Sukses

Warga Palestina Khader Adnan Meninggal di Penjara Israel Setelah Mogok Makan 87 Hari

Khader Adnan ditemukan tidak sadarkan di selnya pada Selasa (2/5/2023) pagi dan dipindahkan ke rumah sakit tempat dia kemudian dinyatakan meninggal.

Liputan6.com, Tel Aviv - Warga Palestina bernama, Khader Adnan, meninggal di penjara Israel setelah mogok makan selama 87 hari. Kabar tersebut diumumkan oleh otoritas penjara Israel.

Layanan penjara Israel mengatakan, Adnan didakwa dengan keterlibatan dalam kegiatan teroris. Dia ditemukan tidak sadarkan di selnya pada Selasa (2/5/2023) pagi dan dipindahkan ke rumah sakit tempat dia kemudian dinyatakan meninggal.

Adnan disebut telah menolak perawatan medis, sementara proses hukumnya tetap berlanjut.

Merespons kepergian Adnan, gerakan Jihad Islam Palestina mengatakan seperti dilansir The Guardian, Selasa, "Perjuangan kami terus berlanjut dan musuh akan menyadari sekali lagi bahwa kejahatannya tidak akan berlalu tanpa respons. Perlawanan akan berlanjut dengan segala kekuatan dan tekad."

Tidak lama setelah itu, sirene berbunyi di perbatasan Gaza-Israel, membuat penduduk berlarian mencari perlindungan. Militer Israel mengonfirmasi bahwa tiga roket yang ditembakkan dari Jalur Gaza menuju wilayah Israel jatuh di area terbuka.

2 dari 2 halaman

Berafiliasi dengan Jihad Islam Palestina

Adnan, yang berafiliasi dengan kelompok Jihad Islam militan Palestina, telah melakukan lima aksi mogok makan sejak tahun 2004, termasuk mogok 55 hari pada tahun 2015 untuk memprotes penangkapannya di bawah apa yang disebut penahanan administratif, di mana tersangka ditahan tanpa batas waktu tanpa dakwaan atau persidangan.

Menurut Asosiasi Tahanan Palestina, Adnan telah ditahan oleh Israel sebanyak 12 kali. Dia menghabiskan sekitar delapan tahun di penjara, sebagian besar di bawah penahanan administratif.

Menurut kelompok HAM Israel HaMoked, Israel saat ini menahan lebih dari 1.000 tahanan Palestina tanpa dakwaan atau pengadilan. Itu merupakan jumlah tertinggi sejak tahun 2003.

Israel mengatakan, taktik penahanan kontroversial itu membantu pihak berwenang menggagalkan serangan dan menahan militan berbahaya tanpa membocorkan materi yang memberatkan demi alasan keamanan.

Sementara itu, Palestina dan kelompok-kelompok hak asasi menggarisbawahi bahwa sistem itu disalahgunakan secara luas dan menolak proses hukum, dengan sifat rahasia dari bukti yang membuat tahanan administratif atau pengacara mereka tidak mungkin mengajukan pembelaan.

Video Terkini