Sukses

Warga Israel Memasuki Kompleks Masjid Al-Aqsa Saat Hari Raya Paskah, Yordania: Tanggung Sendiri Konsekuensinya

Sekelompok besar warga Israel dilaporkan leluasa memasuki Kompleks Masjid Al-Aqsa saat Hari Raya Paskah dengan pengawalan ketat polisi bersenjata lengkap, sementara akses warga Palestina diblokir.

Liputan6.com, Yerusalem Timur - Dengan dilindungi oleh petugas polisi bersenjata lengkap, sekelompok besar warga Israel menyerbu Kompleks Masjid Al-Aqsa di Yerusalem Timur pada Minggu (9/4/2023), bertepatan dengan Hari Raya Paskah.

Di lain sisi, pasukan Israel menyerang warga Palestina yang mencoba memasuki situs suci tersebut untuk melakukan sholat subuh dan menolak akses jemaah di bawah usia 40 tahun. Pada Sabtu (8/4), menurut perkiraan, hanya 30 ribu warga Palestina yang menghadiri sholat tarawih, turun dari 130 ribu pada malam-malam sebelumnya.

Yordania, penjaga situs suci di Yerusalem, mengutuk aksi Israel pada Minggu dan menyebutkan bahwa mereka bertanggung jawab atas konsekuensinya.

"Kami mengutuk penyerbuan besar-besaran ke Masjid Al-Aqsa di bawah perlindungan ketat polisi Israel, yang melanggar perjanjian status quo sejarah dan hukum atas Al-Aqsa serta kesakralan situs-situs suci," sebut Kementerian Luar Negeri Yordania seperti dikutip dari Middle East Eye, Senin (10/4).

"Pemerintah Israel memikul tanggung jawab atas eskalasi di Yerusalem dan wilayah pendudukan jika tidak berhenti menyerang Masjid Al-Aqsa dan membatasi pergerakan jemaah."

Gerakan Temple Movement, yang berisikan Yahudi Ortodoks, telah menyerukan penyerbuan massal pada libur Hari Raya Paskah selama seminggu yang dimulai pada Rabu (5/4) dan berakhir pada Kamis (13/4).

Menurut perjanjian internasional yang dikenal sebagai status quo, Kompleks Masjid Al-Aqsa adalah situs suci Islam, di mana doa dan ritual oleh non-muslim dilarang.

Kelompok-kelompok Israel, berkoordinasi dengan pihak berwenang, telah sejak lama dan berulang kali melanggar status quo.

Pelanggaran terhadap status quo memunculkan kekhawatiran bahwa akan diletakkan landasan untuk membagi Kompleks Masjid Al-Aqsa antara muslim dan Yahudi, serupa dengan yang terjadi terhadap Masjid Ibrahimi di Hebron pada tahun 1990-an.

Kontrol Israel atas Yerusalem Timur, termasuk Kota Tua, melanggar prinsip hukum internasional yang menetapkan bahwa kekuatan pendudukan tidak memiliki kedaulatan atas wilayah yang didudukinya dan tidak dapat melakukan perubahan permanen di sana.

Israel menduduki Yerusalem Timur selama Perang Arab-Israel pada tahun 1967, menganeksasi seluruh kota pada tahun 1980 melalui langkah yang tidak pernah diakui komunitas internasional hingga saat ini.

2 dari 2 halaman

Provokasi Israel Meningkatkan Ketegangan

Polisi Israel dilaporkan kembali menahan sejumlah besar warga Palestina di dalam Masjid Al-Aqsa pada Sabtu dan Minggu pagi.

Militer dan polisi Israel mengatakan, mereka akan memperkuat pasukan di tengah ketegangan dan memperpanjang penutupan Tepi Barat hingga Rabu. Warga Palestina dari Tepi Barat yang memiliki izin untuk bekerja di Israel atau akses ke Masjid Al-Aqsa akan dilarang masuk.

Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant juga memerintahkan pengerahan tentara di distrik pusat, untuk memperkuat tugas polisi.

Ketegangan tengah meningkat di seluruh wilayah Palestina setelah pasukan Israel menyerbu Kompleks Masjid Al-Aqsa dan menganiaya jemaah pada Selasa (4/4) dan Rabu (5/4).

Tindakan biadab itu kemudian memicu respons berupa serangan roket dari Jalur Gaza dan Lebanon, yang kemudian dibalas dengan serangan udara Israel.

Video Terkini