaskan, Vow menggunakan informasi genetik dari mammoth yang tersedia untuk umum, lalu mengisi bagian yang hilang dengan data genetik dari kerabat terdekatnya, gajah Afrika, dan memasukkannya ke dalam sel domba.
Dengan melakukan tindakan dan pengolahan yang tepat di laboratorium, jumlah sel-sel itu menjadi berlipat ganda hingga akhirnya cukup banyak untuk digulung menjadi bakso mammoth.
Lebih dari 100 perusahaan di seluruh dunia sedang mengerjakan produk daging budidaya, banyak di antaranya adalah perusahaan rintisan seperti Vow.
Daging untuk Masa Depan yang Lebih Baik
Terkait penemuan tersebut, para ahli mengatakan, jika teknologi ini diadopsi secara luas, akan sangat membantu mengurangi dampak produksi daging global di masa depan bagi lingkungan.
Saat ini, miliaran hektar lahan di seluruh dunia digunakan untuk aktivitas agrikultur.
Sayangnya, jangan berharap lebih. Hidangan ini belum bisa dengan bebas dikonsumsi dalam waktu dekat.
Sejauh ini, Singapura adalah satu-satunya negara yang menyetujui daging berbasis sel untuk dikonsumsi.Â
Vow berharap untuk menjual produk pertamanya, daging puyuh Jepang yang dibudidayakan, di Singapura akhir tahun ini.
Bakso mammoth itu adalah satu-satunya di dunia, dan masih belum dicicipi, bahkan oleh penciptanya sekali pun.
Hidangan itu juga tidak direncanakan untuk diproduksi secara komersial.
Sebaliknya, disajikannya daging itu ditujukan untuk memancing perbincangan orang-orang tentang masa depan daging yang artinya daging mammoth itu diciptakan untuk menjadi pajangan dan diharapkan dapat menjadi inspirasi.
Â
Â
Advertisement
Diciptakan untuk Mengispirasi
Vow berharap, produk mereka dapat membuat perubahan di masa depan.
"Kami ingin membuat orang bersemangat tentang masa depan makanan yang berbeda dari potensi yang kita miliki sebelumnya," kata Noakesmith kepada The Associated Press.
"Ada hal-hal yang unik dan lebih baik daripada daging yang kita makan sekarang, dan kami pikir mammoth akan menjadi pembuka percakapan dan membuat orang bersemangat tentang masa depan baru ini," tambahnya.
Mammoth yang punah karena perubahan iklim menginspirasi pembuatan produk tersebut, "Kami ingin melihat, apakah kami dapat menciptakan sesuatu yang merupakan simbol masa depan yang lebih menarik yang tidak hanya lebih baik bagi kami, tetapi juga lebih baik bagi planet ini," kata Noakesmith.
Seren Kell, manajer sains dan teknologi di Good Food Institute, sebuah organisasi nirlaba yang mempromosikan alternatif nabati dan berbasis sel untuk produk hewani, mengatakan dia berharap proyek tersebut akan membuka percakapan baru tentang potensi luar biasa daging yang dibudidayakan untuk menghasilkan makanan yang lebih berkelanjutan, mengurangi dampak iklim dari sistem pangan saat ini, dan membebaskan lahan untuk praktik pertanian yang kurang intensif.
Bakso Mammoth Diharapkan Dapat Membawa Perubahan
Daging budidaya perlu untuk terus dikembangkan karena baik untuk lingkungan.
"Dengan membudidayakan daging sapi, babi, ayam, dan makanan laut, kita dapat mengurangi emisi dari peternakan hewan konvensional dan memenuhi permintaan global akan daging sekaligus sembari memenuhi target iklim kita," jelasnya.
Bakso jumbo seukuran softball atau bola voli itu dipamerkan di Amsterdam dengan tujuan hanya untuk dipamerkan saja.
Bakso itu bahkan dilapisi kaca untuk memastikannya tidak rusak dalam perjalanannya dari Sydney.
Saat sedang dimasak dengan cara dipanggang kemudian dibakar, bakso itu mengeluarkan aroma yang teramat lezat.
"Orang-orang yang ada di sana, mengatakan aromanya mirip dengan prototipe lain yang kami produksi sebelumnya, yaitu buaya," kata Noakesmith.Â
"Jadi, sangat menarik untuk berpikir bahwa menambahkan protein dari hewan yang punah 4.000 tahun lalu memberinya aroma yang benar-benar unik dan baru, sesuatu yang sudah lama tidak tercium sebagai populasi." tambahnya.
Advertisement