Liputan6.com, London - Salah seorang Warga Negara Indonesia (WNI), Muhammad Syaeful Mujab menyaksikan langsung bagaimana antusiasme warga Inggris dalam menyambut penobatan Raja Charles III dan Ratu Camilla pada Sabtu, 6 Mei 2023.
Mujab sudah tiba di dekat Istana Buckingham pada pukul 05.00 pagi waktu setempat, sayangnya ia kesulitan mendapatkan tempat terdepan karena sudah ramai oleh orang-orang. Meskipun begitu, ia mengatakan tetap bisa merasakan gelora semangat warga yang hadir di sana.
Baca Juga
"Sudah banyak orang yang bertenda berhari-hari supaya bisa mendapatkan spot terbaik," kata Mujab dalam siaran langsung "Penobatan Raja Charles III" oleh Liputan6 SCTV, Sabtu (6/5/2023).
Advertisement
Suasana itu dibenarkan juga oleh Gatot Subroto, seorang WNI yang sedang menempuh gelar Doktor di London, Inggris. Ia mengatakan telah mengunjungi Istana Buckingham sebelum hari penobatan Raja Charles III, untuk mengintip persiapan untuk prosesi krusial kerajaan Inggris tersebut.Â
Bahkan beberapa hari jelang penobatan raja, kerumunan besar orang dan penggemar kerajaan telah berkemah di sepanjang rute perjalanan Raja Charles IIIÂ dan Ratu Camilla, kata Gatot. Hal itu demi mendapatkan spot terbaik untuk melihat anggota keluarga kerajaan.Â
Gatot juga bercerita, euforia penobatan raja tidak hanya terasa di kota-kota besar seperti London, tetapi di kota-kota pinggiran atau kecil juga turut memeriahkan kenaikan takhtanya Raja Charles III. Oleh sebab itu, Inggris telah menetapkan 8 Mei 2023 sebagai hari libur nasional menyusul pelantikan Raja Charles III. Libur nasional itu nama lainnya bank holiday, kata Gatot.
"Orang-orang gunakan untuk pesta raya. Pub penuh, mereka akan minum, berkumpul bersama keluarga. Benar-benar suatu perayaan nasional yang sangat meriah," ucapnya.
"Sepertinya rakyat mengharapkan era baru, menyambut raja baru ini dan membawa harapan besar untuk Inggris."
Â
Â
Dipenuhi dengan Era Elizabethan, Menjadi Tantangan Raja Charles III
"Kita sudah terbiasa di bawah pimpinan Ratu Elizabeth," ujar Gatot.
Hal itu dikenal dengan Era Elizabethan. Gatot mengatakan bahwa masyarakat Inggris lebih mengenal periode kepemimpinan seperti Ratu Elizabeth I dan Ratu Elizabeth II.Â
Naik takhta pada 1952 dan meninggal pada 2022, masyarakat Inggris akan sulit melupakan citra Ratu Elizabeth II yang telah memimpin monarki selama tujuh dekade.
"Ini menjadi PR tersendiri buat Raja Charles untuk bagaimana mengambil hati para Elizabethan ini dan beralih dari masa nostalgia kejayaan Baginda Ratu Elizabeth," kata Gatot.
Melanjutkan tradisi yang hampir tidak pernah berubah sejak upacara pertama, acara penobatan Raja Charles III dibagi ke dalam enam bagian, yaitu pengakuan, pengucapan sumpah, pengurapan, pentahbisan (termasuk pemahkotaan), penobatan, dan penghormatan.Â
Henny Saptatia, seorang pengamat Eropa dari Universitas Indonesia, menjelaskan bahwa penobatan Raja Charles III ini harus ada jeda satu tahun setelah meninggalnya Ratu Elizabeth II.
"Ketika Ratu Elizabeth mangkat, itu menjadi tahun kedukaan. Sementara kalau Raja naik takhta, itu adalah ekspresi kegembiraan untuk seluruh bangsa."
"Maka tidak pantas untuk koronasi atau penobatan dilakukan di tahun yang sama."
Advertisement
Penobatan Raja Charles III Telan Biaya Rp 1,8 Triliun, Lebih Sederhana Dibanding Ratu Elizabeth II
Dengan perhatian dunia tengah tertuju pada Inggris karena penobatan Raja Charles III di Gereja Westminster Abbey, London, Inggris, banyak yang penasaran dengan biaya prosesinya.
Dikutip dari CNBC, Sabtu (6/5/2023), jutaan orang diharapkan mengikuti peristiwa bersejarah ini. Tentu saja hal ini bertentangan dengan latar belakang ekonomi Inggris yang menantang.
Banyak pengamat ekonomi mempertanyakan validitas peristiwa tersebut karena negara tersebut sedang menghadapi krisis biaya hidup terburuk dalam satu generasi.
Dengan upacara yang lebih pendek, lebih kecil, lebih murah, dan lebih representatif, ini merupakan bagian dari rencana yang lebih luas untuk monarki yang lebih ramping.
Upacara di Westminster Abbey, misalnya, hanya dihadiri oleh sekitar 2.000 tamu VIP. Sekitar seperempat dari jumlah yang hadir pada penobatan mendiang ratu. Prosesnya akan berlangsung sekitar satu jam, bukan beberapa jam.
Namun, biaya untuk prosesi akhir pekan ini yang meliputi prosesi Raja dan konser bertabur bintang di Windsor Gardens, diperkirakan mencapai antara 50 juta euro hingga 100 juta euro atau sekitar US$63 juta hingga US$125 juta. Angka ini menurut perkiraan yang ditulis oleh BBC yang bukan dari sumber resmi.
Jika dikonversikan ke dalam rupiah, biaya yang dihabiskan tersebut mencapai Rp1,8 triliun dengan estimasi kurs 14.647 per dolar AS.
Raja Dioles Minyak Suci, Prosesi Sakral Penobatan Charles III yang Tak Disiarkan ke Publik
Untuk semua kamera televisi, fotografer, dan banyak orang, ada satu momen dalam penobatan Raja Charles III yang tidak akan disiarkan ke seluruh dunia.
Prosesi yang dianggap sakral itu adalah ketika raja dibalur atau diolesi dengan minyak suci oleh Uskup Agung Canterbury, Justin Welby, dikutip dari CNN (6/5/2023).
Sebab, itu dianggap sebagai bagian paling sakral dari kebaktian dan tidak disiarkan di televisi pada 1953.
Pada Sabtu, 6 Mei 2023, momen tersebut dilindungi oleh tirai layar bersulam, yang dirancang oleh ikonografer Aidan Hart dan dibuat melalui sulaman tangan dan digital, dikelola oleh Royal School of Needlework, sekolah menjahit kain kerajaan.
Welby menulis dalam program cinderamata resmi bahwa momen itu adalah "simbol ditugaskan oleh orang-orang untuk tugas khusus yang membutuhkan bantuan Tuhan."
Ia menambahkan, "Ini adalah momen ketika Raja diasingkan untuk melayani: melayani rakyat negara ini, dan melayani Tuhan."
Di balik layar tiga sisi itu, Uskup Westminster menuangkan minyak suci dari Ampulla, sebuah labu atau tabung emas berbentuk elang, ke Sendok Penobatan berlapis emas perak sebelum Uskup Agung Canterbury membalur Charles di tangan, dada, dan kepalanya.
Seperti semua hal lain dalam penobatan, layarnya sendiri sarat dengan simbolisme. Desain utamanya berbentuk pohon, menampilkan nama semua 56 negara Persemakmuran pada daunnya, dengan sandi Raja di dasar pohon "mewakili Penguasa sebagai pelayan rakyatnya," kata Istana Buckingham.
Advertisement