Liputan6.com, Khartoum - Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Khartoum menyatakan hingga Senin (17/4/2023), situasi dan kondisi keamanan Sudan terus memburuk ditandai perseteruan bersenjata yang semakin meluas dan sering, terutama di titik-titik rawan pertempuran antara lain IUA, Wisma Duta, sekitar bandara, Arkaweet, Al Riyadh dan luar ibu kota.
"Keadaan tersebut telah berdampak pada ketersediaan pasokan listrik, logistik, air, dan lain-lain serta sangat menyulitkan mobilitas/pergerakan," ungkap KBRI Khartoum dalam pernyataan tertulisnya pada Senin.
Baca Juga
KBRI Khartoum menegaskan telah dan terus melakukan pemantauan atas situasi dan perkembangan keamanan Sudan.
Advertisement
Di tengah situasi dan kondisi yang sangat tidak aman di luar dan sangat sulit bergerak terutama dalam upaya distribusi logistik, KBRI Khartoum terus mengupayakan bantuan logistik dan pergerakan ke titik-titik aman bersama unsur elemen masyarakat warga negara Indonesia (WNI).
Terkait dengan keadaan dan situasi yang semakin memburuk, KBRI Khartoum sangat mengimbau WNIÂ terkait sejumlah hal, yaitu:
- Terus meningkatkan kewaspadaan
- Tetap tenang dan selalu berhati-hati
- Tetap tinggal di rumah dan menjauhi jendela
- Meningkatkan saling komunikasi
- Berkumpul bersama di titik-titik aman
- Tidak berkeliaran
- Menyiapkan dokumen paspor dan beberapa barang keperluan pribadi dalam satu tas/ransel.
Â
185 Tewas dan Lebih dari 1.800 Terluka Akibat Krisis Sudan
Melansir BBC, laporan PBB mengungkapkan, sekitar 185 orang tewas dan lebih dari 1.800 terluka dalam pertempuran yang memasuki hari ketiga pada Senin.
Kedua belah pihak yang bertikai, yaitu militer dan kelompok paramiliter yang disebut Rapid Support Forces (RSF), saling mengklaim telah menguasai sejumlah situs penting di Khartoum.
Perang terjadi antara unit tentara yang setia kepada pemimpin de facto Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dengan RSF yang dipimpin oleh Mohamed Hamdan Dagalo atau yang lebih dikenal sebagai Hemedti.
Hemedti mengatakan pada Senin bahwa masyarakat internasional harus campur tangan. Dia mencap Jenderal Burhan sebagai seorang Islam radikal yang mengebom warga sipil dari udara.
Sementara itu, Jenderal Burhan mengatakan dia bersedia bernegosiasi.
Kedua belah pihak mengadakan gencatan senjata singkat pada hari Minggu (16/4) untuk memungkinkan yang terluka dievakuasi, meskipun tidak jelas seberapa ketat mereka mematuhinya.
Otoritas Antarpemerintah dalam Pembangunan atau IGAD dilaporkan akan mengirimkan Presiden Sudan Selatan, Djibouti, dan Kenya untuk menengahi perselisihan.
Sekretaris Eksekutif IGAD Nuur Mohamud Sheekh mengatakan kepada BBC bahwa ada beberapa tanda kemajuan dapat dicapai.
"Mereka sedang bersiap untuk melakukan perjalanan ke Sudan untuk bertemu dengan kedua pemimpin tetapi mereka terlibat melalui diplomasi saluran belakang, mereka berbicara kepada para pemimpin ini untuk menghentikan permusuhan, menghentikan pertempuran, dan kembali ke meja perundingan," ujarnya.
"Kedua pemimpin ini menyetujui mediasi, yang dengan sendirinya merupakan perkembangan yang sangat positif selama beberapa jam terakhir. Para pemimpin kami memiliki pengalaman dalam hal mediasi dalam konflik."
Advertisement