Liputan6.com, Bangkok - Calon perdana menteri (PM) terdepan dalam pemilu Thailand yang akan datang, Paetongtarn Shinawatra, melahirkan seorang putra pada Senin (1/5/2023). Momen ini terjadi tepat dua pekan sebelum pemungutan suara berlangsung pada 14 Mei.
Paetongtarn Shinawatra adalah anak dari Thaksin Shinawatra dan keponakan dari Yingluck Shinawatra, keduanya merupakan mantan dari PM Thailand. Perempuan usia 36 tahun itu membagikan foto dirinya bersama sang buah hati dan suami via Instagram.
Baca Juga
ÂÂÂView this post on Instagram
"Halo. Nama saya Phrithasin Suksawat. Panggilannya Thasin," tulis Paetongtarn Shinawatra.
Advertisement
Dalam keterangan foto disebutkan bahwa Paetongtarn Shinawatra akan segera menggelar jumpa pers dalam beberapa hari mendatang.
Pemungutan suara dalam pemilu Thailand dibingkai sebagai persaingan antara Paetongtarn Shinawatra, yang keluarga miliardernya mendominasi partai oposisi terbesar, Pheu Thai, dan PM petahana Prayut Chan-o-cha.
Prayut Chan-o-cha adalah mantan panglima militer yang pada tahun 2014 merebut kekuasaan dari pemerintahan Pheu Thai setelah Yingluck Shinawatra dicopot dari kekuasaan melalui putusan pengadilan yang kontroversial.
Thaksin Shinawatra juga digulingkan dari kekuasaan oleh kudeta militer pada tahun 2006 dan dituduh melakukan korupsi. Terancam dipenjara, Thaksin Shinawatra melarikan diri ke Dubai, Uni Emirat Arab.
Melalui sebuah twit pada Senin, Thaksi mengatakan dia senang dengan kelahiran cucu ketujuhnya tersebut.
Paling Populer
Jajak pendapat pra-pemilu yang dilakukan dengan 2.000 peserta oleh Institut Administrasi Pembangunan Nasional (NIDA) menunjukkan dukungan kuat bagi Paetongtarn Shinawatra, di mana dia menerima lebih dari dua kali lipat dukungan dibanding para pesaingnya Prayut Chan-o-cha dan Pita Limjaroenrat dari Partai Melangkah Maju yang progresif.
Pemungutan suara mendatang akan menjadi yang pertama di Thailand sejak protes massa pro-demokrasi yang dipimpin para pemuda pada 2020 membuat tuntutan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu mengekang kekuasaan monarki dan militer.
Di Thailand, di mana monarki sangat dihormati dan menghina raja adalah kejahatan yang dapat dihukum bertahun-tahun penjara, seruan seperti itu melanggar tabu yang telah lama dipegang dan mengguncang kemapanan.
Partai Pheu Thai sendiri dinilai menghadapi kendala yang lebih besar daripada sekadar meraih suara terbanyak dari publik, yaitu mempertahankan kekuasaan karena militer menggunakan pengaruhnya – baik melalui kudeta atau cara lain.
Pemilu tahun ini akan memiliki sekitar 52 juta pemilih yang berhak memilih 500 anggota majelis rendah dalam sistem bikameral Thailand. Tetapi di bawah konstitusi yang dirancang oleh militer setelah kudeta terakhir, senat dengan 250 kursi – yang dipadati dengan sekutu militer – juga dapat memengaruhi siapa yang menjadi perdana menteri berikutnya.
Advertisement