Liputan6.com, Tel Aviv - Pasukan Pertahanan Israel (IDF) mengatakan, telah menyerang sasaran yang terkait dengan kelompok militan Palestina Hamas di dalam wilayah Lebanon. Aksi itu terjadi setelah serangan roket besar-besaran dari Lebanon, yang menurut Israel dilakukan Hamas.
IDF mengungkapkan infrastruktur "teroris" Hamas dihantam di Lebanon selatan. Demikian seperti dikutip dari BBC, Jumat (7/4/2023). IDF menegaskan tidak akan mengizinkan Hamas beroperasi dari Lebanon dan mengganggap pemerintah Lebanon bertanggung jawab atas setiap tembakan yang berasal dari wilayahnya.
Kekerasan terbaru dimulai setelah polisi Israel menyerang Masjid Al-Aqsa pada Selasa (4/4) dan Rabu (5/4), memicu rentetan serangan roket dari Jalur Gaza dan Lebanon pada Kamis (6/4).
Advertisement
Kedutaan Besar Palestina di Jakarta dalam keterangan pers yang diterima Liputan6.com menyebutkan bahwa ada 500 warganya yang ditahan pasukan Israel.
Sementara itu, pemimpin Hamas Ismail Haniyeh, yang berada di Lebanon saat serangan roket diluncurkan mengatakan bahwa warga Palestina tidak akan diam dalam menghadapi serangan Israel.
Hamas sejauh ini mengaku tidak memiliki informasi tentang siapa dalang penembakan sekitar 34 roket dari Lebanon ke Israel utara pada Kamis.
Serangan itu merupakan rentetan terbesar dari Lebanon dalam 17 tahun terakhir. Israel mengklaim bahwa sebagian besar roket berhasil dicegat, sementara lima roket menyebabkan kerusakan pada bangunan.
Israel juga Menyerang Gaza
Jet-jet tempur Israel juga meningkatkan serangan udara di Jalur Gaza, dengan sekitar 20 rudal diluncurkan ke empat lokasi dalam waktu 10 menit.
Juru bicara IDF seperti dikutip oleh Jerusalem Post mengatakan, "Jet Israel menyerang lokasi produksi senjata bawah tanah dan tiga lokasi di atas tanah."
Serangan udara Israel dikatakan sebagai yang terberat sejak pertempuran dengan Jihad Islam pada Agustus 2022. Tanggapan Israel datang setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengadakan rapat kabinet keamanan mendesak.
Dalam pidato yang disiarkan televisi, Netanyahu mengatakan, "Kita akan menyerang musuh kita dan mereka akan membayar harga mahal untuk setiap tindakan agresi."
Perdana Menteri Lebanon Najib Mikati mengutuk setiap operasi militer dari wilayah negaranya yang "mengacaukan situasi".
Pasukan penjaga perdamaian PBB di Lebanon, Unifil, menggaribawahi bahwa situasinya "sangat serius" dan mendesak seluruh pihak menahan diri serta menghindari eskalasi lebih lanjut.
Advertisement