Sukses

Jepang Kirim Pesawat untuk Evakuasi Warga dari Perang Saudara Sudan

Jepang setidaknya telah mengirim tiga pesawat Pasukan Bela Diri ke Sudan.

Liputan6.com, Tokyo - Jepang telah mengirim setidaknya tiga pesawat untuk menjemput puluhan warganya yang terjebak perang saudara di Sudan. Konflik di Sudan terjadi antara Sudan Defense Forces (SDF) melawan paramiliter Rapid Support Forces (RSF).

Berdasarkan laporan Kyodo News, Sabtu (22/4/2023), pesawat yang dikirim adalah milik Pasukan Bela Diri Jepang, yakni pesawat transportasi C-130. Pesawat itu berangkat dari Pangkalan Udara Komaki menuju Djibouti.

Mayoritas warga yang dijemput berada di ibu kota Khartoum.

Menteri Pertahanan Jepang Yasukazu Hamada berkata ada pesawat transportasi C-2 dan pesawat pengisi bahan bakar KC-767 yang juga diberangkatkan.

Dua pesawat itu berangkat pada hari ini menuju Djibouti, sebuah negara kecil yang berada di sisi timur Afrika.

Pesawat-pesawat Jepang itu mendarat di Djibouti tempat SDF memiliki sebuah pangkalan yang digunakan untuk melawan bajak laut di Teluk Aden.

63 warga Jepang yang akan dijemput di Sudan sudah termasuk staf kedutaan besar.

Kementerian Pertahanan Jepang menyebut telah memiliki task force yang terdiri atas 370 personel dari Pasukan Bela Diri Jepang di angkatan Darat dan Udara untuk melancarkan evakuasi di Sudan

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengaku kesulitan untuk melakukan evakuasi kepada WNI di Sudan, sebab situasi di negara itu masih berbahaya. Ada lebih dari 1.200 WNI yang berada di Sudan, kebanyakan adalah pelajar. 

Menlu Retno Marsudi ikut mendesak Dewan Keamanan PBB agar memberikan respons terhadap konflik di Sudan agar ada jeda kemanusiaan untuk melancarkan proses evakuasi.

2 dari 4 halaman

Perang Saudara Sudan Berlanjut Meski Ada Kesepakatan Gencata Senjata Saat Idul Fitri

Pertempuran sengit berlanjut di ibu kota Sudan bahkan meski tentara Sudan mengumumkan gencatan senjata, kata saksi mata penduduk setempat.

Berlanjutnya pertempuran merupakan pukulan bagi upaya internasional untuk mengakhiri hampir satu minggu konflik antara militer dan kelompok paramiliter saingan.

Sebelumnya, tentara Sudan mengatakan pada Jumat malam 21 April bahwa pihaknya menyetujui gencatan senjata tiga hari untuk memungkinkan orang merayakan hari raya Idul Fitri.

Kelompok lawan, Pasukan Pendukung Cepat (RSF) mengatakan pada hari sebelumnya telah menyetujui gencatan senjata 72 jam, juga untuk menandai Idul Fitri.

"Angkatan bersenjata berharap para pemberontak akan mematuhi semua persyaratan gencatan senjata dan menghentikan setiap gerakan militer," kata pernyataan militer.

Pengumuman tentara itu menyusul satu hari permusuhan di Khartoum dan pengerahan perdana infanteri di ibu kota sejak pertempuran dimulai Sabtu pekan lalu.

Tentara dan orang-orang bersenjata dari RSF saling menembak di lingkungan di seluruh kota, termasuk sesaat sebelum orang orang melaksanakan salat Idul Fitri.

Konflik dipicu ketidaksepakatan atas rencana yang didukung internasional untuk membentuk pemerintahan sipil baru empat tahun setelah jatuhnya mantan pemimpin Omar al-Bashir akibat protes massa, dan dua tahun setelah kudeta militer.

Kedua belah pihak menuduh yang lain menggagalkan transisi.

Kedua belah pihak juga bertempur di wilayah Darfur di barat, di mana sebagian kesepakatan damai ditandatangani pada 2020 dalam konflik panjang yang berujung pada tuduhan kejahatan perang terhadap al-Bashir.

3 dari 4 halaman

Harapan Gencatan Senjata

Penduduk di sekitar ibu kota melaporkan serangan artileri terus menerus.

Warga mengatakan ada pertempuran sengit dan konfrontasi langsung antara tentara dan RSF di bagian selatan ibu kota.

Meskipun ada upaya gencatan senjata kelima, penduduk di berbagai bagian negara itu mengatakan bentrokan terus berlanjut dan mereka yakin gencatan senjata tidak akan bertahan.

Suara tembakan terdengar tanpa jeda sepanjang hari, diselingi oleh dentuman artileri dan serangan udara. Rekaman drone menunjukkan kepulan asap di Khartoum dan kota Omdurman dan Bahri di Nil --salah satu kawasan perkotaan terbesar di Afrika.

Pertempuran itu telah menewaskan ratusan orang, terutama di Khartoum dan bagian barat Sudan. Konflik telah membuat negara terbesar ketiga di benua itu --di mana sekitar seperempat orang sudah bergantung pada bantuan pangan-- menjadi bencana kemanusiaan.

Pertempuran mempersulit orang-orang untuk meninggalkan rumah mereka dan bergabung dengan massa yang meninggalkan Khartoum.

Warga Khartoum Mohamed Saber Turaby (27) ingin mengunjungi orang tuanya 80km dari kota untuk Idul Fitri.

"Setiap kali saya mencoba keluar rumah, selalu ada bentrokan," katanya kepada kantor berita Reuters. "Ada penembakan tadi malam dan sekarang ada pasukan tentara di lapangan."

Organisasi Kesehatan Dunia mengatakan sedikitnya 413 orang tewas dan ribuan lainnya terluka, dengan rumah sakit diserang dan hingga 20.000 orang melarikan diri ke negara tetangga Chad.

“Semakin banyak orang yang kehabisan makanan, air, dan listrik, termasuk di Khartoum,” kata kantor kemanusiaan PBB.

4 dari 4 halaman

1.262 Pelajar Nigeria Minta Evakuasi dari Sudan Akibat Perang Saudara

Sebanyak 1.262 pelajar Nigeria meminta pemerintah agar dievakuasi dari Republik Sudan yang situasinya sedang mencekam. Militer Sudan sedang berkonflik melawan grup paramiliter Rapid Support Forces (RSF).

Lebih dari 300 orang dilaporkan meninggal akibat perang saudara yang terjadi di Sudan.

Dilaporkan media Nigeria, The Punch, Jumat (21/4/2023), Sekjen Asosiasi Nasional Pelajar Nigeria di Sudan, Adam Mohammed, berkata banyak pelajar yang sudah kehabisan makanan.

Adam juga menyorot bahwa beberapa negara asing seperti Jepang, Uganda, dan Tanzania telah memulai melakukan evakuasi sejak konflik pecah pada 8 April 2023.

Sejauh ini, tidak ada pelajar Nigeria yang terluka, tetapi mereka kekurangan makanan, listrik tidak memadai, serta kerap ada blackout di sistem komunikasi. Adam berkata pihak Kedutaan Besar Nigeria di Sudan telah berbicara dengan pemerintah Sudan untuk persiapan evakuasi.

"Pemerintah Nigeria akan mengirim beberapa pesawat untuk mengevakuasi pelajar-pelajar Nigeria di Sudan," ujar Adam.

"Saat ini, tidak ada pelajar Nigeria di Sudan yang terluka karena mereka semua berada di indoor dan mereka semua bekerja sama dengan kami. Sejauh ini, tak ada lampu, jaringan buruk, dan beberapa pelajar mengeluhkan karena mereka tidak bisa pergi dan menyetok makanan," Adam menambahkan.

Jumlah 1.262 pelajar Nigeria itu merupakan yang sudah mengisi formulir untuk evakuasi.

Seorang pelajar Nigeria di Khartoum, Abdullah Zakari, berkata suara tembakan yang terdengar membuat para pelajar ketakutan. Makanan pun sulit didapat karena pasar tutup.

"Kami menderita di sini. Setiap saat, kami mendengar suara tembakan. Saya merasa tidak aman karena tembak-menembak telah terjadi selama lebih dari sepekan," ujarnya.