Sukses

Restoran Sushi di Jepang Gugat Siswa Rp7 Miliar Usai Menjilat Botol Kecap

Pada awal tahun, sebuah video yang menunjukkan seorang siswa menjilat botol kecap sebuah restoran sushi dan menaruhnya kembali untuk digunakan orang lain, telah gempar di Jepang. Kini, restoran tersebut menggugatnya.

Liputan6.com, Gifu - Pada awal tahun ini, sebuah video yang menunjukkan seorang pelanggan di restoran sushi menjilat bagian atas botol kecap yang terbuka, viral beredar hingga mengumpulkan jutaan penayangan online.

Tidak hanya itu, pelanggan tersebut yang merupakan siswa sekolah menengah, juga melakukan hal-hal menjijikkan lainnya yang memicu banyak kontroversi.

Beberapa hari lalu, telah dikabarkan oleh CNN, Minggu (11/6/2023) Restoran Sushiro, restoran dimana video itu direkam, menggugat siswa tersebut sebesar 67 juta yen (sekitar Rp7 miliar) setelah rekaman media sosial menunjukkan dia menjilati jarinya lalu menyentuh sepiring sushi saat melewatinya di ban berjalan.

Rekaman siswa juga menunjukkan dia menjilati botol kecap dan cangkir yang kemudian dia letakkan kembali ke tumpukan komunal.

Akindo Sushiro Co, yang menjalankan jaringan restoran Sushiro, mengaku mengalami penurunan tajam dalam jumlah pelanggan setelah rekaman aksinya di gerai Sushiro cabang kota Gifu menjadi viral.

Klip pendek itu dibagikan secara luas di Jepang setelah diunggah pada bulan Januari dan merupakan salah satu dari sejumlah video serupa – termasuk beberapa yang direkam di pesaing Sushiro – yang membantu memunculkan istilah “terorisme sushi”.

Istilah “terorisme sushi” merujuk pada tindakan tidak higienis di restoran kereta sushi Jepang, di mana pelanggan mengambil hidangan dari ban berjalan.

Berdasarkan NHK, Akindo Sushiro Co mengajukan gugatan ke Pengadilan Distrik Osaka mengikuti kerugian sekitar 16 miliar yen (sekitar Rp1,7 triliun) setelah rilis video tersebut karena penurunan tajam pelanggan dan penurunan saham perusahaan induknya.

 

 

2 dari 4 halaman

Pembelaan Pelaku

Menanggapi gugatan tersebut, penasihat hukum siswa menulis kepada pengadilan pada bulan Mei, meminta untuk menolak pengaduan tersebut.

Dia mengatakan bahwa siswa tersebut telah mengakui dan menyesali tindakannya, tetapi tidak ada bukti yang menunjukkan hubungan antara tindakannya dan penurunan pelanggan di rantai sushi.

Dia menambahkan kalau penurunan pelanggan bisa akibat persaingan yang ketat di industri.

Akindo Sushiro Co mengatakan bahwa mereka tidak akan memberikan rincian kasus tersebut karena sedang dalam proses banding. Namun menurutnya, keadaan yang mengarah pada gugatan tersebut menunjukkan tindakan serius yang merusak hubungan kepercayaan dengan pelanggan.

Mereka siap untuk mengambil tindakan tegas baik atas dasar pidana maupun perdata.

3 dari 4 halaman

Tindakan Restoran

Akindo Sushiro Co mengatakan dalam siaran pers bahwa biasanya pelanggan akan diminta untuk memesan makanan di panel layar sentuh. Kemudian mereka bisa langsung mengambil makanan siap saji di piring yang lewat di ban berjalan dan melewati banyak pengunjung.

Tetapi setelah video itu viral, pihak restoran mempertimbangkan kembali sistemnya.

Menanggapi istilah "terorisme sushi", restoran Sushiro akhirnya memasang papan akrilik di antara kursi dan ban berjalan untuk mencegah kontak yang tidak perlu antara sushi dan pelanggan.

Adapun jika pelanggan merasa tidak nyaman menggunakan cangkir teh dan bumbu yang disediakan di meja mereka, restoran akan menggantinya dengan yang berbeda saat diminta.

4 dari 4 halaman

Gempar di Jepang

Kejahatan kuliner ini telah memicu kegemparan di Jepang, industri yang diperkirakan bernilai US$ 5,7 miliar. Orang-orang meresponsnya dengan sangat marah, mengingat tindakan pelaku menunjukkan penghinaan akan standar kebersihan Jepang yang telah diakui dunia.

"Ini memuakkan," tulis seorang pengguna Twitter, sementara yang lain menambahkan, "Saya tidak bisa pergi ke restoran sushi yang memiliki sabuk konveyor lagi."

Sushiro, yang merupakan pemimpin pasar, mengatakan minggu ini bahwa pria yang membuat video viral tersebut sudah meminta maaf bersama dengan orang tuanya. Tetapi, perusahaan tetap memilih melanjutkannya secara hukum melalui pidana dan perdata.

Sementara itu ada kesalahpahaman saat berpikir bahwa orang-orang di Jepang makan sushi setiap hari. Tetapi, sajian ini merupakan bagian yang sangat umum dari makanan Jepang.

Untuk lanjut membaca, klik di sini.