Sukses

Israel Minta Maaf atas Kematian Jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh

Ini adalah kali pertama militer Israel meminta maaf atas pembunuhan wartawan terkemuka Palestina itu.

Liputan6.com, Tel Aviv - Pasukan Pertahanan Israel (IDF) meminta maaf atas kematian jurnalis Al Jazeera Shireen Abu Akleh pada 11 Mei 2022. Shireen Abu Akleh tewas pada usia 51 tahun setelah ditembak pasukan Israel saat meliput operasi militer Israel di Jenin, Tepi Barat.

Ini adalah kali pertama IDF meminta maaf atas pembunuhan wartawan terkemuka Palestina itu. Tahun lalu, mereka hanya mengakui bahwa ada kemungkinan besar Shireen ditembak oleh seorang tentara Israel.

Permintaan maaf disampaikan langsung oleh juru bicara utama IDF Laksamana Muda Daniel Hagari melalui wawancara dengan CNN.

"Ini adalah kesempatan bagi saya untuk mengatakan bahwa kami sangat menyesal atas kematian Shireen Abu Akleh," ujar Hagari seperti dilansir CNN, Jumat (12/5/2023).

"Dia adalah seorang jurnalis, jurnalis yang sangat mapan. Di Israel, kami menghargai demokrasi dan dalam demokrasi kami menjunjung tinggi kebebasan pers dan jurnalisme. Kami ingin wartawan merasa aman di Israel, terutama pada masa perang, bahkan sekalipun mereka mengkritik kami."

Investigasi CNN pada Mei 2022 menemukan bukti bahwa tidak ada pertempuran aktif atau militan Palestina di dekat Shireen Abu Akleh pada saat-saat menjelang kematiannya.

Rekaman yang diperoleh CNN, dikuatkan oleh kesaksian dari delapan saksi mata, seorang analis audio forensik dan ahli senjata peledak, menunjukkan bahwa pasukan Israel memang membidik Shireen Abu Akleh.

Israel sendiri telah menekankan tidak bermaksud untuk mengejar pertanggungjawaban terhadap prajuritnya yang terlibat dalam kematian Shireen Abu Akleh.

2 dari 2 halaman

Mengaku Tidak Sengaja Menargetkan Warga Sipil

Permintaan maaf IDF muncul beberapa hari setelah Komite Perlindungan Wartawan (CPJ) menerbitkan laporan yang menyatakan tidak ada pertanggungjawaban yang diambil oleh militer Israel atas pembunuhan yang mereka lakukan terhadap setidaknya 20 wartawan selama dua dekade terakhir.

"Tidak ada yang pernah dituntut atau dimintai pertanggungjawaban atas kematian para jurnalis itu," sebut CPJ dalam siaran persnya.

Menurut CPJ, 18 dari jurnalis yang tewas adalah warga Palestina.

CPJ mengatakan, laporannya yang berjudul "Deadly Pattern", menemukan pola rutin setiap kali seorang jurnalis dibunuh pasukan Israel.

"Pejabat Israel mengabaikan bukti dan klaim saksi, seringkali membebaskan tentara yang membunuh sementara penyelidikan masih dalam proses," sebut CPJ, menggambarkan prosedur IDF untuk memeriksa pembunuhan militer terhadap warga sipil seperti jurnalis layaknya kotak hitam, di mana hasil penyelidikannya dirahasiakan.

Menanggapi laporan CPJ, IDF mengatakan bahwa pihaknya menyesalkan setiap kerugian atas warga sipil selama kegiatan operasional dan menganggap perlindungan kebebasan pers dan pekerjaan profesional jurnalis sangat penting.

"IDF tidak sengaja menargetkan non-kombatan dan tembakan langsung dalam pertempuran hanya digunakan setelah semua opsi lain habis," sebut pernyataan IDF.

Â