Sukses

Arab Saudi dan AS Jadi Mediator Perselisihan SAF versus RSF yang Memicu Perang Saudara Sudan

AS dan Arab Saudi mendesak kedua belah pihak untuk mempertimbangkan kepentingan bangsa dan rakyat Sudan serta secara aktif terlibat dalam pembicaraan menuju gencatan senjata dan mengakhiri konflik.

Liputan6.com, Riyadh - Perwakilan dari kelompok paramiliter Pasukan Dukungan Cepat (RSF) dan Angkatan Bersenjata Sudan (SAF), dua pihak yang terlibat dalam perang saudara Sudan, bertatap muka untuk pertama kalinya di Jeddah, Arab Saudi, pada Sabtu (6/5/2023).

Pembicaraan antara keduanya disponsori oleh Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi. Sejauh ini belum ada kabar lebih lanjut terkait pertemuan tersebut atau siapa perwakilan dari kedua belah pihak.

Namun, kedua pihak menggarisbawahi bahwa mereka hanya akan membahas gencatan senjata untuk alasan kemanusiaan, bukan menegosiasikan akhir dari perang saudara Sudan.

Dilansir BBC, Minggu (7/5), Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal bin Farhan menyambut baik perwakilan kedua belah pihak. Dia berharap pembicaraan tersebut akan menyebabkan berakhirnya konflik dan kembalinya keamanan serta stabilitas Republik Sudan.

Melalui Twitter, pemimpin RSF Jenderal Mohamed Hamdan Daglo atau yang lebih dikenal Hemedti mengatakan bahwa pihaknya menghargai semua upaya untuk membangun gencatan senjata dan memberikan bantuan kepada rakyat Sudan. Dia juga menegaskan, RSF berkomitmen atas transisi ke pemerintahan yang dipimpin sipil.

Pembicaraan pada Sabtu dilakukan di tengah laporan bahwa bentrokan terus berlanjut di ibu kota Sudan, Khartoum.

Sementara itu, pernyataan bersama AS-Arab Saudi mendesak kedua belah pihak untuk mempertimbangkan kepentingan bangsa dan rakyat Sudan serta secara aktif terlibat dalam pembicaraan menuju gencatan senjata dan mengakhiri konflik.

2 dari 2 halaman

Perang Saudara Sudan Menewaskan Ratusan Orang

Kementerian Kesehatan Sudan menyebutkan bahwa jumlah korban tewas akibat perang saudara Sudan telah melampaui 500 orang, sementara hampir 450.000 warga sipil mengungsi sejak pertempuran dimulai.

Juru bicara UNICEF James Elder menyebutkan bahwa dalam 11 hari pertama, perang saudara Sudan telah menewaskan sekitar 190 anak dan melukai 1.700 lainnya. Yang perlu dicatat adalah angka itu hanya bersumber dari fasilitas kesehatan di Khartoum dan Darfur.

"Kenyataannya mungkin jauh lebih buruk," kata Elder.

Intensitas pertempuran telah mencegah pengiriman bantuan yang sangat dibutuhkan.