Liputan6.com, Washington - Seorang guru di Florida, Amerika Serikat, dipecat setelah meminta para siswanya membuat berita kematian mereka sendiri sebelum melakukan simulasi serangan penembakan. Jeffrey Keene mengaku tidak menyesali keputusannya meski terpaksa kehilangan pekerjaan.
"Itu bukan untuk menakut-nakuti mereka atau membuat mereka merasa seperti akan mati, tetapi untuk membantu mereka memahami apa yang penting dalam hidup mereka," ujar Keene yang merupakan seorang guru psikologi, seperti dikutip dari The Guardian, Selasa (11/4/2023).
Baca Juga
Pemecatan Keene disebut menyoroti keputusan aneh yang terus menerus dalam sistem pendidikan Florida, yang telah melarang diskusi gender dan identitas seksual di ruang kelas, tetapi gubernurnya yang seorang Republikan Ron DeSantis dengan gigih mendukung kepemilikan senjata api.
Advertisement
Menurut NBC, Keene yang mengetahui bahwa siswa kelas 11 dan 12 di sekolah menengah Dr Phillips di Orlando akan melakukan simulasi serangan penembakan, meminta murid-muridnya untuk menulis kabar kematian mereka sebagai tugas kelas. Alasannya, tugas tersebut akan membuat mereka merenungkan kehidupan mereka.
Belakangan diketahui bahwa ada oknum yang marah dengan tugas yang diberikan Keene. Kemudian para murid pun mengungkapkan bahwa mereka telah diwawancarai oleh pejabat sekolah tentang tugas tersebut sebelum Keene diberitahu bahwa dia dipecat dari pekerjaan yang dimulainya pada Januari lalu.
Otoritas terkait menolak membahas kasus Keene, dengan hanya mengatakan bahwa seorang karyawan yang bertanggung jawab atas tugas yang tidak pantas tentang kekerasan di sekolah telah dipecat.
Kini, Keene berharap segera menemukan pekerjaan baru sebagai guru.
"Saya rasa saya tidak melakukan kesalahan," ungkap Keene. "Sejujurnya saya tidak menyangka anak usia 16, 17, 18 tahun akan tersinggung atau kesal dengan sesuatu yang sebenarnya sudah kami bicarakan."
Dibutuhkan Kontrol Senjata Lebih Kuat
Kemunculan penembakan massal dan kekerasan yang terus menerus di sekolah dalam pemberitaan utama AS telah menggerakkan banyak orang untuk menyerukan kontrol senjata yang lebih ketat, tetapi Kongres AS belum berhasil meloloskan sesuatu yang substansial. Sekalipun sekolah-sekolah telah mengakui kerentanan mereka dengan menggelar simulasi serangan penembakan.
RUU yang disahkan oleh Kongres dan ditandatangani menjadi UU oleh Joe Biden tahun lalu memang memperluas pemeriksaan latar belakang pembeli senjata dan mendanai sejumlah program kesehatan mental, tetapi Biden sendiri termasuk di antara banyak orang yang mendorong langkah-langkah yang lebih kuat. Termasuk larangan senjata serbu yang tidak kunjung disahkan Kongres.
Lebih dari sepekan sebelumnya, tragedi penembakan terjadi di sebuah Sekolah Dasar Covenant di Nashville, Tennessee, menewaskan tiga siswa berusia sembilan tahun dan tiga staf. Pelaku yang merupakan seorang perempuan dan alumni sekolah tersebut berhasil ditembak mati.
Menurut polisi, tersangka berada di bawah perawatan dokter untuk gangguan emosional.
Kepala polisi, John Drake, mengatakan motif pelaku melakukan serangan ke Sekolah Dasar Covenant kemungkinan dilandasi oleh "kebencian", tapi dia tidak menjelaskan lebih rinci.
Menurut Database Penembakan Sekolah K-12, serangan di Sekolah Dasar Covenant adalah salah satu dari lebih dari 100 penembakan di AS tahun ini.
.Â
Advertisement