Sukses

Menlu Jerman Peringatkan Skenario Horor Jika Konflik Militer China Vs Taiwan Pecah

Menlu Baerbock mengungkapkan bahwa konfrontasi antara China dan Taiwan akan mengirimkan gelombang kejut ke seluruh dunia.

Liputan6.com, Berlin - Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock menggambarkan konflik militer di Selat Taiwan sebagai skenario horor yang secara langsung akan memengaruhi negaranya. Sikapnya tersebut berbeda dengan Presiden Emmanuel Macron, yang baru-baru ini mengatakan bahwa Eropa tidak boleh terlibat dalam perselisihan Amerika Serikat (AS).

Setelah pertemuannya dengan Menteri Luar Negeri China Qin Gang di Beijing, Baerbock mengungkapkan bahwa konfrontasi antara China dan Taiwan akan mengirimkan gelombang kejut ke seluruh dunia.

"Destabilisasi akan berdampak pada semua negara, ekonomi global, dan juga Jerman," kata Baerbock seperti dilansir The Guardian, Sabtu (15/4/2023).

"Kami memberikan perhatian besar saat menyaksikan ketegangan yang meningkat di Selat Taiwan."

Menlu Qin Gang menuduh pemerintah asing mendukung separatis di Taiwan, yang dianggap Beijing sebagai provinsinya yang membangkang. Jika negara-negara lain menghormati prinsip "satu China", kata Qin Gang, maka langkah yang tepat adalah dengan tegas menentang kemerdekaan Taiwan.

Pekan lalu, Macron memicu kemarahan dan kekhawatiran di Eropa dan AS melalui pernyataan yang dilontarkannya sekembalinya dia dari lawatan tiga harinya ke China.

"Hal terburuk adalah berpikir bahwa kita orang Eropa harus mengikuti isu (Taiwan) ini dan menyesuaikan diri kita dengan ritme AS dan reaksi berlebihan China," kata dia saat itu.

2 dari 2 halaman

Kunjungan Baerbock ke China

Baerbock yang mengunjungi China setelah pernyataan Macron disebut mencoba menenangkan situasi dan mengklarifikasi sikap Eropa dalam hubungannya dengan China. Dia dan Menlu Qin Gang sama-sama menekankan pentingnya hubungan perdagangan antara dua kekuatan industri dunia.

Menlu Jerman itu juga mengungkapkan bahwa prioritasnya adalah mengurangi risiko ekonomi nasional untuk memastikan bahwa ekonomi nasional tidak terlalu bergantung pada ekspor satu negara, seperti halnya Jerman dengan gas Rusia.

Dalam pertemuannya dengan Menlu Qin Gang, Baerbock turut menyinggung isu hak asasi manusia.

"Di mana perusahaan mendapat keuntungan dengan mengorbankan HAM maka tidak ada persaingan yang adil," ujar Baerbock seraya menambahkan bahwa pemerintahannya mencatat dengan keprihatinan bahwa HAM semakin dibatasi di China.

Menlu Qin Gang menjawab pernyataan Baerbock dengan mengatakan bahwa tidak ada standar yang seragam bagi HAM di seluruh dunia.

"Hal terakhir yang dibutuhkan China adalah diceramahi oleh Barat," kata dia.

Pada kesempatan yang sama, Baerbock mendesak China memengaruhi Rusia untuk menghentikan agresinya. Sementara dia menyambut baik niat China untuk menengahi perdamaian atas perang Ukraina, Baerbock menyuarakan keberatannya tentang titik awal pembicaraan damai Beijing.

"Saya harus jujur bahwa saya bertanya-tanya, mengapa posisi China tidak termasuk seruan agar Rusia menghentikan perang," ujarnya.

Di lain sisi, Menlu Qin Gang menegaskan bahwa negaranya tidak mengirimkan senjata kepada pihak-pihak yang terlibat konfik dan tidak akan melakukannya juga di masa depan.

Baerbock semula dijadwalkan melangsungkan kunjungannya ke China bersama dengan Kepala Kebijakan Luar Negeri Komisi Eropa Josep Borrell, tetapi perjalanan Borrell dibatalkan setelah dia tertular COVID-19.

Dalam pernyataan yang dirlis pada Jumat, Borrell mengatakan bahwa Uni Eropa tetap berkomitmen pada "kebijakan satu China", yang mengakui Beijing sebagai satu-satunya pemerintah resmi China.

"Tetapi segala upaya untuk mengubah status quo dengan kekerasan tidak dapat diterima," kata Borrell.