Liputan6.com, Perlis - Empat warga Thailand dijerat hukum di Malaysia karena diduga terlibat kasus perdagangan orang pada tahun 2015 lalu. Kasus itu terkait penemuan kuburan massal dari 139 orang Rohingya dan Bangladesh.
Kuburan massal itu ditemukan di perbatasan Malaysia-Thailand di daerah Bukit Wang Burma, Perlis.
Dilaporkan Radio Free Asia, Selasa (27/6/2023), empat orang itu dijerat hukum migrasi Malaysia terkait anti-perdagangan orang dan anti-penyelundupan. Hukuman maksimal mencapai 15 tahun penjara dan denda.
Advertisement
Empat orang itu adalah seorang laki-laki berusia 30 tahun, dua laki-laki 51 tahun, dan satu laki-laki berusia 58 tahun.
Jenderal Polisi Thailand Surachate Hakparn berkata pengiriman empat tersangka itu ke Malaysia merupakan bukti kerja sama melawan perdagangan orang.
"Kerja sama ini akan menunjukkan kepada dunia bahwa kita mengurus isu perdagangan orang ini secara serius, dan siap melawan setiap jenis kejahatan transnasional mulai hari ini melalui ikatan internasional di antara otoritas-otoritas nasional seperti hari ini," ujarnya.
Jenderal Terlibat TPPO
Empat orang itu bukanlah jumlah keseluruhan pelaku. Pada 2017, Malaysia sebetulnya sudah meminta ekstradisi 10 tersangka dari Thailand, tetapi otoritas Thailand berkata salah satunya adalah orang Bangladesh.
Selain itu, pria Thailand berusia 34 tahun di Malaysia juga sudah ditahan pada 2022 karena ikut melakukan penyelundupan orang di Buking Wang Burma pada 2014 dan 2015.
Jaksa di Thailand telah menyidang 102 orang terkait kuburan massal tersebut yang mana ada 32 kuburan di sisi perbatasan Thailand. Totalnya ada 62 orang yang didakwa, salah satunya jenderal bintang tiga yang sudah meninggal di penjara.
Jenderal Hakparn berkata korban-korban tersebut ingin mencari kesempatan lebih baik dalam hidup mereka, tetapi malah dicurangi, dikoersi, dan ditahan di hutan, kemudian dibunuh. Ia berkata tersangka lain disebut sudah meninggal, dan hanya satu atau dua orang yang masih di penjara di Thailand.
Setelah menyelesaikan masa tahanan di Thailand, mereka akan diekstradisi.
"Ketika mereka selesai, kami akan mengirim mereka ke Perlis," tegas Jenderal Hakparn.
623 Orang Jadi Tersangka TPPO, Korban Dijadikan Pekerja Migran Ilegal hingga PSK
Beralih ke dalam negeri, Satuan Tugas (Satgas) Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Polri menangkap 623 tersangka. Jumlah tersebut terhitung sejak 5 hingga 25 Juni 2023.
Karopenmas Div Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, penangkapan ini dilakukan berdasarkan 536 laporan. Kemudian, untuk korban TPPO yang diselamatkan 1.789 orang.
"Modus yang dilakukan masih empat. Pertama adalah pekerja migran ilegal atau pembantu rumah tangga sebanyak 396, ABK 9, PSK 147, dan eksploitasi anak sebanyak 35," kata Ramadhan kepada wartawan, Selasa (27/6).
Ia menerangkan, kasus perdagangan orang dengan modus sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK) oleh tersangka berinisial N di wilayah hukum Polres Madiun. Ia menjual istrinya yakni SF dengan tarif Rp200 ribu, dengan mendapatkan komisi sebesar Rp100 ribu.
Lalu, Polda Sulawesi Selatan mengungkap kasus TPPO terhadap anak. Pelaku yang ditangkap membayar anak tersebut usai disetubuhi dengan bayaran Rp500 ribu.
Janji Kerja di Saudi
Terkait modus sebagai Asisten Rumah Tangga (ART), Polda Banten menangkap tersangka berinisial M alias B, yang telah mempekerjakan korban di Saudi Arabia dengan dijanjikan upah Rp5 juta.
Namun, setelah diberangkatkan ke negara yang dituju. Korban tidak mendapatkan upah selama tiga bulan, serta handphone, KTP dan ATM milik korban disita oleh pihak agensi sebelum akhirnya dipulangkan ke Indonesia.
"Selanjutnya korban melapokan kejahatan tersebut ke SPKT Polda Banten, sehingga Polda menindaklanjuti dengan melakukan penangkapan terhadap Saudara M alias B," ujarnya.
Selanjutnya, Polda Maluku melakukan penangkapan terhadap pemiliki tempat karaoke yakni K. Saat itu, didapati dua wanita dan dua laki-laki dalam satu kamar yang berbeda.
Setelah dimintai keterangan, ternyata mereka telah melakukan hubungan layaknya suami dan istri.
"Kemudian dua laki-laki tersebut merupakan tamu tempat hiburan tersebut, setelah mengonsumsi minuman keras dua wanita ini diminta untuk melayani hubungan," pungkasnya.
Advertisement