Liputan6.com, Beijing - Seorang perempuan lajang di China pada Selasa, 9 Mei 2023 lalu mengajukan permohonan terakhirnya atas penolakan akses rumah sakit untuk membekukan sel telur miliknya lima tahun lalu, dalam kasus penting hak reproduksi perempuan di negara tersebut.
Kasus Teresa Xu telah mendapat sorotan luas di China, termasuk oleh beberapa media pemerintah, sejak ia pertama kali membawa kasusnya ke pengadilan pada 2019. Gugatan hukumnya gagal tahun 2022 lalu di pengadilan Beijing lainnya, yang memutuskan rumah sakit tidak melanggar hak-hak perempuan dalam keputusannya.
Baca Juga
Penghakiman yang akan datang akan memiliki implikasi yang kuat bagi kehidupan banyak perempuan yang belum menikah di China dan perubahan demografis negara tersebut, terutama setelah negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu mencatat penurunan populasi pertamanya dalam beberapa dekade.
Advertisement
Di China, undang-undang tidak secara eksplisit melarang orang yang belum menikah dari layanan seperti perawatan kesuburan dan hanya menyatakan bahwa "suami dan istri" dapat memiliki hingga tiga anak. Namun, rumah sakit dan institusi lain dalam praktiknya menerapkan peraturan dengan cara yang mengharuskan orang untuk menunjukkan surat nikah, dilansir dari NBC News, Jumat (11/5/2023).
Teresa Xu, yang ingin mengawetkan sel telurnya agar bisa melahirkan anak di kemudian hari, adalah salah satu dari mereka yang menghadapi kesulitan dalam mengakses perawatan kesuburan.
Â
Kisah Bermula dari 2018
Kisah Xu berawal pada 2018. Saat itu ia berusia 30 tahun, pergi ke rumah sakit umum di Beijing untuk menanyakan tentang pembekuan sel telurnya. Namun, setelah pemeriksaan awal, ia diberitahu tidak dapat melanjutkan proses tanpa surat nikah.
Menurut putusan yang ia terima tahun 2022 lalu, rumah sakit berpendapat bahwa pembekuan sel telur menimbulkan risiko kesehatan tertentu. Dikatakan bahwa layanan pembekuan telur hanya tersedia untuk perempuan yang tidak bisa hamil secara alami, dan bukan untuk pasien yang sehat.
Namun juga dinyatakan bahwa menunda kehamilan dapat membawa risiko bagi ibu selama kehamilan dan "masalah psikologis dan sosial" jika ada perbedaan usia yang jauh antara orang tua dan anaknya.
Setelah sidang pada Selasa, 9 Mei 2023, Xu mengatakan kepada wartawan bahwa penolakan tersebut merupakan pelanggaran terhadap haknya atas otonomi tubuh dan ia memilih untuk terus berjuang karena masalah ini sangat penting bagi perempuan lajang.
"Saya juga sudah banyak berkembang seiring berkembangnya kasus, saya tidak mau menyerah begitu saja," ujar Xu.
Tidak jelas kapan pengadilan akan menjatuhkan putusan, katanya.
Advertisement