Liputan6.com, Taipei - Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mengutuk China atas latihan militer selama tiga hari yang dilakukan di dekat wilayahnya, dengan mengatakan mereka tidak bertanggung jawab dan merupakan ancaman bagi stabilitas regional.
Beijing menyelesaikan latihan perangnya, yang mensimulasikan serangan di wilayah berpenduduk 23 juta orang, pada 10 April meskipun Kementerian Pertahanan Nasional Taiwan mengatakan bahwa delapan kapal China terus beroperasi "di perairan sekitar Taiwan" pada Selasa pagi.
Baca Juga
Dilansir Al Jazeera, Selasa (11/4/2023), latihan dimulai setelah Tsai, yang digambarkan sebagai "separatis" oleh China, pulang dari kunjungan ke Amerika Tengah.
Advertisement
"China menggunakan ini untuk meluncurkan latihan militer, menyebabkan ketidakstabilan di Taiwan dan kawasan. Ini bukan sikap bertanggung jawab untuk negara besar di kawasan ini," tulisnya di halaman Facebook-nya pada Senin malam.
Latihan terbaru itu mensimulasikan serangan di Taiwan dan sebuah laporan media pemerintah mengatakan lusinan pesawat China telah melakukan "blokade udara".
"Latihan itu secara komprehensif menguji kemampuan tempur gabungan terpadu dari berbagai cabang militer dalam kondisi pertempuran yang sebenarnya," kata Komando Timur Tentara Pembebasan Rakyat China dalam sebuah pernyataan.
Turut Dapat Kecaman dari Jepang
Walaupun latihan tersebut memiliki skala yang berbeda dengan aktivitas militer setelah kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taiwan pada Agustus tahun lalu, latihan kali ini juga menuai teguran dari Jepang.
Ini lantaran pulau paling selatan Jepang terletak dekat dengan Taiwan, dan menampung pangkalan udara utama AS di Okinawa.
Menteri Pertahanan Jepang Yasukazu Hamada menggambarkan latihan itu sebagai "pelatihan yang mengintimidasi" untuk merebut kendali laut dan udara di sekitar pulau itu, lapor kantor berita Reuters.
"China tampaknya telah menunjukkan "sikap tanpa kompromi" terkait masalah Taiwan melalui latihan tersebut," tambah Hamada.
Advertisement
Awal Hubungan Panas Kepimpinan Tsai
Beijing telah meningkatkan tekanan terhadap Taiwan sejak Tsai pertama kali terpilih sebagai presiden pada 2016.
Kunjungannya ke Amerika Tengah termasuk perjalanan ke Guatemala dan Belize, sekutu resmi Taipei yang tersisa di wilayah tersebut setelah Honduras mengumumkan bulan lalu akan beralih ke Beijing.
Tsai, yang mengatakan terserah rakyat Taiwan untuk memutuskan masa depan mereka, sebelumnya menuduh Beijing melakukan "diplomasi dolar" dengan jumlah sekutu formal Taiwan turun menjadi 13, dibandingkan dengan 22 ketika dia menjabat.
Meskipun demikian, pemerintah negara pulau itu mempertahankan hubungan informal yang kuat dengan banyak pemerintah dan telah menyambut aliran legislator dari negara-negara termasuk AS, Inggris Raya, dan Republik Ceko.
Pada tahun 2021, Taiwan membuka kedutaan de facto di Lituania, yang pertama di Eropa dalam 18 tahun, dan memicu kemarahan Beijing.
Dalam pesan Facebooknya, Tsai berterima kasih kepada militer Taiwan karena telah mempertahankan pulau itu.
Kementerian Pertahanan Nasional Taiwan mengatakan akan terus "mengawasi" pergerakan angkatan laut China di sekitar pulau itu.