Sukses

Perang Ukraina: Putin Akui Keberadaan Batch Pertama Senjata Nuklir Rusia di Belarus

Putin menekankan bahwa penggunaan langkah-langkah ekstrem dimungkinkan jika ada bahaya bagi kenegaraan Rusia.

Liputan6.com, Moskow - Rusia telah menempatkan batch pertama senjata nuklir taktis di Belarus. Hal tersebut diakui oleh Presiden Vladimir Putin di dalam Forum Ekonomi Internasional St Petersburg.

Transfer hulu ledak nuklir taktis, sebut Putin, akan selesai pada akhir musim panas. Lebih lanjut, Putin menekankan bahwa penempatan senjata nuklir taktis di Belarus adalah soal penahanan dan untuk mengingatkan siapapun agar berpikir ulang bila ingin mengalahkan Rusia.

Ketika ditanya moderator forum tentang kemungkinan menggunakan senjata nuklir, Putin menjawab, "Mengapa kita harus mengancam seluruh dunia? Saya sudah sampaikan bahwa penggunaan langkah-langkah ekstrem dimungkinkan jika ada bahaya bagi kenegaraan Rusia."

Sementara itu, pemerintah Amerika Serikat (AS) mengatakan, tidak ada indikasi bahwa Kremlin berencana menggunakan senjata nuklir untuk menyerang Ukraina.

"Kami tidak melihat indikasi bahwa Rusia sedang bersiap menggunakan senjata nuklir," ujar Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken merespons pernyataan Putin, seperti dilansir BBC, Sabtu (17/6/2023).

Belarus adalah sekutu utama Rusia dan telah berperan sebagai tempat peluncuran invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022.

Senjata nuklir taktis adalah hulu ledak nuklir kecil dan sistem peluncuran yang dimaksudkan untuk digunakan di medan perang atau untuk serangan terbatas. Senjata semacam itu dirancang untuk menghancurkan target musuh di area tertentu tanpa menyebabkan kerusakan yang meluas.

Ukuran terkecil senjata nuklir taktis bisa satu kiloton atau kurang (menghasilkan setara dengan 1000 ton ledakan TNT). Yang terbesar disebut bisa 100 kiloton. Sebagai perbandingan, bom atom yang dijatuhkan AS di Hiroshima dalam Perang Dunia II pada tahun 1945 adalah 15 kiloton.

2 dari 2 halaman

Inisiatif Perdamaian dari Afrika

Putin dilaporkan akan bertemu dengan para pemimpin Afrika di St Petersburg setelah mereka mengunjungi Kyiv pada Jumat sebagai bagian dari inisiatif perdamaian.

"Kami datang ke sini untuk mendengarkan dan mengenali apa yang telah dialami rakyat Ukraina," kata Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa, seraya menyerukan de-eskalasi di kedua belah pihak dan negosiasi untuk perdamaian.

Namun, Presiden Volodymyr Zelensky telah menegaskan bahwa Ukraina tidak akan bernegosiasi bila Rusia masih menduduki wilayah Ukraina.