Liputan6.com, Yerusalem - Kepala gereja Katolik Roma di Yerusalem Pierbattista Pizzaballa memperingatkan bahwa pemerintahan sayap kanan Israel pimpinan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah memperburuk kehidupan umat Kristen di tempat kelahiran agama Kristen.
Pizzaballa mengatakan bahwa serangan terhadap komunitas Kristen berusia 2.000 tahun di kawasan itu telah meningkat.
Baca Juga
"Frekuensi serangan, agresi, telah menjadi sesuatu yang baru," kata Pizzaballa kepada seperti dilansir The Guardian, Jumat (14/4/2023). "Orang-orang (pelaku) ini merasa dilindungi… bahwa suasana budaya dan politik sekarang dapat membenarkan atau menoleransi tindakan terhadap umat Kristen."
Advertisement
Kekhawatiran Pizzaballa disebut menunjukkan lemahnya komitmen Israel terhadap kebebasan beribadah, yang diabadikan dalam deklarasi yang menandai pendiriannya 75 tahun lalu. Bagaimanapun, pemerintah Israel mengklaim bahwa pihaknya memprioritaskan kebebasan beragama dan hubungan dengan gereja-gereja, yang memiliki hubungan kuat dengan luar negeri.
"Komitmen Israel terhadap kebebasan beragama penting bagi kami selamanya," kata Tania Berg-Rafaeli, direktur departemen agama dunia di Kementerian Luar Negeri Israel. "Ini berlaku untuk semua agama dan semua minoritas yang memiliki akses bebas ke tempat-tempat suci."
Ketegangan meningkat di seluruh wilayah Palestina pasca serangan polisi Israel ke Kompleks Masjid Al-Aqsa pekan lalu, memicu aksi saling membalas serangan dari dan ke Jalur Gaza dan Lebanon.
Bukan Isu Baru
Permusuhan terhadap minoritas Kristen disebut bukan hal baru di Kota Tua Yerusalem yang padat, yang dianeksasi Israel pada tahun 1967.
Namun, langkah Netanyahu menempatkan sejumlah pemimpin pemukim Yahudi pada peran kunci di kabinetnya seperti Bezalel Smotrich sebagai menteri keuangan dan Itamar Ben-Gvir sebagai menteri keamanan nasional, dinilai telah memperburuk situasi.
Pengaruh keduanya disebut telah menguatkan pijakan para pemukim Yahudi yang berusaha untuk memperkuat kendali atas Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki, memicu kekhawatiran dari para pemimpin gereja. Salah satu yang dikabarkan mengancam kehadiran Kristen di Yerusalem adalah rencana Israel untuk membuat taman nasional di Bukit Zaitun.
Palestina sendiri menginginkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan mereka.
"Elemen sayap kanan keluar untuk Yahudisasi Kota Tua dan tanah lainnya dan kami merasa tidak ada yang menahan mereka sekarang," kata Pastor Don Binder, seorang pendeta di Katedral Anglikan St George di Yerusalem.
Terdapat sekitar 15.000 orang Kristen di Yerusalem saat ini, di mana mayoritas dari mereka adalah orang Palestina.
Menurut Yusef Daher dari Jerusalem Inter-Church Centre, sebuah kelompok yang mengoordinasikan antar denominasi, tahun 2023 akan menjadi tahun terburuk bagi umat Kristen dalam satu dekade.
"Serangan fisik dan pelecehan terhadap pastor sering tidak dilaporkan," ungkap Jerusalem Inter-Church Centre, yang telah mendokumentasikan setidaknya tujuh kasus serius vandalisme properti gereja dari Januari hingga pertengahan Maret.
Jumlah itu meningkat tajam dari enam kasus anti-Kristen yang tercatat sepanjang tahun 2022.
Para pemimpin gereja menyalahkan ekstremis Israel atas sebagian besar serangan. Mereka takut eskalasi lebih lanjut.
"Eskalasi ini akan membawa lebih banyak kekerasan," kata Pizzaballa. "Itu akan menciptakan situasi yang akan sangat sulit untuk diperbaiki."
Pada Maret 2023, dua orang Israel masuk ke basilika di samping Taman Getsemani, tempat Bunda Maria konon dimakamkan. Mereka menerkam seorang pendeta dengan batang logam sebelum ditangkap.
Februari 2023, seorang Yahudi Amerika Serikat menarik gambar Kristus setinggi 10 kaki dan membantingnya ke lantai, memukul wajahnya dengan palu belasan kali di Gereja Pencambukan di Via Dolorosa.
"Tidak ada berhala di kota suci Yerusalem!" teriak pria itu.
Advertisement