Sukses

Narapidana Ini Gantung Mati 26 Orang di Penjara, Jadi Algojo Tapi Hukuman Penjaranya Malah Dikurangi

Seorang narapidana Bangladesh dikurangi hampir satu dekade hukuman penjara setelah menjadi algojo, membunuh 26 napi lain. Bagaimana bisa? Ini kisah selengkapnya.

Liputan6.com, Dhaka - Seorang narapidana di Bangladesh memicu kontroversi di negaranya sendiri setelah dibebaskan empat tahun empat bulan lebih cepat dari waktu seharusnya.

Alasan dia dibebaskan lebih cepat adalah yang membuat dia kini ramai dibicarakan.

Pada tahun 1991, Shahjahan Bhuiyan dijatuhi hukuman 42 tahun penjara karena pembunuhan. Melansir dari Oddity Central, Selasa (27/6/2023), pria itu kemudian menjalani hukuman empat tahun empat bulan lebih sedikit karena alasan yang sulit dimengerti. Ia mengeksekusi 26 narapidana (napi) selama di penjara.

Pria berusia 74 tahun itu menerima keringanan dua bulan untuk setiap eksekusi napi yang dilakukannya. Ditambah dengan perilaku yang baik, serta aspek-aspek lain, akhirnya hukuman pria itu dipersingkat jadi hampir satu dekade.

Shahjahan menjadi algojo --orang yang memiliki tanggung jawab untuk menjalankan hukuman mati-- di Penjara Pusat Dhaka pada tahun 2001, setelah memberi tahu petugas penjara bahwa dia tahu cara menangani tali.

Bangladesh adalah salah satu dari sedikit negara di dunia yang menerapkan hukuman mati dengan cara digantung, sehingga keahlian Shahjahan Bhuiyan sangat dihargai.

"Saya bersenang-senang," kata Bhuiyan kepada wartawan saat dia keluar dari Penjara Pusat Dhaka. “Saya menjalani hukuman penjara untuk waktu yang lama, tetapi pihak berwenang memastikan kenyamanan saya dan menghormati saya.”

 

2 dari 2 halaman

Korban Narapidana yang Digantung

Di antara 'korban' eksekusi pria itu selama bertugas sebagai algojo, ada seorang pemimpin Muslim yang dikenal sebagai Ali Ahsan Mujahid, Siddique Islam yang dikenal sebagai Bangla Bhai.

Dia adalah seorang pemimpin organisasi Muslim Jamayetul Mujahideen Bangladesh yang dilarang, dan perwira militer yang dinyatakan bersalah merencanakan kudeta tahun 1975 dan membunuh Sheikh Mujibur Rahman, pemimpin pendiri negara.

"Jika saya tidak menggantungnya, orang lain akan melakukannya," jelas Shahjahan. "Bahkan jika saya bersimpati kepada mereka, sebagai narapidana, saya harus melakukannya. Saya tidak memerintahkan penggantungan, negara memerintahkan saya untuk melakukannya."

Tanpa keluarga untuk kembali dan tidak ada rumah untuk diri sendiri, pria yang dijuluki 'Jallad' (algojo), mengatakan bahwa dia akan tinggal bersama mantan narapidana yang berteman dengannya di penjara.