Sukses

Perang Saudara Sudan: Khartoum Sunyi Senyap Usai SAF dan RSF Berlakukan Gencatan Senjata Selama 72 Jam

Ibu kota Sudan seketika sunyi senyap usai dimulainya gencatan senjata selama 72 jam sejak Senin (24/4) malam.

Liputan6.com, Khartoum - Ibu kota Sudan seketika sunyi senyap usai dimulainya gencatan senjata selama 72 jam sejak Senin (24/4) malam.

Keadaan tenang terpantau di ibu kota Sudan, Khartoum. Gencatan senjata ini dimulainya dilakukan antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter, dikutip dari laman BBC, Selasa (25/4/2023).

TV Al-Arabiya Saudi pada Selasa pagi mengatakan, gencatan senjata telah berlangsung sejauh ini dan "tidak ada keluhan pelanggaran".

Tidak ada laporan tentang suara tembakan dan jalan-jalan di Khartoum sebagian besar kosong.

Tujuh orang dilaporkan tewas dalam serangan udara di selatan ibu kota, menjelang pengumuman gencatan senjata.

Saksi mata mengatakan kepada situs berita Darfu24 bahwa puluhan orang terluka akibat pesawat militer yang menargetkan daerah pemukiman di lingkungan Kalakla.

Dewan Keamanan PBB telah merencanakan pertemuan pada Selasa (25/4) untuk membahas konflik Sudan karena pemerintah asing terus menerbangkan warganya ke luar negeri.

Penyebab Konflik Sudan yang Kini Tewaskan Lebih dari 400 Warga Sipil

Dikutip dari laman BBC, penyebab konflik Sudan bermula ketika negara tersebut dilanda kudeta tahun 2021. Sejak itu, Sudan dijalankan oleh dewan jenderal, yang dipimpin oleh dua orang petinggi militer, yang kemudian menjadi cikal bakal perselisihan ini.

Mereka adalah Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, kepala angkatan bersenjata dan presiden negara itu dan wakilnya serta pemimpin RSF, Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo, lebih dikenal dengan nama Hemedti.

Masalah utama adalah rencana untuk memasukkan sekitar 100.000 Rapid Support Forces (RSF) ke dalam tubuh tentara, dan siapa yang kemudian akan memimpin pasukan baru tersebut.

2 dari 4 halaman

Mengapa dan Kapan Perang di Sudan Pecah?

Aksi penembakan menjadi pemicu konflik Sudan, tepatnya pada tanggal 15 April setelah ketegangan berhari-hari terjadi.

Kala itu, anggota RSF ditempatkan kembali di seluruh negeri dalam suatu tindakan yang dianggap oleh tentara negara sebagai bentuk ancaman.

Ada harapan bahwa pembicaraan dapat menyelesaikan situasi tetapi ini tidak pernah terjadi.

Masih diperdebatkan siapa yang melepaskan tembakan pertama tetapi pertempuran dengan cepat meningkat di berbagai bagian negara. Akibatnya, lebih dari 400 warga sipil tewas, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

3 dari 4 halaman

Mengapa Warga Sipil Terjebak?

Meskipun konflik tampaknya berada di bawah kendali instalasi, namun hal ini banyak menimbulkan efek besar, terutama di daerah perkotaan. Bahkan, warga sipil menjadi korban.

Tidak jelas di mana pangkalan RSF berada, tetapi anggota mereka kerap pindah ke daerah padat penduduk.

Angkatan udara Sudan telah melakukan serangan udara di ibu kota, sebuah kota berpenduduk lebih dari enam juta orang, yang kemungkinan besar telah menyebabkan korban sipil.

Beberapa gencatan senjata telah diumumkan untuk memungkinkan orang-orang melarikan diri dari pertempuran tetapi hal ini belum dipatuhi.

4 dari 4 halaman

Warga Diminta Tetap Berada di Rumah

Sejak kekerasan dimulai, penduduk di ibu kota Khartoum telah diminta untuk tetap tinggal di rumah. Namun, persediaan makanan dan minuman dilaporkan semakin menipis.

Pengeboman telah menghantam sejumlah infrastruktur utama seperti pipa air. Dan hal itu disebut membuat orang-orang terpaksa mengonsumi air dari Sungai Nil.

Ada harapan bahwa gencatan senjata memungkinkan warga sipil meninggalkan arena konflik dan memungkinkan pemerintah asing melakukan evakuasi lanjutan.

Sebelumnya pada Senin, Menlu Blinken mengungkapkan bahwa sejumlah konvoi yang terlibat dalam proses evakuasi telah mengalami perampokan dan penjarahan.