Liputan6.com, Jeddah - Pangkalan Angkatan Laut Raja Faisal di Jeddah menerima evakuasi terbesar dari Sudan.
Kerajaan Arab Saudi menyambut kapal yang membawa para warga asing dari Sudan. Totalnya, ada 1.678 WNA yang tiba di Jeddah pada Rabu pagi (26/4/2023). Banyak pula warga tersebut yang merupakan WNI.
Baca Juga
Dilaporkan Arab News, mereka tiba di King Faisal Naval Base sebelum pukul 05.00 pagi waktu setempat.
Advertisement
Mereka adalah 46 warga Amerika, 40 orang Inggris, 11 orang Jerman, 4 orang Prancis, 560 orang Indonesia, 239 orang Yaman, 198 orang Sudan, dan 26 warga Turki.
Para WNA itu naik kapal Amana yang berbendera Arab Saudi.
Begitu turun dari Amana, para WNA itu disambut pejabat pangkalan militer tersebut, serta perwakilan diplomatik dari berbagai negara.
Pada Sabtu (22/4), Arab Saudi juga telah menerima 150 orang yang evakuasi dari Sudan melalui jalur udara dan air.
Pada Senin 24 April, ada pesawat militer C-13 Hercules yang membawa warga sipil Korea Selatan. Pada hari yang sama, ada perahu yang membawa hampir 200 WNA dari 14 negara yang tiba di Arab Saudi dari Pelabuhan Sudan.
Saat ini, paramiliter Rapid Support Forces (RSF) setuju melakukan gencatan senjata selama tiga hari.
Dr. Abdulaziz Alwasil, Perwakilan Tetap Arab Saudi di PBB, sempat menekankan agar gencatan senjata di Sudan bisa dilanjutkan. Di Dewan Keamanan PBB, Alwasil juga menyebut bekerja dengan semua mitra-mitranya untuk menjaga situasi gencatan senjata Sudan tetap stabil, serta mengapresiasi pihak-pihak di Sudan yang memfasilitasi evakuasi rakyat sipil.
India Evakuasi 3 Ribu Lebih Warganya dari Sudan, Pakai Kapal dan Pesawat
Sebelumnya dilaporkan, India sudah memulai operasi evakuasi warga negaranya dari Sudan yang dilanda konflik. Hal ini disampaikan oleh Menteri Luar Negeri S. Jaishankar.
Menurut informasi ada lebih dari 3.000 orang India terjebak di sejumlah Sudan, termasuk ibu kota Khartoum dan di provinsi seperti Darfur, dikutip dari laman thehindu.com, Rabu (26/4/2023).
“Operasi bernama Kaveri ini sedang berlangsung untuk membawa kembali warga kami yang terdampar di Sudan. Sekitar 500 orang India telah mencapai Port Sudan. Kapal dan pesawat kami siap untuk membawa mereka pulang. Berkomitmen untuk membantu semua saudara kita di Sudan,” kata Jaishankar dalam sebuah pengumuman.
India sebelumnya telah menempatkan dua pesawat angkut berat C-130J di Jeddah dan mengirim INS Sumedha di Port Said untuk operasi tersebut.
Evakuasi ini sangat mendesak mengingat kerusakan total layanan penting di Sudan yang mengalami kekurangan makanan, air, dan listrik terhenti.
Dalam sebuah pesan, Perdana Menteri Narendra Modi mengatakan bahwa operasi evakuasi warga India diawasi oleh Menteri Luar Negeri V. Muraleedharan.
“Akibat perang sipil di Sudan, banyak warga kami yang terjebak di sana. Oleh karena itu, kami telah memulai Operasi Kaveri untuk menyelamatkan warga kami,” kata PM Modi.
Pertempuran di Sudan juga terjadi di kawasan Kedutaan Besar India di Khartoum dan memaksa para diplomat untuk bekerja dari jarak jauh.
Meski demikian, mereka tetap berhubungan dengan anggota komunitas India yang terdampak perang. Kedutaan Besar India juga terus melakukan kontak dengan semua pihak dalam konflik dan mendesak mereka untuk melakukan gencatan senjata untuk memastikan evakuasi secara cepat.
Advertisement
Moody's: Perang di Sudan Bisa Ikut Korbankan Ekonomi Negara Tetangga
Konflik di Sudan terus menuai perhatian masyarakat dunia. Bahkan perang di negara ini dikhawatirkan dapat menimbulkan risiko kredit negatif bagi negara tetangganya dan bank pembangunan multilateral (MDB).
Prediksi dampak Perang Sudan diungkapkan oleh layanan investor dari lembaga pemeringkat asal Amerika Serikat, Moody's Investors Service.
Mengutip Arab News, Rabu (26/4/2023) Moody's mengingatkan bahwa perang Sudan akan menimbulkan konsekuensi ekonomi yang besar di kawasan Afrika, termasuk dampak negatif pada pinjaman secara keseluruhan.
"Jika konflik berubah menjadi perang saudara yang berkepanjangan, penghancuran infrastruktur sosial dan fisik akan memiliki konsekuensi ekonomi yang bertahan lama, membebani kualitas aset MDB di Sudan, bersama dengan pinjaman dan likuiditas bermasalah secara keseluruhan," kata Moody's dalam sebuah catatan yang dirilis pada Senin (24/4).
Diketahui bahwa pada 15 April lalu, terjadi konflik antara konflik antara militer dan pasukan paramiliter di Khartoum, ibu kota Sudan.
"Pertempuran telah menyebabkan kerusakan signifikan pada infrastruktur utama di Khartoum, seperti bandara internasional, rumah sakit, dan sekolah, dan telah memaksa sebagian besar kegiatan ekonomi dan bisnis pemerintah terhenti karena warga sipil berlindung di rumah mereka," tambah Moody's.
Selain itu, Moody's juga menyoroti kemungkinan konflik meluas ke negara-negara tetangga, memicu kekhawatiran kualitas aset yang lebih luas untuk MDB dengan konsentrasi pinjaman yang lebih tinggi di Chad, Sudan Selatan, Ethiopia, dan Mesir.
Lembaga pemeringkat itu mengungkapkan, Trade and Development Bank memiliki pinjaman senilai USD 931 juta di Sudan pada akhir Desember 2022, dan 95 persen dari eksposur ini adalah dalam bentuk fasilitas pembiayaan perdagangan yang sebelumnya digunakan untuk mendanai impor bahan makanan dan bahan bakar.
TNI Kirim Prajurit ke Sudan Pastikan Evakuasi WNI Berjalan Lancar
TNI mengirim sejumlah prajuritnya yang berasal dari pasukan elite Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) guna memastikan proses evakuasi WNI dari Sudan ke Indonesia berjalan lancar.
Diketahui, saat ini, Sudan tengah mengalami konflik perang saudara yang memanas antara Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) dan Kelompok Paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF).
Adapun sekitar 15 prajurit TNI dari Kopasgat tersebut tergabung dalam tim evakuasi WNI di Sudan untuk menjaga proses evakuasi. Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono menjelaskan. penjagaan tersebut dilakukan karena adanya serangan ketika masa jeda.
"Karena itu (konflik di Sudan) sesama militer dan paramiliter sangat besar potensinya (ancaman terhadap keselamatan), tetapi kemarin ada jeda kemanusian, istilahnya gencatan senjata untuk memberi ruang bagi WNA (warga negara asing di Sudan) dievakuasi. Kemarin ada informasi, saat jeda itu ada serangan lagi, makannya kami mengirim tim Kopasgat yang nantinya mengamankan bandara tempat evakuasi,” ujarnya mengutip dari Antara, Selasa (25/4/2023).
Yudo mengatakan, meskipun saat ini potensi ancaman ketika proses evakuasi masih bisa terjadi, tetapi pihaknya belum ada rencana menambah pasukan. Terutama untuk prajurit TNI yang kini bertugas bersama pasukan perdamaian PBB di negara-negara sekitar Sudan.
Selain itu, pihaknya juga tidak ingin mencampuri urusan dalam negeri yang ada di Sudan kecuali jika WNI terancam. Serta, masih akan terus melakukan monitor untuk kegiatan evakuasi tersebut.
"Sementara ini belum. Kami tidak mau mencampuri urusan dalam negeri mereka, kecuali kalau betul-betul terancam WNI. Nanti akan ada perintah lebih lanjut. Kami juga akan monitor kegiatan (evakuasi) ini," ucap Yudo.
Advertisement