Liputan6.com, Jakarta - Direktur Jenderal Lingkungan Komisi Eropa, Florika Fink-Hooijer mengakui Indonesia sebagai sebuah negara dengan keanekaragaman hayati yang berlimpah.
Kekayaan Indonesia ini membuka banyak potensi kolaborasi dengan banyak pihak, menurut Florika.
Baca Juga
Dalam diskusi yang diselenggarakan oleh Delegasi Uni Eropa, Senin 26Â Juni 2023, Florika menyebutkan bahwa negara megabiodiversity bisa berbagi banyak pelajaran kepada dunia.
Advertisement
Prof. Jatna Supriatna, Pakar Konservasi Keanekaragaman Hayati, juga mengakui bahwa ada kesempatan bagi Indonesia untuk pimpin upaya perlindungan hayati di dunia.
"Peluang Indonesia untuk menjadi salah satu pemimpin," baginya ini juga merupakan momentum paska Kunming-Montreal, pertemuan global yang membahas upaya perlindungan keanekaragaman hayati.
Florika menegaskan bahwa masalah keanekaragaman hayati ini merupakan isu nyata yang dapat mengancam perekonomian dan capaian PDB negara di seluruh dunia.
Menurut Florika, kerja sama global sangat diperlukan untuk melindungi keanekaragaman hayati, "Kita harus bekerja sama secara sistemik."
Florika juga menyampaikan bahwa saat ini Uni Eropa terus mempererat kerja sama dengan Indonesia di bidang lingkungan.
Kerja sama mencakup, "Seperti keanekaragaman hayati di darat dan lautan, hingga ekonomi sirkuler," ucapnya.
Beberapa contoh positif kerja sama Uni Eropa dengan Indonesia, di antaranya adalah program FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance and Trade).
Saat ini, Uni Eropa sudah ber-progress mencapai target melindungi 30 persen wilayah daratan dan lautan, tetapi masih ada tantangan untuk merestorasi wilayah yang sudah terdegradasi.
Target Perlindungan Keanekaragaman Hayati 30 Persen di 2030
Pakar Konservasi Keanekaragaman Hayati Prof. Jatna Supriatna meyakini bahwa Indonesia bisa mencapai target perlindungan keanekaragaman hayati sebesar 30 persen wilayah daratan dan lautan di tahun 2030.Â
Untuk mencapai target tersebut, menurutnya diperlukan kerja sama dari berbagai pihak, tak hanya pemerintah, tetapi juga masyarakat sipil dan kolaborasi global.
Menurut Jatna, target pencapaian 2030 ini dapat sangat terbantu dengan keterlibatan masyarakat, khususnya yang tinggal di kawasan yang kaya akan keanekaragaman hayati, seperti di kawasan hutan lindung dan wilayah konservasi lainnya.
Proses mendorong keterlibatan juga harus diseimbangkan dengan tetap menjaga hak-hak masyarakat setempat dan masyarakat adat.
Puspa Dewi Liman dari Yayasan KEHATI, salah satu tamu undangan diskusi, menyebutkan bahwa di beberapa kasus, masyarakat justru mengeluhkan banyaknya peraturan dari pemerintah setelah tempat tinggal mereka dijadikan kawasan konservasi.
Hal ini yang membuat masyarakat mempertanyakan urgensi dari perlindungan keanekaragaman hayati, karena upaya yang dilakukan pemerintah dirasa malah menyulitkan mereka.
Puspa menegaskan bahwa hubungan baik antar pemerintah dan masyarakat lokal sangat penting dijaga agar masyarakat mau untuk terus terlibat.
Advertisement
Generasi Muda Harus Lebih Diperhitungkan
Selain dengan masyarakat secara umum, Andi Rosita Dewi, delegasi Indonesia di Youth Biodiversity Leaders, ASEAN Centre for Biodiversity, satu-satunya pembicara yang mewakili generasi muda, menegaskan bahwa partisipasi kaum muda juga penting.
Namun, sayangnya, baginya saat ini partisipasi generasi muda dalam upaya perlindungan keanekaragaman yang berkaitan dengan kebijakan masih belum terasa.
"Menggunakan kita sebagai tokenism, yang penting ada generasi mudanya," tidak hanya di taraf nasional, tetapi juga global, ia berharap partisipasi generasi muda dapat lebih diperhitungkan.
"Generasi pertama yang terdampak, generasi terakhir yang bisa beraksi," ucapnya.
Saat ini, meski kontribusi generasi muda nyata terlihat, cara dan tolak ukur keberhasilan yang digunakan berbeda dengan pemerintah, sehingga tidak sepenuhnya diakui.
"Harus di-sinkronkan dengan pemerintah," kata Rosita.
Menurutnya, ada banyak cara untuk melindungi keanekaragaman hayati, "Tidak ada benar salah."
Untuk mendorong inisiatif dari masyarakat, khususnya kaum muda, selain pemahaman yang disampaikan dengan efektif mereka juga harus merasakan dampak langsung, menurut Rosita.
Uni Eropa Desak Dunia Tingkatkan Aksi Cegah Perubahan Iklim
Menurut Florika, keanekaragaman hayati dan perlindungan iklim adalah dua isu yang berkaitan erat dan saling mempengaruhi. Ini berarti kedua isu tersebut sama pentingnya bagi kelangsungan hidup di Bumi.
Diplomat utama UE diminta meningkatkan upaya mencegah perubahan iklim, sehingga membantu tercapainya pengurangan emisi dari setiap negara. Hal itu tertulis dalam rancangan dokumen yang akan diadopsi pada Senin (21/02).
Hampir 200 negara sepakat pada KTT iklim COP26 tahun 2021 di Glasgow, Skotlandia, dengan menetapkan target pengurangan emisi yang lebih ketat, sebelum penyelenggaraan konferensi iklim PBB berikutnya November 2022.
Tujuannya adalah untuk menjembatani kesenjangan antara komitmen negara dan pengurangan emisi lebih cepat yang diperlukan dekade ini, untuk menghentikan pemanasan dunia di atas 1,5 derajat Celsius di atas tingkat pra-industri.
Para menteri luar negeri dari negara-negara Uni Eropa pada hari Senin (21/02) akan mendesak diplomat paling senior blok itu, yakni Perwakilan Tinggi Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri, Josep Borrell, untuk meningkatkan diplomasi iklim, menurut rancangan kesimpulan pertemuan mereka.
Advertisement