Sukses

Rusia Ancam Singkirkan Presiden Zelensky, Ukraina: Tong Kosong Nyaring Bunyinya

Pejabat tinggi Rusia, Dmitry Medvedev, mengancam untuk menyingkirkan Volodymyr Zelensky usai serangan drone ke Vladimir Putin. Ukraina cuek.

Liputan6.com, Kyiv - Konflik Rusia dan Ukraina masuk ke babak baru setelah adanya serangan drone di Moskow. Pihak pemerintah Rusia menuduh serangan itu adalah upaya untuk membunuh Presiden Rusia Vladimir Putin

Serangan drone itu sangat mengejutkan karena bisa mencapai pusat pemerintahan Rusia. Pihak Ukraina membantah berada di balik serangan tersebut.

Namun, mantan presiden Rusia Dmitry Medvedev mengirim ancaman keras ke Ukraina bahwa Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky harus disingkirkan. Saat ini, Medvedev menjabat wakil ketua Dewan Keamanan Rusia.

Ancaman itu dijawab oleh pihak Ukraina sebagai "tong kosong" belaka. 

Ada ucapan Finlandia yang brilian terhadap adanya pernyataan ancaman oleh warga tipikal Rusia Medvedev, terutama tentang kehancuran fisik: Tyhjät tynnyrit kolisevat eniten (terjemahannya - sebuah tong kosong lebih nyaring bunyinya)," ujar penasihat kepala Kantor Kepresidenan Ukraina, Mykhailo Podolyak, dikutip media pemerintah Ukraina Ukrinform, Kamis (4/5/2023).

Rusia Mencari Cara Membalas

Di lain pihak, Kremlin mengaku masih mencari cara untuk membalas serangan yang terjadi. Juru bicara pemerintah Rusia Dmitry Peskov menyebut ada banyak yang dipertimbangkan, meski dia tak mau mengungkapnya.

Namun, ia berkata langkah yang akan diambil Rusia akan sesuai "kepentingan-kepentingan negara".

False Flag?

Media Amerika Serikat, CNN, menyorot teori false flag (bendera palsu). Taktik itu dipakai ketika serangan yang dilakukan ternyata dilakukan oleh korban sendiri. 

"Dalam sejarahnya, Rusia, dan Uni Soviet sebelumnya, telah menggunakan operasi 'false flag', melakukan aksi-aksi agresif sembari menyalahkan musuh. Tetapi selama lebih dari setahun rezim Putin telah menyalahkan Ukraina, NATO, dan Amerika Serikat atas perang di Ukraina," tulis CNN.

2 dari 3 halaman

Dua Serangan Drone

Sebelumnya dilaporkan, Rusia menuduh Ukraina mencoba melakukan serangan pesawat tak berawak ke Kremlin dengan tujuan membunuh Presiden Vladimir Putin.

Ini dianggap sebagai tuduhan paling keras yang pernah dilontarkan Moskow terhadap Kyiv sejak perang terhadap tetangganya dimulai. 

Dikutip dari laman Al Jazeera, Kamis (4/5/2023) tuduhan itu dibuat oleh pemerintah Rusia dan dilaporkan oleh beberapa kantor berita negara.

Putin tidak berada di gedung pada saat itu dan tidak ada kerusakan material di Kremlin, kata pejabat Rusia.

“Kremlin menilai tindakan ini sebagai upaya teroris yang direncanakan dan upaya pembunuhan terhadap presiden pada malam Hari Kemenangan atau Parade 9 Mei,” lapor outlet berita negara RIA.

Kantor berita itu juga menambahkan bahwa Putin tidak mengubah jadwalnya dan bekerja di kediaman Novo-Ogaryovo di luar Moskow.

Moskow telah berjanji pawai akan terus berlanjut, di tengah seruan untuk reaksi keras terhadap Ukraina.

Komite Investigasi Rusia, yang menyelidiki kejahatan besar mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pihaknya telah membuka "kasus pidana terorisme."

3 dari 3 halaman

AS Klaim 100.000 Lebih Pasukan Rusia Jadi Korban Perang

Amerika Serikat (AS) meyakini bahwa lebih dari 20.000 pasukan Rusia tewas selama perang Ukraina dalam lima bulan terakhir.

"Sebanyak 80.000 lainnya terluka," ujar juru bicara Dewan Keamanan Nasional John Kirby mengutip intelijen seperti dilansir BBC.

Menurut AS, separuh dari korban tewas berasal dari kompi tentara bayaran Wagner, yang menyerang Kota Bakhmut.

Rusia telah mencoba merebut Bakhmut sejak tahun lalu melalui perang gesekan yang sengit. Pertempuran untuk sebuah kota kecil, di mana tersisa beberapa ribu warga sipil, disebut telah menjadi sangat penting secara simbolis bagi kedua belah pihak.

Pejabat Ukraina mengatakan bahwa mereka menggunakan pertempuran di Bakhmut untuk membunuh sebanyak mungkin pasukan Rusia dan menghabiskan cadangannya. Namun, sejauh ini, Ukraina dilaporkan hanya menguasai sebagian kecil kota itu.

"Upaya serangan Rusia di Donbas yang sebagian besar melalui Bakhmut telah gagal," klaim Kirby. "Rusia tidak dapat merebut wilayah strategis dan signifikan."

"Kami memperkirakan Rusia telah menderita lebih dari 100.000 korban, termasuk lebih dari 20.000 yang tewas."

Korban di Bakhmut, sebut AS, telah menyumbang kerugian bagi Rusia sejak awal Desember.

"Intinya adalah upaya ofensif Rusia telah menjadi bumerang pasca pertempuran berbulan-bulan dan kerugian luar biasa," beber Kirby.

Alasan Kirby tidak mengungkapkan perkiraan jumlah korban di Ukraina adalah, "Karena mereka korban di sini. Rusia adalah agresor."

Rusia sejauh ini belum memberikan komentarnya terkait pernyataan Kirby.