Liputan6.com, Beijing - Presiden China Xi Jinping melakukan percakapan via telepon untuk pertama kalinya dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky pada Rabu (26/4/2023), pasca invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022. Dalam kesempatan itu, Xi Jinping mengatakan, China akan mengirim utusan perdamaian ke Ukraina dan sejumlah negara lain.
"China akan mengirimkan perwakilan khusus pemerintah untuk urusan Eurasia ke Ukraina dan sejumlah negara lain dalam rangka melakukan komunikasi mendalam dengan semua pihak mengenai penyelesaian politik krisis Ukraina," sebut pernyataan pemerintah China yang dilansir AP, Kamis (27/4).
Baca Juga
Pernyataan pemerintah China sama sekali tidak menyinggung Rusia atau invasi Rusia ke Ukraina.
Advertisement
China telah mencoba tampil netral dalam perang Ukraina, namun sebelum invasi, Beijing dan Moskow telah mendeklarasikan persahabatan tanpa batas.
Pada Februari 2023, China merilis proposal perdamaian atas perang Ukraina, menyerukan gencatan senjata dan dialog.
"Negosiasi adalah satu-satunya jalan keluar yang layak," sebut media China terkait pembicaraan Xi Jinping dengan Zelensky. "Tidak ada pemenang dalam perang nuklir. Semua pihak yang berkepentingan harus tetap tenang dan menahan diri dalam menangani masalah nuklir dan benar-benar melihat masa depan, baik nasib mereka sendiri, maupun umat manusia secara keseluruhan serta bekerja sama untuk mengelola krisis."
Panjang dan Bermakna
Pada sisi Ukraina, Zelensky menggarisbawahi bahwa pembicaraannya selama satu jam dengan Presiden Xi Jinping panjang dan bermakna.
"Saya meyakini bahwa telepon ini, serta penunjukan duta besar Ukraina untuk China akan memberikan dorongan yang kuat dalam pengembangan hubungan bilateral kami," tulis Zelensky di Facebook.
Zelensky juga menggambarkan percakapannya dengan Xi Jinping produktif dan mengarah ke kemungkinan interaksi dengan tujuan membangun perdamaian yang adil dan berkelanjutan bagi Ukraina.
Bagaimanapun, Zelensky menekankan perlunya merebut kembali semua tanah Ukraina. Dia menegaskan, "Tidak akan ada perdamaian dengan mengorbankan kompromi teritorial."
Kementerian Luar Negeri China mengungkapkan bahwa sikap inti Beijing adalah memfasilitas pembicaraan damai.
"Saling menghormati kedaulatan dan integritas teritorial adalah landasan politik hubungan China-Ukraina," sebut pernyataan Kementerian Luar Negeri China. "Kesiapan China untuk mengembangkan hubungan dengan Ukraina konsisten dan jelas. Tidak peduli bagaimana situasi internasional berkembang, China akan bekerja dengan Ukraina untuk memajukan kerja sama yang saling menguntungkan."
Advertisement
Respons Rusia dan Amerika Serikat
Di Moskow, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova memuji kesiapan China untuk berusaha membangun proses negosiasi.
Sementara itu, Gedung Putih menggambarkan pembicaraan Xi Jinping dan Zelensky sebagai perkembangan positif yang memungkinkan China mendengar pandangan Ukraina tentang invasi ilegal dan tidak beralasan.
"Kami pikir itu hal yang baik," kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirby.
Meski demikian, analis skeptis tentang prospek perdamaian.
"Pembicaraan telepon itu menyeimbangkan dialog China dengan Rusia dengan menunjukkan bahwa kepemimpinan Ukraina diakui dan bahwa Ukraina adalah entitas yang penting," kata profesor ilmu politik Kimberly Marten dari Barnard College di Universitas Columbia di New York.
Tapi, dia menambahkan, "Ini (China) pro-Rusia. Saya tidak meyakini bahwa ini sangat penting untuk mengakhiri perang."
Kimberly mencatat bahwa China sejauh ini tidak meminta Rusia untuk meninggalkan daerah yang diduduki atau mencap Rusia sebagai agresor dan menyebut situasi di Ukraina sebagai krisis, bukan perang.
Elizabeth Wishnick, dari think tank CNA yang berbasis di Amerika Serikat dan Weatherhead East Asian Institute dari Universitas Columbia melontarkan pernyataan senada.
"China sama sekali tidak menyebutkan soal penarikan pasukan Rusia, di mana hal itu menurut saya, membuat inisiatif ini kurang serius dan tidak mungkin berkontribusi besar untuk mengakhiri perang, yang kemungkinan besar akan diputuskan di medan perang," tutur Wishnick.