Liputan6.com, Paris - Pemerintahan presiden Prancis Emmanuel Macron masih terus berkutat menghadapi dampak kerusuhan di Prancis setelah polisi menembak pemuda bernama Nahel Merzouk (17) yang notabene berasal dari kelompok minoritas. Nahel ditembak Demo, kekerasan, dan penjarahan merebak di Prancis pada sepekan terakhir.
Menurut laporan AP News, Minggu (2/7/2023), Presiden Macron turut menyalahkan media sosial seperti Snapchat dan TikTok karena menjadi platform penyebaran video-video kekerasan. Alhasil, muncul aksi copycat alias peniru.
Presiden Macron berkata platform media sosial ini memainkan peran yang patut diperhitungkan dalam kekerasan tersebut. Platform seperti Snapchat dan TikTok dipakai untuk mengorganisir kekacauan dan mendorong kekerasan copycat.
Advertisement
Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin turut memperingatkan media sosial agar tidak menjadi tempat yang mengajak aksi kekerasan.
Namun, Darmanin menyebut para perusahaan media sosial itu mau bekerja sama dengan aparat untuk mengidentifikasi orang-orang yang memancing kekerasan.
"Mereka sangat kooperatif," ujar Darmanin. "Kita akan mengejar setiap orang yang menggunakan jejaring-jejaring sosial ini untuk melakukan tindakan-tindakan kekerasan."
Ibu Korban Tidak Benci Kepolisian
Sementara, ibu dari Nahel telah menegaskan bahwa dirinya hanya protes terhadap satu oknum polisi yang menembak anaknya.
Wanita bernama Mounia itu juga sempat berunjuk rasa untuk meminta keadilan, tetapi ia tidak ingin menyalahkan semua polisi.
"Saya tidak menyalahkan kepolisian, saya menyalahkan satu orang. Satu yang merenggung nyawa putra saya," ujar Mounia saat diwawancara media Prancis, dikutip CNN.
Nahel telah dimakamkan pada Sabtu (1/7) waktu setempat. Media Prancis Le Monde melaporkan bahwa jenazah Nahel Merzouk dishalatkan di Masjid Agung Ibn Badis yang berlokasi di Nanterre.
Emmanuel Macron Minta Orang Tua Jauhkan Anak-anak dari Kerusuhan di Prancis
Presiden Prancis Emmanuel Macron meminta para orang tua untuk menjauhkan anak-anak mereka dari kerusuhan.
Peringatan ini disampaikan oleh Macron mengingat ada beberapa dari anak-anak dan remaja yang ikut dan terlibat kerusuhan, dikutip dari laman BBC, Jumat (30/6).
Pejabat Prancis mengatakan ratusan orang ditangkap pada Kamis (29/6) setelah negara tersebut mengalami kerusuhan selama tiga malam berturut-turut.
Kerusuhan itu dipicu penembakan fatal dari jarak dekat terhadap seorang remaja keturunan Maroko dan Aljazair oleh polisi saat penyetopan lalu lintas.
Presiden Prancis Emmanuel Macron telah mengatakan bahwa penembakan itu “tidak dapat dibenarkan.” Macron kemudian mengadakan rapat darurat kabinet pada Jumat (30/6) untuk membahas krisis, kata kantor berita Prancis AFP mengutip kantor presiden.
40 ribu polisi dikerahkan di berbagai penjuru negara dalam upaya memadamkan protes yang mencakup pembakaran mobil dan bangunan umum di berbagai kota termasuk Paris, Marseille, Lyon dan Toulouse.
Jumlah polisi yang dikerahkan pada Kamis (29/6) itu empat kali lebih banyak daripada yang dikerahkan pada Rabu (28/6), kata pihak berwenang.
Namun, peningkatan keamanan tersebut tidak menghentikan para demonstran untuk keluar mengungkapkan kemarahan mereka mengenai penembakan Nahel yang masih berusia 17. Ia tewas pada Selasa kemarin di Nanterre, di pinggiran barat kota Paris.
Advertisement