Liputan6.com, Riyadh - Ledakan besar terjadi tepat hari ini 20 tahun lalu di Riyadh, Arab Saudi. Warga sipil dan asing turut menjadi korban insiden tersebut.
Tanggal 12 Mei 2003, sebuah ledakan besar mengguncang kompleks perumahan Riyadh. Kompleks itu menampung warga Saudi juga orang asing.
Baca Juga
Insiden ini terjadi sehari setelah Amerika Serikat memperingatkan serangan teroris di kerajaan yang memerangi lonjakan kasus kekerasan Islam.
Advertisement
Ledakan bom tak hanya datang satu kali, dua ledakan besar lainnya semakin memperparah kondisi dan memperbanyak kerusakan.
Melansir CNN, Senin (8/5/2023), tiga bom bunuh diri memusnahkan tiga kompleks perumahaan Riyadh, sebanyak 35 orang tewas dan setidaknya ada 200 orang terluka.
Arab Saudi menyalahkan serangan ini kepada jaringan al-Qaeda.
Sebanyak 12 orang ditetapkan sebagai pelaku bom bunuh diri tersebut.
Dalam upaya penangkapan, banyak buronan teroris juga petugas polisi yang tewas akibat baku tembak yang terjadi selama pengejaran.
Pihak Arab Saudi mengatakan, tersangka utama dalam pengeboman Riyadh, Turki Nasser al-Dandani, dan tiga buronan teroris lainnya tewas dalam baku tembak dengan pasukan keamanan.
Utusan Saudi untuk London, Pangeran Turki al-Faisal, mengatakan Riyadh telah menangkap hampir 600 orang sejak pengeboman Riyadh.
Ia menambahkan, sekitar 190 orang dari yang tertangkap telah dibebaskan, sekitar 70 sampai 90 lainnya dikirim untuk diadili dan sekitar 250 hingga 300 sisanya diinterogasi.
Serangan Teroris al-Qaeda
Serangan bom bunuh diri tersebut disebut sebagai bagian dari kampanye jaringan al-Qaeda yang bertujuan mengguncang kerajaan Teluk itu, mengutip BBC.
Selama tiga tahun lamanya, pihak Arab Saudi melakukan penindakan keras terhadap kelompok jihadis tersebut. Mereka memenjarakan ribuan orang.
Setelah itu, al-Qaeda menjadi kesulitan beroperasi di Arab Saudi.
Namun, ribuan orang Saudi yang merupakan bagian dari kelompok tersebut kemudian membentuk al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP) pada tahun 2009.
Pada tanggal 9 November di tahun yang sama, ledakan kembali mengguncang kompleks perumahan Riyadh.
Pengeboman itu terjadi satu hari setelah Amerika Serikat menutup kedutaan dan dua konsulatnya di Arab Saudi.
Penutupan itu dilakukan karena informasi dari intelijen yang mengindikasikan bahwa teroris yang merencanakan serangan sedang bergerak ke tahap operasional, mengutip The Washington Post.
Menurut otoritas Saudi, ledakan kala itu, menewaskan dua orang dan sekitar 87 disebut terluka.
Insiden tersebut juga diyakini sebagai ulah al-Qaeda. Strategi bom mobil bunuh diri yang digunakan pada 12 Mei sebelumnya kembali digunakan pada serangan ini.
Advertisement
Terbesar Kedua dalam Sejarah Saudi, 37 Orang Terkait Teroris Dipenggal Sehari
Arab Saudi menunjukan keseriusannya dalam memerangi kelompok-kelompok teroris.
Arab Saudi diketahui telah memenggal 37 warganya dalam eksekusi massal, Selasa 23 April 2019. Mereka dihukum dalam kasus terorisme.
Seorang pembangkang Saudi Ali al-Ahmed, yang mengelola badan bernama Gulf Institute di Washington mengatakan bahwa 34 orang yang dipenggal adalah penganut Islam Syiah. Identitas mereka yang dihukum diumumkan oleh Departemen Dalam Negeri Arab Saudi.
"Ini adalah eksekusi terbesar terhadap kelompok Syiah dalam sejarah Saudi," kata Al-Ahmed, melansir ABC Indonesia pada Rabu (24/4/2019).
Hal itu dikonfirmasi oleh lembaga HAM Amnesty International, mengatakan mayoritas dari yang dipenggal adalah laki-laki Syiah.
Dengan demikian, eksekusi ini diperkirakan akan semakin meningkatkan ketegangan sektarian dan regional antara Arab Saudi dan Iran.
Selain warga syiah, salah satu anggota kelompok ekstrem Sunni juga digantung di sebuah tiang setelah pemenggalan. Negeri Minyak melakukannya "sebagai peringatan bagi yang lain".
CIA Beri Pangeran Saudi Penghargaan atas Perannya Melawan Teroris
Kerja keras Arab Saudi dalam memerangi terorisme juga diakui oleh banyak pihak, salah satunya CIA.
Putra Mahkota Pangeran Mohammed bin Nayef bin Abdulaziz al-Saud menerima medali penghargaan dari CIA. Penghormatan itu diberikan atas perannya melawan terorisme dan kontribusinya untuk menjaga keamanan dan kedamaian dunia.
Medali George Tenet diberikan secara langsung oleh Direktur CIA Michael Pompeo, setelah sang putra makota menemuinya di Riyadh pada Jumat pekan lalu.
Dikutip dari Al Arabiya, pada Senin (13/02/2017), Pangeran Nayef menghargai penghormatan CIA dan mengatakan usahanya itu berkat bimbingan pemimpin Arab Saudi yang dikepalai oleh Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud juga usaha dari tentara keamanan kerajaan.
Putra Mahkota juga menekankan perang melawan terorisme merupakan bagian dari tanggung jawabanya sebagai warga internasional.
Sementara itu, menyinggung hubungan Arab Saudi dan AS, pangeran mengatakan, "hubungan dengan AS sangatlah bersejarah dan akan terus terjalin".
Advertisement