Liputan6.com, Bangkok - Oposisi, Partai Move Forward yang liberal dan Partai Pheu Thai yang populis, dilaporkan unggul dalam pemilu Thailand 2023 pada Minggu 14 Mei, mengalahkan partai-partai yang bersekutu dengan militer. Saat ini 99 persen suara telah dihitung.
Meski demikian, yang muncul berikutnya tetap sebuah kebingungan. Pasalnya, untuk memerintah, oposisi harus mencapai kesepakatan dan mengumpulkan dukungan dari berbagai kubu, termasuk anggota senat yang berpihak pada partai-partai pro-militer dan dapat memilih siapa yang menjadi perdana menteri dan membentuk pemerintahan berikutnya.
Pemilu Thailand 14 Mei 2023 dipandang sebagai pertarungan terbaru antara dua petarung lama untuk mencapai kekuasaan, yakni Pheu Thai yang dimiliki oleh keluarga miliarder Thaksin Shinawatra versus kelompok konservatif dan militer yang memiliki pengaruh atas lembaga-lembaga kunci pemerintahan selama dua dekade terakhir.
Advertisement
Namun, kinerja Move Forward sendiri dinilai menakjubkan.
Hasil awal pemilu Thailand 2023 menunjukkan bahwa Move Forward menduduki posisi puncak perolehan suara dengan 113 kursi dewan perwakilan, sementara Pheu Thai pada urutan selanjutnya dengan raihan 112 kursi. Perhitungan Reuters menyebutkan bahwa kedua partai tersebut memenangkan lebih dari tiga kali lipat dari jumlah kursi dari Palang Pracharat, kendaraan politik militer, dan Partai United Thai Nation yang mendukung militer.
Pemimpin Move Forward Pita Limjaroenrat (42), yang merupakan mantan direktur eksekutif pada perusahaan layanan on demand, Grab, menggambarkan hasil pemilu sensasional. Dia bersumpah untuk tetap setiap pada nilai-nilai partainya saat membentuk pemerintahan. Demikian seperti dilansir Channel News Asia, Senin (15/5).
Pita telah menyatakan bahwa pihaknya terbuka untuk beraliansi dengan Pheu Thai, tetapi pandangannya jelas tertuju pada kursi perdana menteri.
"Sekarang jelas Move Forward telah menerima dukungan luar biasa dari orang-orang di seluruh negeri," twit Pita.
Pukulan bagi Militer dan Sekutu
Hasil awal akan menjadi pukulan telak bagi militer dan sekutunya. Tetapi dengan aturan parlemen yang menguntungkan mereka dan tokoh-tokoh berpengaruh menyokong mereka dan terlibat di belakang layar, militer diyakini kuat masih bisa berperan dalam pemerintahan.
Perdana Menteri Prayut Chan-o-cha, seorang pensiunan jenderal yang memimpin kudeta terakhir, telah mengampanyekan kesinambungan setelah sembilan tahun bertugas. Dia memperingatkan perubahan dalam pemerintahan dapat menyebabkan konflik.
"Saya berharap negara akan damai dan makmur," kata Prayut pada Minggu. "Saya menghormati demokrasi dan pemilu. Terima kasih."
Sebelumnya, Pheu Thai diprediksi menang setelah memenangkan suara terbanyak di setiap pemungutan suara sejak tahun 2001, termasuk dua kemenangan telak. Tiga dari empat pemerintahan Pheu Thai tercatat digulingkan.
Meski demikian, Pheu Thai dilaporkan tetap sangat populer di kalangan kelas pekerja di tengah nostalgia kebijakan populisnya seperti perawatan kesehatan murah, pinjaman mikro, dan subsidi pertanian.
Putri Thaksin, Paetongtarn (36), mengatakan dia senang atas perolehan Move Forward. Namun, menurutnya terlalu dini untuk membahas aliansi.
"Suara rakyat adalah yang paling penting," katanya.
Thitinan Pongsudhirak, seorang ilmuwan politik di Universitas Chulalongkorn, mengatakan bahwa lonjakan suara Move Forward menunjukkan perubahan besar dalam politik Thailand.
"Pheu Thai melakukan perang yang salah. Pheu Thai melawan perang populisme yang telah dimenangkannya," ujarnya. "Sementara itu, Move Forward membawa permainan ke level selanjutnya dengan (kampanye) reformasi kelembagaan. Itulah medan pertempuran baru dalam politik Thailand."
Advertisement