Liputan6.com, Jakarta - Seorang Pekerja Migran Indonesia (PMI) atas nama Dede Aisyah (DA) mengalami masalah di Suriah. Ia mengaku ditipu karena dijanjikan bekerja di Turki dan harus kerja berat sehingga sakit.
Dalam video yang beredar di media sosial, terllihat PMI DA menceritakan dirinya ditipu tak bekerja sesuai janji di Turki melainkan dibuang ke Suriah.
Baca Juga
"Nama saya Dede Asiah (sebelumnya disebut Aisyah) dari Karawang, tolong saya, saya ingin pulang. Perut saya sakit. Awalnya saya diiming-imingin kerja di Turki gaji $600, tapi setelah mendarat di Istanbul saya dibuang ke Suriah," tutur DA dalam video yang kabarnya viral.
Advertisement
Dalam rekaman video singkat berdurasi sekitar dua menit itu, DA mengungkap bahwa dirinya dijual ke Suriah.
"Di Suriah saya dijual $12.000, empat tahun tanpa sepengetahuan saya. Saya tahunya dari mana, dari majikan saya, karena majikan saya bilang kalau saya harus kerja di sini empat tahun karena saya ini mahal. Saya ini $12.000. Majikan udah ngeluarin uang $12.000 untuk ngebeli saya," ujar DA sambil berlinang air mata.
Pekerja Migran Indonesia atas nama Dede Aisyah itu juga menyatakan sakit perut karena pekerjaannya di Suriah diklaim cukup berat. " Karena pekerjaannya cukup berat, perut saya sakit karena saya baru lahiran caesar," keluhnya.
DA mengatakan dirinya yang kesakitan membuat tempat kerjanya memutuskan untuk memulangkannya ke kantor yang menaunginya.
"Saya pun dipulangkan ke kantor, saya diistirahatkan seminggu dua minggu, lalu saya dijual lagi. Lalu saya kembali kerja, perut saya sakit lagi, karena pekerjaan memang sangat berat, tidur jam 2 malam bangun jam enam jam tujuh pagi," jelasnya sambil menangis.
Melalui video tersebut, DA juga mengklaim telah berupaya menghubungi KBRI namun belum ada tindakan yang diambil.
Sementara itu, Kemlu dan KBRI Damascus menyatakan telah menangani kasus Pekerja Migran Indonesia atas nama Dede Aisyah sejak awal Februari 2023 dan melakukan sudah melakukan langkah-langkah perlindungan.
Â
Langkah yang Diambil Kemlu untuk PMI DA
Berikut ini sejumlah langkah yang telah dilakukan pihak Kemlu, seperti tertuang dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (1/4/2023):
a. Menjalin komunikasi dengan DA. Dari pendalaman diketahui:
- DA berangkat ke Damaskus pada awal November 2022 melalui Bandara Soekarno Hatta;
- DA telah bekerja berpindah-pindah pada tiga majikan berbeda selama di Suriah;
- Sebelumnya DA pernah memiliki pengalaman bekerja di Arab Saudi, PEA, dan Kuwait.
b. KBRI Damascus melakukan tindak lanjut dengan menemui pihak agensi dan diperoleh informasi bahwa berdasarkan hukum di Suriah, DA memiliki ijin tinggal dan izin kerja, serta telah menandatangani kontrak kerja. Majikan meminta ganti rugi jika DA memutus kontrak.
c. KBRI Damascus telah mengirimkan Nota Diplomatik ke Kemlu Suriah terkait permohonan bantuan penyelesaian dan penerbitan exit permit. Suriah menerapkan sistem kafalah di mana majikan memiliki kewenangan untuk mengizinkan atau tidak mengizinkan pekerjanya untuk pulang.
d. Pada 31 Maret 2023, Kementerian Luar Negeri bertemu dengan keluarga DA di Karawang untuk menjelaskan langkah-langkah Kemlu dan KBRI. Hadir pula Bupati Karawang, Polres Karawang, Disnaker Karawang dan BP3MI.
Â
Advertisement
KBRI Berupaya Memindahkan hingga Fasilitasi Kepulangan PMI DA
Selanjutnya, KBRI Damascus telah berkoordinasi dengan otoritas Suriah untuk mengupayakan pemindahan DA ke shelter KBRI Damascus dan mengupayakan exit permit DA, serta memfasilitasi kepulangan ke Indonesia.
"Kemlu juga mendorong pertanggungjawaban hukum terhadap agen pengirim di Indonesia, berkoordinasi dengan pihak Polri," ujar Dirjen PWNI dan BHI Kemlu RI, Joedha Nugraha dalam keterangan tertulisnya yang diterima Sabtu (1/4/2023).
Menurut Joedha, keberangkatan PMI tidak sesuai prosedur semakin marak terjadi. Perlu penguatan langkah pencegahan sejak dari hulu.
Pada tahun 2022, KBRI Damaskus telah menangani kasus dan memfasilitasi pemulangan sebanyak 244 PMI dalam 13 gelombang. Sejak awal tahun 2023 hingga Maret, KBRI telah memulangkan sebanyak 50 PMI dari Suriah.
Seluruh kasus tersebut adalah PMI yang diberangkatkan tidak sesuai prosedur dan kemudian mengalami permasalahan ketenagakerjaan dan eksploitasi di Suriah.