Sukses

Jelang KTT ke-42 ASEAN 2023 Dimulai, Jokowi Tegas Serukan Penghentian Kekerasan di Myanmar

Presiden Jokowi tegas menyerukan penghentian kekerasan di Myanmar yang dianggap tidak membuat pihak mana pun menang, tapi hanya membuat rakyat menjadi korban.

Liputan6.com, Labuan Bajo - Indonesia kembali menegaskan agar kekerasan di Myanmar segera dihentikan. Hal ini diserukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang menyebut bahwa situasi di negara tersebut saat ini tidak membuat pihak mana pun menang, tapi hanya membuat rakyat menjadi korban.

"Rakyat yang akan menjadi korban karena kondisi ini tidak akan membuat siapa pun menang. Saya mengajak marilah kita duduk bersama, ciptakan ruang dialog untuk mencari solusi bersama," ungkap Presiden Jokowi dalam konferensi pers di Hotel Meruorah, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Demikian seperti dikutip dari pernyataan pers Setpres RI, Senin (8/5/2023). 

Keketuaan Indonesia di ASEAN pada tahun ini, kata Jokowi, akan terus mendorong implementasi dari lima poin kesepakatan atau "Five-Point Consensus". Salah satu poin dalam kesepakatan tersebut adalah berkaitan dengan bantuan kemanusiaan.

Menurut Jokowi, berbagai upaya telah dilakukan oleh Indonesia dan melalui keketuaannya di ASEAN, mampu memfasilitasi The ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on Disaster Management (AHA Centre).

Setelah tertunda cukup lama karena masalah akses, Presiden mengatakan, joint needs assesment mampu diselesaikan.

"Ini masalahnya adalah masalah akses. Kemarin, AHA Center didampingi tim monitoring ASEAN akan menyerahkan bantuan kemanusiaan, tetapi sangat disayangkan di tengah perjalanan terjadi baku tembak," ucap Kepala Negara.

 

2 dari 2 halaman

Bantuan Kemanusiaan untuk Myanmar

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi juga telah menjelaskan bahwa ada dua tahap bantuan kemanusiaan untuk Myanmar.

Tahap pertama terkait dengan life saving, telah selesai dilakukan karena terkait dengan bantuan penanggulangan COVID-19, dan tahap kedua life sustaining.

"Tahap kedua ini sempat alami hambatan karena kurangnya akses kepada AHA Centre untuk menjangkau penduduk yang memerlukan terutama di wilayah-wilayah yang di luar kontrol militer Myanmar," ujar Retno.