Sukses

Taliban Tolak Seruan PBB Terkait Pencabutan Batasan Hak-hak Perempuan Afghanistan

Taliban menolak seruan baru PBB Kamis (22/6) untuk mencabut apa yang disebut lembaga itu “pembatasan yang membebani” penduduk perempuan Afghanistan.

Liputan6.com, Jakarta - Taliban menolak seruan baru PBB hari Kamis (22/6) untuk mencabut apa yang disebut lembaga itu “pembatasan yang membebani” penduduk perempuan Afghanistan.

Penolakan itu disampaikan sehari setelah pertemuan Dewan Keamanan PBB diberitahu bahwa pembatasan itu menghalangi akses perempuan dan anak perempuan Afghanistan untuk memperoleh pendidikan, pekerjaan dan bermasyarakat secara umum.

Sejak merebut kembali kekuasaan di Afghanistan pada Agustus 2021, Taliban telah melarang perempuan berkuliah dan bersekolah di atas kelas enam. Mereka juga memerintahkan perempuan pegawai dalam sektor publik untuk tinggal di rumah. Perempuan juga dilarang mengunjungi taman dan sasana kebugaran.

Menanggapi kritik PBB, menteri luar negeri Taliban di Kabul menyebut itu sebagai upaya campur tangan urusan dalam negeri negaranya, dikutip dari laman VOA Indonesia, Sabtu (24/2023).

“Emirat Islam Afghanistan tetap berkomitmen pada norma-norma dan kewajiban internasional yang tidak bertentangan dengan prinsip hukum Islam, bertentangan dengan norma budaya Afghanistan atau mengganggu kepentingan nasional kami,” bunyi pernyataan Taliban, dengan menggunakan nama resmi pemerintahannya.

“Oleh karena itu, kami mendesak semua pihak untuk menghormati norma non-intervensi dan menghentikan semua upaya campur tangan dalam urusan dalam negeri kami, termasuk modalitas dan komposisi pemerintahan dan undang-undang kami.”

Taliban tidak diakui oleh pemerintah dan organisasi internasional mana pun. Pengekangannya terhadap perempuan dan anak perempuan dianggap sebagai rintangan utama dalam upayanya untuk diakui sebagai pemerintah Afghanistan yang sah.

Ketika memberi pengarahan kepada Dewan Keamanan PBB hari Rabu (21/6), Roza Otunbayeva, mantan kepala Misi Bantuan PBB di Afghanistan, mengecam dekrit Taliban yang melarang organisasinya dan lembaga lain mempekerjakan perempuan setempat.

Ia mendesak Taliban “mencabut” larangan itu untuk memungkinkan PBB melanjutkan dukungan penuhnya kepada jutaan keluarga Afghanistan yang sangat membutuhkan bantuan.

2 dari 3 halaman

PBB Perintahkan Pergantian Staf Perempuan dengan Laki-laki

Otunbayeva juga menolak gagasan Taliban untuk mengganti staf perempuan dengan staf laki-laki. Sejak larangan berlaku pada 5 April lalu, PBB telah memerintahkan staf perempuannya untuk bekerja dari rumah dan memerintahkan staf laki-laki yang tidak esensial untuk bekerja secara jarak jauh.

“Kami tidak diberi penjelasan oleh pihak berwenang de facto terkait larangan ini dan tidak ada jaminan larangan itu akan dicabut. Kami tidak akan membahayakan staf nasional perempuan kami dan untuk itu kami meminta mereka tidak datang ke kantor,” ujarnya.

Utusan PBB itu mengatakan ia sudah memberi tahu Taliban bahwa selama pembatasan terhadap perempuan “berlaku, hampir tidak mungkin pemerintahan mereka akan diakui oleh anggota komunitas internasional.”

 

3 dari 3 halaman

Penegakan Hukum Islam

Dalam pertemuan awal bulan ini, Pemimpin Tertinggi Taliban Hibatullah Akhundzada mengarahkan para juru bicara pemerintahan untuk menekankan penegakan hukum Islam dalam pernyataan-pernyataan mereka.

“Perserikatan Bangsa Bangsa dan Amerika Serikat telah menyandera seluruh dunia dan tidak ada yang bisa berkutik tanpa pendiktean mereka,” ujarnya dalam pertemuan di Kota Kandahar, yang dikenal sebagai tempat kelahiran Taliban.

“Emirat Islam [Taliban] secara efektif mengendalikan seluruh bagian Afghanistan, tapi negara-negara nonMuslim dan bahkan negara Islam pun menolak mengakuinya,” kata pemimpin Taliban, yang jarang meninggalkan Kandahar.

Taliban menyambut baik sebagian isi pidato Otunbayeva pada hari Rabu, di mana ia mengakui bahwa larangan Taliban terhadap penanaman opium di Afghanistan telah “ditegakkan secara efektif” dan telah mengurangi penanamannya “secara signifikan.”

Utusan PBB itu juga memuji upaya Taliban untuk meningkatkan perekonomian Afghanistan, mengurangi tindak korupsi dan menghasilkan pendapatan yang “cukup” untuk mendanai operasional pemerintahan, termasuk menggaji para pegawai negeri sipil.