Sukses

Pakar HI China Dukung ASEAN Tetap Netral di Tengah Masalah Geopolitik

China mendukung agar ASEAN tetap senantiasa netral.

Liputan6.com, Jakarta - Dunia saat ini sedang menyaksikan berbagai negara dengan kekuatan politik dan ekonomi yang besar unjuk gigi. Tak hanya Amerika Serikat, kini Uni Eropa, Republik Rakyat China, negara-negara Teluk, Rusia, hingga India juga memiliki suara yang kuat di hubungan internasional.

Negara-negara tersebut terpantau memberikan dukungan kepada negara lain, baik yang membutuhkan bantuan, satu kawasan, atau yang sejalan dengan visi mereka.

Salah satu contohnya adalah dukungan China kepada ASEAN.

Pakar hubungan internasional dari China mengatakan negaranya mendukung agar ASEAN tetap netral, serta menjauhi pihak-pihak yang ingin mendominasi.

Hal itu diungkap oleh Deputi Dirjen Chnia Center for Contemporary World Studies (CCWS), Qi Wei. Ia berkata jangan sampai ASEAN mengikuti "hukum rimba" dan ikut-ikutan memojokkan satu pihak tertentu di ranah internasional.

"Takdir kita harus berada di tangan kita sendiri," ujar Qi Wei di kantor Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Selasa (18/4/2023). 

Ia tidak menyebut negara mana yang ingin "memojokkan" satu pihak tertentu. Kendati demikian selama ini sejumlah pemberitaan menyebut bahwa China pernah menyindir Amerika Serikat saat Rusia terkena sanksi.

Pada kesempatan tersebut, Qi Wei juga menyorot peran Indonesia sebagai ketua ASEAN 2023, dan bahwa Presiden Joko Widodo tidak ingin ASEAN jadi lokasi konflik proksi. 

"Presiden Widodo menyorot bahwa Indonesia ingin memelihara sentralitas dan persatuan ASEAN, stabilitas politik kawasan, dan menekankan bahwa ASEAN tidak boleh menjadi proksi pihak mana pun," ujar Qi Wei.

2 dari 4 halaman

Lula da Silva Kunjungi Xi Jinping, Minta Dukungan China untuk Hidupkan Kembali Sektor Industri Brasil

Bicara soal dukungan China, baru-baru ini perjalanan Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva ke Beijing dinilai memperjelas bahwa dia mengandalkan China untuk membantu menghidupkan kembali sektor industri negara Amerika Selatan itu, terutama mengisi kekosongan perusahaan Amerika Serikat (AS) yang hengkang.

Setelah Lula da Silva bertemu dengan Presiden China Xi Jinping pada Jumat (14/4/2023), Menteri Keuangan Brasil Fernando Haddad mengatakan kepada wartawan bahwa kedua negara sedang merencanakan "lompatan ke depan" dalam hubungan mereka.

"Presiden Lula da Silva menginginkan kebijakan re-industrialisasi. Kunjungan ini memulai tantangan baru bagi Brasil: membawa investasi langsung dari China," kata Haddad seperti dilansir AP, Minggu (16/4).

Dia menambahkan bahwa Brasil juga menginginkan ikatan yang kuat dengan AS, namun dia menyesalkan fenomena sejumlah perusahaan AS angkat kaki dari negara itu.

Berbicara kepada wartawan sebelum meninggalkan China, Lula da Silva mengatakan pada Sabtu (15/4) pagi bahwa hubungan Brasil dengan raksasa Asia itu melampaui fase ekspor komoditas. Dia menambahkan, dia mengunjungi kantor pusat perusahaan telekomunikasi China, Huawei, karena dia perlu mempromosikan revolusi digital di negaranya.

Selama bertahun-tahun, Brasil menjadi pengekspor bahan mentah yang besar dan China telah mengonsumsinya dengan "lahap".

China mengambil alih posisi AS sebagai pasar ekspor terbesar Brasil pada tahun 2009 dan setiap tahun, Beijing membeli puluhan miliar dolar kedelai, daging sapi, bijih besi, unggas, pulp, tebu, kapas, dan minyak mentah.

3 dari 4 halaman

Hegemoni Barat

China dan Brasil memiliki hubungan yang agak dingin selama empat tahun terakhir ketika pemimpin sayap kanan Jair Bolsonaro menduduki kursi presiden. Bahkan beberapa pendukung Bolsonaro di sektor agribisnis mengkritik kebijakannya yang memusuhi China.

Menurut media pemerintah China, Brasil sudah menjadi penerima terbesar investasi China di Amerika Latin. Namun, Lula da Silva dinilai tidak hanya menginginkan lebih banyak investasi, namun juga kemitraan yang menantang hegemoni ekonomi dan politik Barat.

Agenda kunjungan Lula da Silva ke China termasuk pengambilan sumpah mantan Presiden Brasil Dilma Rousseff pada Kamis (13/4) sebagai kepala Bank Pembangunan Baru (NDB) yang didukung China, yang mendanai proyek infrastruktur di Brasil dan di sejumlah negara berkembang lain.

NDB menggambarkan dirinya sebagai alternatif dari Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, yang kerap memaksakan kondisi pinjaman merugikan.

Lula da Silva dan Xi Jinping menyaksikan perjanjian penandatanganan di 15 bidang, mulai dari pertanian hingga penerbangan.

"Sebagai mitra strategis yang komprehensif, China dan Brasil memiliki kepentingan bersama yang luas," ungkap Xi Jinping, seperti disampaikan oleh Kementerian Luar Negeri China.

Kunjungan terbaru Lula da Silva ke China merupakan yang ketiga, namun pertama saat Xi Jinping menjabat sebagai presiden. Pada Jumat, keduanya bertemu selama tiga jam, jauh lebih lama dari yang dijadwalkan.

"Durasi pertemuan mengatakan segalanya," ungkap Duta Besar Brasil untuk China Marcos Galvao.

4 dari 4 halaman

Isu Amazon dan Ukraina

Pada Februari 2023, Lula da Silva juga melawat ke Washington, di mana dia dan Presiden Joe Biden menekankan pentingnya mempertahankan demokrasi dan melestarikan hutan hujan Amazon. Namun, kunjungan tersebut tidak menghasilkan komitmen keuangan yang diharapkan Brasil.

Pembicaraan Lula da Silva dan Xi Jinping dilaporkan menyentuh isu Ukraina. Kedua pemimpin menyepakati perlunya perundingan.

Menurut Lula da Silva, China dan AS memiliki peran penting dalam diskusi tentang Ukraina, tetapi dia menambahkan, "AS perlu berhenti merangsang perang dan berbicara tentang perdamaian."

Kritikan datang dari putra Bolsonaro, Senator Flavio Bolsonaro, atas kunjungan Lula da Silva ke China.

"Lula da Silva sedang berjalan di jalur berbahaya bersama kediktatoran dan musuh demokrasi, seperti Venezuela, Kuba, dan Nikaragua," kata Flavio.