Sukses

27 Mei 1977: Petaka Penerbangan Aeroflot 331 Tabrak Kabel Listrik Saat Mendarat di Kuba, Hanya 2 Orang Selamat

Penerbangan Aeroflot 331 yang dioperasikan oleh Ilyushin Il-62M kecelakaan saat melakukan pendekatan terakhir di Bandar Udara Internasional José Martí (HAV) di Havana. Petaka itu hanya menyisakan dua orang selamat.

Liputan6.com, Havana - Sebuah petaka melanda pesawat Ilyushin Il-62M yang beroperasi sebagai Penerbangan Aeroflot 331 ketika kecelakaan saat melakukan pendekatan terakhir untuk mendarat di Bandar Udara Internasional José Martí (HAV) di Havana, Kuba pada 27 Mei 1977. Dari 70 penumpang dan awak, hanya dua orang yang selamat setelah pesawat menabrak kabel listrik saat mencoba mendarat dalam jarak pandang yang buruk.

Pada saat itu, kru telah melaporkan adanya kebakaran di salah satu mesinnya dan meminta untuk melakukan pendaratan darurat. Penyebab kecelakaan itu kemudian dimasukkan ke dalam kesalahan pilot.

Pesawat nahas itu adalah Ilyushin Il-62M dengan registrasi CCCP-86614, dikirim ke Aeroflot pada 1975 dan pada saat kecelakaan memiliki 5.549 jam penerbangan dan 1.144 siklus per jam. Pilot pesawat itu adalah Kapten Viktor Orlov, dengan kopilot Vasily Shevelev, navigator Anatoly Vorobyov, insinyur penerbangan Yuri Suslov, dan operator Radio Evgeniy Pankov, demikian dilansir dari situs Simple Flying.

Kronologi Singkat

Pesawat yang berangkat dari Bandara Moskow-Sheremetyevo (SVO) tepat waktu untuk penerbangan transatlantiknya, berhenti di Bandara Internasional Frankfurt (FRA) di Jerman dan Bandara Lisbon Portela (LIS) di Portugal.

Setelah pergantian awak di Lisbon, Penerbangan Aeroflot 331 berangkat pukul 03:32 UTC untuk penerbangan sepuluh jam plus ke Havana, berlayar di atas Atlantik pada ketinggian 10.668 meter. Ketika mendekati Kuba, kru melaporkan pembacaan ketinggian dan tekanan udara yang salah.

Kontrol Lalu Lintas Udara (ATC) di Havana memberikan izin untuk turun hingga ketinggian 4.572 meter dan kemudian turun ke 3.914 meter untuk mendarat di landasan pacu 05. Ada awan kumulus hadir dengan jarak pandang sejauh 6 km dan kabut tebal di ketinggian 40 meter.

2 dari 4 halaman

Hasil Akhir Investigasi

Pada jarak 8 km dari ambang landasan pacu, pesawat berbelok ke pos pendekatan terakhirnya, sesuatu yang ditentukan oleh prosedur Bandara Havana harus dilakukan delapan hingga 14 km sebelum ambang batas.

Saat pesawat mendekati bandara, ia menghadapi kabut tebal, dan dengan landasan pacu masih belum terlihat, keputusan dibuat untuk menurunkan pesawat. Pesawat berada di 150 m dari ambang landasan pacu.

Kesalahan lainnya adalah kru tidak menyetel altimeter pesawat ke airfield pressure (QFE) 752 mm Hg. Dengan tidak melakukan ini, pesawat lebih rendah dari yang ditunjukkan altimeter.

Saat masih 1.249 meter dari landasan pacu, pilot melihat kabel listrik di ketinggian 27 meter dan berusaha menghindarinya dengan menarik hidung pesawat ke atas. Manuver penghindaran terlambat karena pesawat menabrak kabel listrik, mengiris stabilizer dan memutuskan sayap sayap kanan. Hal ini menyebabkan pesawat membelok ke kanan, dan sayap kanannya menabrak tanah, menimbulkan kebakaran.

Investigasi kecelakaan setelah kecelakaan mengungkapkan bahwa awak pesawat telah membuat kesalahan yang signifikan. Namun, penyebab utamanya adalah kegagalan untuk mengikuti prosedur pendekatan standar dan upaya kru untuk melakukan pendaratan visual dalam kabut tebal. Penyelidik juga mengutip penggunaan altimeter yang salah.

Hanya dua yang selamat dari kecelakaan itu; seorang perempuan asal Jerman Barat dan seorang pria dari Uni Soviet.

3 dari 4 halaman

26 April 1994: Kecelakaan Pesawat Airbus Tewaskan 261 Orang di Jepang, Penyebab Masih Jadi Misteri

Tragedi kecelakaan pesawat juga pernah terjadi pada 26 April 1994. Sebuah jet jumbo Taiwan jatuh dan terbakar saat mendarat di bandara Nagoya Jepang.

Pihak China Airlines mengatakan, pesawat jet Airbus A300-600R berbadan lebarnya, membawa 256 penumpang dan 15 awak ketika jatuh pada Selasa malam sekitar pukul 20.16. (07:16 EDT).

Melansir dari The Washington Post, Rabu (19/4/2023), rekaman menara kontrol menunjukkan bahwa pilot dari China Air Flight 140 tersebut mengirim pesan radio satu menit sebelum kecelakaan, "Kami akan mengulangi pendekatan kami."

Sementara, saksi mata mengatakan kepada jaringan NHK News bahwa pesawat itu tampaknya mendarat tanpa roda pendaratan. Hidung pesawat jatuh terlebih dahulu, dan menabrak landasan, kata mereka.

Ada tiga ledakan yang terjadi secara berturut-turut dengan cepat, dan jet itu dengan cepat dilalap api.

Pencarian korban kecelakaan pesawat ini memakan waktu sekitar sembilan jam.

Para penyintas yang ditemukan, dilarikan ke rumah sakit di Nagoya, sebuah pusat industri dan manufaktur otomotif sekitar 170 mil barat daya Tokyo.

Baca selebihnya di sini...

4 dari 4 halaman

6 Maret 2003: Kecelakaan Pesawat di Aljazair Tewaskan 102 Jiwa, Ada Satu Orang Selamat

Begitu juga pada 6 Maret 2003, pesawat Air Algerie Penerbangan 6289 mengalami kecelakaan ketika salah satu mesinnya terbakar. Kemudian, pesawat jatuh tak lama setelah lepas landas.

Sekitar lima detik setelah rotasi pesawat, pada saat diminta untuk menarik kembali mesin, terdengar suara dentuman keras di perekap suara kokpit atau cockpit voice recorder (CVR).

Pesawatnya jatuh di gurun Sahara dan 102 orang tewas, dilansir dari The Gainesville Sun, Sabtu (4/3/2023).

Namun, ada satu orang selamat dari kecelakaan itu yakni seorang tentara muda.

Pesawat Boeing 737 itu terjatuh setelah lepas landas dari Tamanrasset menuju Aljir, ibu kota Aljazair, 1.000 mil ke utara.

"Ada masalah mekanis saat lepas landas," kata Hamid Hamdi selaku juru bicara maskapai.

"Tidak ada unsur yang membuat kami berpikir ada serangan teroris," imbuhnya.

Tujuh warga Prancis termasuk di antara 97 penumpang. Hamdi juga mengatakan bahwa ia mengenal enam orang Eropa di dalamnya. Penumpang yang tersisa dan enam awak kabin adalah orang Aljazair.

Baca selebihnya di sini...