Liputan6.com, Tokyo - Angkatan Pertahanan Jepang tengah berupaya untuk meningkatkan perekrutan dari populasi yang semakin menyusut. Oleh sebab itu, kemeterian twrsebut kemudian mempertimbangkan untuk mencabut larangan tato dari persyaratan perekrutan tersebut.
Dilansir BBC, Jumat (9/6/2023), tato telah lama dianggap tabu di negara tersebut dan dikaitkan dengan geng kriminal yakuza -- yang identik dengan tubuh penuh tato. Namun, para pejabat mengatakan bahwa orang muda di Jepang memiliki tato karena alasan fesyen, bukan untuk mengidentifikasi diri terlibat dengan yakuza.
Baca Juga
Mereka juga berargumen bahwa larangan tersebut menghambat perekrutan sumber daya baru.
Advertisement
Japanese Self-Defence Forces (JSDF) atau Pasukan Bela Diri Jepang, militer negara tersebut, kekurangan personel sebesar 10 persen dari kapasitasnya dan melewatkan target perekrutan pada April tahun 2022 lalu.
"Menolak pelamar hanya karena memiliki tato menimbulkan masalah dalam meningkatkan sumber daya manusia," kata Masahisa Sato, seorang anggota parlemen dari Partai Demokrasi Liberal yang berkuasa.
Kepala Biro Personel Kementerian Pertahanan, Kazuhito Machida, mengatakan bahwa larangan tersebut harus dipertimbangkan ulang mengingat tingkat kelahiran yang semakin menurun di Jepang.
Negara dengan populasi 125 juta jiwa ini memiliki kurang dari 800.000 kelahiran pada tahun 2022, turun dari lebih dari dua juta pada tahun 1970-an. Perdana Menteri Fumio Kishida mengatakan bahwa saat ini adalah momentum "sekarang atau tidak sama sekali" bagi Jepang untuk mengatasi populasi yang semakin menyusut dan menua.
Hal ini juga meningkatkan tekanan pada Jepang untuk mengisi kekosongan dalam JSDF, demi memenuhi tanggapan terhadap kekuatan China yang semakin berkembang dan nuklir Korea Utara.
Selain itu, ada juga desakan agar Jepang merevisi konstitusi pasca-perangnya untuk merespons ketegangan yang meningkat di kawasan Asia-Pasifik dan invasi Rusia terhadap Ukraina dengan lebih baik.Â
Belum Ada Keputusan Akhir
Hingga kini, masih belum jelas kapan keputusan akhir terkait pencabutan larangan tato dalam perekrutan JSDF akan diterapkan, tetapi sejumlah ahli mengatakan bahwa pada suatu masa, tato menjadi umum dalam budaya Jepang.
Namun, menurut Yoshimi Yamamoto, seorang antropolog budaya di Universitas Tsuru yang telah mempelajari budaya tato di Jepang dan Taiwan mengatakan bahwa kedatangan orang-orang Eropa pada abad ke-19 mengubah hal itu.
Bangsa Eropa melihat tato di seluruh tubuh pada orang Jepang sebagai kelompok "terbelakang", yang membuat orang Jepang kemudian menutupi tato tersebut, kecuali saat festival keagamaan," kata Yamamoto pada tahun 2019.
Tabu tersebut semakin meningkat di Jepang pasca-perang saat film-film tentang yakuza booming pada tahun 1970-an dan 1980-an. Itulah saat tato menjadi sinonim dengan kegiatan kriminal.
"Orang yang bertato otomatis menjadi ditakuti," ujar Yamamoto.
Imej yakuza juga baru-baru ini diperkuat dalam film Hollywood tahun 2013, The Wolverine, di mana Hugh Jackman membawa cerita asal muasal karakter film paling populernya ke jalanan Jepang, tambahnya.
Rasa takut dan kecurigaan ini cukup luas sehingga orang yang bertato dilarang masuk ke beberapa pantai, dan di beberapa onsen atau pemandian umum.
"Namun, ini mulai dipertanyakan karena semakin banyak anak muda memilih tato sebagai suatu pilihan pribadi semata," tambahnya.Â
Advertisement