Liputan6.com, Khartoum - Duta Besar Uni Eropa untuk Sudan Aidan O'Hara diserang di kediamannya di Khartoum, menyusul perang antar pasukan militer dan kelompok paramiliter yang saling bersaing.
Menteri Luar Negeri Irlandia Micheal Martin mengonfirmasi bahwa O'Hara yang merupakan diplomat Irlandia tidak terluka parah. Martin menegaskan bahwa serangan tersebut merupakan pelanggaran berat terhadap kewajiban untuk melindungi diplomat.
Baca Juga
"Kami menyerukan penghentian segera kekerasan di Sudan dan dimulainya kembali dialog," ungkap Martin seperti dilansir BBC, Selasa (18/4/2023).
Advertisement
Belum jelas siapa yang bertanggung jawab atas penyerangan terhadap Dubes O'Hara.
PBB mengungkapkan, sekitar 185 orang tewas dan lebih dari 1.800 terluka dalam pertempuran yang memasuki hari ketiga pada Senin (17/4).
Kedua belah pihak yang bertikai, yaitu militer dan kelompok paramiliter yang disebut Rapid Support Forces (RSF), saling mengklaim telah menguasai sejumlah situs penting di Khartoum.
Sebelumnya, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell men-twit bahwa keamanan tempat dan staf diplomatik adalah tanggung jawab utama otoritas Sudan.
Juru bicara Uni Eropa Nabila Massrali menuturkan kepada AFP bahwa delegasi Uni Eropa belum dievakuasi dari Khartoum pasca serangan tersebut.
"Keamanan staf adalah prioritas dan langkah-langkah keamanan tengah dikaji," ujarnya.
Hal senada disampaikan juru bicara Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (AS) John Kirby yang mengatakan bahwa saat ini tidak ada rencana untuk mengevakuasi personel AS, meski isu keamanan terus berlanjut dan terjadi penutupan bandara di Khartoum.
Â
Presiden Sudan Selatan, Djibouti, dan Kenya Akan Menengahi Pertikaian
Perang terjadi antara unit tentara yang setia kepada pemimpin de facto Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dengan RSF yang dipimpin oleh Mohamed Hamdan Dagalo atau yang lebih dikenal sebagai Hemedti.
Hemedti mengatakan pada Senin bahwa masyarakat internasional harus campur tangan. Dia mencap Jenderal Burhan sebagai seorang muslim radikal yang mengebom warga sipil dari udara.
Sementara itu, Jenderal Burhan mengatakan dia bersedia bernegosiasi.
Kedua belah pihak mengadakan gencatan senjata singkat pada hari Minggu (16/4) untuk memungkinkan yang terluka dievakuasi, meskipun tidak jelas seberapa ketat mereka mematuhinya.
Otoritas Antarpemerintah dalam Pembangunan atau IGAD dilaporkan akan mengirimkan Presiden Sudan Selatan, Djibouti, dan Kenya untuk menengahi perselisihan.
Sekretaris Eksekutif IGAD Nuur Mohamud Sheekh mengatakan kepada BBC bahwa ada beberapa tanda kemajuan dapat dicapai.
"Mereka sedang bersiap untuk melakukan perjalanan ke Sudan untuk bertemu dengan kedua pemimpin tetapi mereka terlibat melalui diplomasi saluran belakang, mereka berbicara kepada para pemimpin ini untuk menghentikan permusuhan, menghentikan pertempuran, dan kembali ke meja perundingan," ujarnya.
"Kedua pemimpin ini menyetujui mediasi, yang dengan sendirinya merupakan perkembangan yang sangat positif selama beberapa jam terakhir. Para pemimpin kami memiliki pengalaman dalam hal mediasi dalam konflik."
Advertisement