Sukses

Erdogan Menang Pilpres Turki 2023, Kilicdaroglu Klaim Pemilu Tidak Adil

Erdogan mengatakan di antara prioritas utama pemerintah adalah memerangi inflasi dan menyembuhkan luka akibat bencana gempa 6 Februari yang merenggut lebih dari 50.000 nyawa di Turki dan negara tetangga Suriah.

Liputan6.com, Ankara - Recep Tayyip Erdogan memenangkan Pilpres Turki 2023, mengalahkan pemimpin oposisi Kemal Kilicdaroglu dalam pemilihan putaran kedua pada Minggu (28/5/2023). Hasil resmi yang diumumkan oleh Dewan Pemilihan Tertinggi Turki (YSK) pada Minggu menunjukkan Erdogan menang dengan 52,14 persen suara, sementara Kilicdaroglu menerima 47,86 persen suara.

Berbicara kepada ribuan pendukungnya di luar kompleks kepresidenan di Ankara, Erdogan mengatakan bahwa sekaranglah waktunya untuk mengesampingkan semua perdebatan dan konflik terkait periode pemilu dan bersatu dalam tujuan dan impian nasional.

"Kami bukan satu-satunya pemenang, pemenangnya adalah Turki. Pemenangnya adalah semua bagian dari masyarakat kita, demokrasi kita adalah pemenangnya," kata Erdogan yang akan memimpin kembali selama lima tahun mendatang seperti dilansir CNN, Senin (29/5).

Erdogan mengatakan di antara prioritas utama pemerintah adalah memerangi inflasi dan menyembuhkan luka akibat bencana gempa 6 Februari yang merenggut lebih dari 50.000 nyawa di Turki dan negara tetangga Suriah.

Adapun Kilicdaroglu yang berbicara di markas partainya di ibu kota Ankara mengatakan bahwa dia akan terus berjuang sampai ada demokrasi sejati di Turki.

"Ini adalah periode pemilihan yang paling tidak adil dalam sejarah kami… Kami tidak tunduk pada iklim ketakutan," katanya. "Dalam pemilihan ini, keinginan rakyat untuk mengubah pemerintahan otoriter menjadi jelas terlepas dari semua tekanan."

Kilicdaroglu menambahkan, "Apa yang benar-benar membuat saya sedih adalah hari-hari sulit mendatang bagi negara kita."

Para pemimpin asing termasuk Rusia, Qatar, Libya, Aljazair, Hongaria, Iran, dan Otoritas Palestina adalah yang pertama memberi selamat kepada Erdogan.

Pendukung Erdogan yang berkumpul di Lapangan Taksim Istanbul, meneriakkan namanya.

Ratusan orang berkumpul di luar markas Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) di Istanbul setelah hasil awal menunjukkan Erdogan memimpin. Beberapa datang dengan anak-anak, sementara yang lain mengibarkan bendera, membunyikan klakson mobil, dan menyalakan suar serta kembang api.

Mehmet Karli, penasihat Kilicdaroglu, menyebut kemenangan Erdogan sebagai "kemenangan yang mengerikan" menuduhnya memicu ketegangan selama pilpres.

"Tampaknya Presiden Erdogan telah memenangkan pilpres ini. Tapi itu akan menjadi kesalahan untuk menyebut ini sebagai kemenangan. Mungkin kemenangan dahsyat (dengan harga yang terlalu mahal) adalah istilah yang lebih tepat untuk menggambarkan situasi ini," tutur Karli.

2 dari 2 halaman

Terpecah Belah

Kemenangan Erdogan atas Kilicdaroglu disebut membuat Turki menjadi terpecah belah.

"Ini bukan kekalahan telak bagi mereka yang menginginkan perubahan,” ungkap Asli Aydintasbas, seorang peneliti tamu di Brookings Institution. "Kita sekali lagi melihat negara yang terpecah… kedua kubu menginginkan hal yang sama sekali berbeda untuk Turki."

Dalam putaran pertama pemungutan suara pada 14 Mei, Erdogan mengamankan keunggulan hampir lima poin atas Kilicdaroglu tetapi gagal mencapai ambang batas 50 persen yang dibutuhkan untuk menang. Namun, pada hari yang sama, kubu Erdogan berhasil memenangkan mayoritas kursi di parlemen.

Otoritas pemilu mengatakan sebelumnya bahwa pemungutan suara berlangsung tanpa masalah.

Pekan lalu, kandidat yang menempati urutan ketiga, Sinan Ogan, yang memenangkan lima persen suara pada putaran pertama, secara terbuka mendukung Erdogan. Hal tersebut semakin meningkatkan peluang Erdogan untuk memenangkan putaran kedua.

Banyak jajak pendapat salah memperkirakan bahwa Kilicdaroglu akan memimpin dalam pemungutan suara pada 14 Mei.

Oposisi sendiri menggambarkan pemilu sebagai langkah terakhir bagi demokrasi Turki, menuduh Erdogan mengikis kekuatan peradilan hingga menekan perbedaan pendapat selama 20 tahun pemerintahannya.