Sukses

Ukraina Persiapkan Serangan Balasan ke Rusia, Prancis Janjikan Lebih Banyak Bantuan Militer

Prancis berjanji bahwa bantuan politik, ekonomi, kemanusiaan, dan militer bagi Ukraina akan berlanjut selama diperlukan.

Liputan6.com, Paris - Prancis pada Minggu (14/5/2023), menjanjikan bantuan militer tambahan untuk Ukraina, termasuk tank ringan, kendaraan lapis baja, pelatihan militer, dan sistem pertahanan udara di tengah persiapan serangan balasan terhadap Rusia. Hal itu disampaikan menyusul kunjungan kejutan Presiden Emmanuel Macron dan Presiden Volodymyr Zelensky di Istana Elysee, Paris.

Meski demikian, kantor Macron tidak memberikan angka spesifik terkait bantuan militer dan hanya menyebut itu akan diberikan dalam beberapa pekan ke depan.

Terkait dengan pelatihan militer, Prancis dilaporkan bertujuan melatih sekitar 2.000 tentara Ukraina di Prancis pada tahun ini dan hampir 4.000 lainnya di Polandia.

Dalam pernyataannya, Macron menggambarkan dukungan Prancis bagi kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas teritorial Ukraina tak tergoyahkan. Dia berjanji bahwa bantuan politik, ekonomi, kemanusiaan, dan militer akan berlanjut selama diperlukan.

Mengomentari lawatannya ke Prancis, Zelensky menulis di Twitter, "Dengan setiap kunjungan, kemampuan pertahanan dan ofensif Ukraina berkembang. Ikatan dengan Eropa semakin kuat dan tekanan terhadap Rusia semakin besar."

Prancis sebelumnya telah memasok Ukraina dengan berbagai persenjataan, termasuk sistem pertahanan udara, tank ringan, howitzer, dan lainnya.

Lawatan Zelensky dirahasiakan hingga sesaat sebelum kedatangannya dari Jerman. Prancis disebut mengirimkan sebuah pesawat untuk menjemput Zelensky di Jerman, di mana dia bertemu dengan Kanselir Olaf Scholz pada Minggu pagi dan juga membahas rencana serangan balasan.

Zelensky mengklaim bahwa serangan balasan Ukraina bertujuan untuk membebaskan wilayah yang diduduki Rusia yang diakui secara internasional. Dia membantah laporan The Washington Post yang mengutip dokumen rahasia yang bocor yang menyebutkan bahwa dia mempertimbangkan untuk mencoba merebut wilayah Rusia sebagai alat tawar-menawar dalam negosiasi damai untuk mengakhiri perang Ukraina.

"Kami tidak menyerang wilayah Rusia, kami membebaskan wilayah sah kami," katanya seperti dilansir AP, Senin (15/5/2023.

"Kami tidak punya waktu atau kekuatan (untuk menyerang Rusia). Dan kami juga tidak memiliki senjata cadangan, yang dapat digunakan untuk melakukan itu."

Dia menambahkan, "Kami sedang mempersiapkan serangan balik untuk wilayah yang diduduki secara ilegal berdasarkan perbatasan sah yang diakui secara internasional."

Di antara wilayah yang masih diduduki oleh Rusia adalah Semenanjung Krimea dan bagian timur Ukraina, di mana sebagian besar penduduknya berbahasa Rusia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Italia, Jerman, Prancis, Lalu Inggris

Sebelum bertemu dengan Kanselir Scholz, Zelensky lebih dulu mengunjungi Roma. Dia bertatap muka dengan Paus Fransiskus dan Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni.

Lawatan Zelensky ke Jerman berlangsung sehari setelah negara itu mengumumkan paket bantuan militer untuk Ukraina senilai lebih dari 2,7 miliar euro, termasuk tank, sistem antipesawat, dan amunisi.

Zelensky berterima kasih kepada Scholz atas dukungannya dan mengatakan bahwa Jerman sekarang berada di urutan kedua setelah Amerika Serikat sebagai pemberi bantuan terbesar kepada Ukraina.

"Sistem pertahanan udara, artileri, tank, dan kendaraan tempur infanteri Jerman menyelamatkan nyawa warga Ukraina dan membawa kita lebih dekat ke kemenangan. Jerman adalah sekutu yang dapat diandalkan! Bersama-sama kita membawa perdamaian lebih dekat!" twit Zelensky.

Kanselir Scholz mengungkapkan bahwa Jerman sejauh ini telah memberi Ukraina sekitar 17 miliar euro bantuan bilateral dan mengupayakan lebih banyak di masa depan.

Di Kota Aachen di Jerman barat, Zelensky menerima Penghargaan Charlemagne yang bergengsi, yang diberikan kepadanya dan rakyat Ukraina.

Dalam pidato ucapan selamatnya, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen membandingkan perang di Ukraina dengan jatuhnya Tirai Besi lebih dari 30 tahun lalu.

"Setiap generasi memiliki momennya ketika harus membela demokrasi dan apa yang diyakininya," ujarnya. "Bagi kami, momen itu telah tiba."

Dari Prancis, Zelensky bertolak ke Inggris untuk bertemu PM Rishi Sunak.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.