Liputan6.com, Brasilia - Perjalanan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva ke Beijing dinilai memperjelas bahwa dia mengandalkan China untuk membantu menghidupkan kembali sektor industri negara Amerika Selatan itu, terutama mengisi kekosongan perusahaan Amerika Serikat (AS) yang hengkang.
Setelah Lula da Silva bertemu dengan Presiden China Xi Jinping pada Jumat (14/4/2023), Menteri Keuangan Brasil Fernando Haddad mengatakan kepada wartawan bahwa kedua negara sedang merencanakan "lompatan ke depan" dalam hubungan mereka.
Baca Juga
"Presiden Lula da Silva menginginkan kebijakan re-industrialisasi. Kunjungan ini memulai tantangan baru bagi Brasil: membawa investasi langsung dari China," kata Haddad seperti dilansir AP, Minggu (16/4).
Advertisement
Dia menambahkan bahwa Brasil juga menginginkan ikatan yang kuat dengan AS, namun dia menyesalkan fenomena sejumlah perusahaan AS angkat kaki dari negara itu.
Berbicara kepada wartawan sebelum meninggalkan China, Lula da Silva mengatakan pada Sabtu (15/4) pagi bahwa hubungan Brasil dengan raksasa Asia itu melampaui fase ekspor komoditas. Dia menambahkan, dia mengunjungi kantor pusat perusahaan telekomunikasi China, Huawei, karena dia perlu mempromosikan revolusi digital di negaranya.
Selama bertahun-tahun, Brasil menjadi pengekspor bahan mentah yang besar dan China telah mengonsumsinya dengan "lahap".
China mengambil alih posisi AS sebagai pasar ekspor terbesar Brasil pada tahun 2009 dan setiap tahun, Beijing membeli puluhan miliar dolar kedelai, daging sapi, bijih besi, unggas, pulp, tebu, kapas, dan minyak mentah.
Mencari Mitra untuk Menantang Hegemoni Barat
China dan Brasil memiliki hubungan yang agak dingin selama empat tahun terakhir ketika pemimpin sayap kanan Jair Bolsonaro menduduki kursi presiden. Bahkan beberapa pendukung Bolsonaro di sektor agribisnis mengkritik kebijakannya yang memusuhi China.
Menurut media pemerintah China, Brasil sudah menjadi penerima terbesar investasi China di Amerika Latin. Namun, Lula da Silva dinilai tidak hanya menginginkan lebih banyak investasi, namun juga kemitraan yang menantang hegemoni ekonomi dan politik Barat.
Agenda kunjungan Lula da Silva ke China termasuk pengambilan sumpah mantan Presiden Brasil Dilma Rousseff pada Kamis (13/4) sebagai kepala Bank Pembangunan Baru (NDB) yang didukung China, yang mendanai proyek infrastruktur di Brasil dan di sejumlah negara berkembang lain.
NDB menggambarkan dirinya sebagai alternatif dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, yang kerap memaksakan kondisi pinjaman merugikan.
Lula da Silva dan Xi Jinping menyaksikan perjanjian penandatanganan di 15 bidang, mulai dari pertanian hingga penerbangan.
"Sebagai mitra strategis yang komprehensif, China dan Brasil memiliki kepentingan bersama yang luas," ungkap Xi Jinping, seperti disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri China.
Kunjungan terbaru Lula da Silva ke China merupakan yang ketiga, namun pertama saat Xi Jinping menjabat sebagai presiden. Pada Jumat, keduanya bertemu selama tiga jam, jauh lebih lama dari yang dijadwalkan.
"Durasi pertemuan mengatakan segalanya," ungkap Duta Besar Brasil untuk China Marcos Galvao.
Pada Februari 2023, Lula da Silva juga melawat ke Washington, di mana dia dan Presiden Joe Biden menekankan pentingnya mempertahankan demokrasi dan melestarikan hutan hujan Amazon. Namun, kunjungan tersebut tidak menghasilkan komitmen keuangan yang diharapkan Brasil.
Pembicaraan Lula da Silva dan Xi Jinping dilaporkan menyentuh isu Ukraina. Kedua pemimpin menyepakati perlunya perundingan.
Menurut Lula da Silva, China dan AS memiliki peran penting dalam diskusi tentang Ukraina, tetapi dia menambahkan, "AS perlu berhenti merangsang perang dan berbicara tentang perdamaian."
Kritikan datang dari putra Bolsonaro, Senator Flavio Bolsonaro, atas kunjungan Lula da Silva ke China.
"Lula da Silva sedang berjalan di jalur berbahaya bersama kediktatoran dan musuh demokrasi, seperti Venezuela, Kuba, dan Nikaragua," kata Flavio.
Advertisement