Liputan6.com, Beijing - Jepang dilaporkan akan segera membuang lebih dari satu juta meter kubik limbah nuklir Fukushima ke Samudra Pasifik, langkah yang kemudian mengusik hubungannya dengan sejumlah negara tetangga, termasuk China.
"Pemerintah China dengan sungguh-sungguh menyatakan penolakan kuat atas keputusan Jepang yang secara paksa membuang limbah nuklir ke laut. Pihak Jepang, mengabaikan kewajibannya di bawah hukum internasional termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan tidak menghiraukan keprihatinan serta penentangan yang kuat dari masyarakat internasional, bersikeras mendorong rencana pelepasan (limbah) tersebut. Ini sangat egois dan tidak bertanggung jawab," ungkap Misi China untuk ASEAN melalui pernyataan tertulisnya seperti dikutip Senin (3/7/2023).
Baca Juga
Misi China untuk ASEAN mengungkapkan lebih lanjut bahwa sebagian besar ASEAN adalah negara maritim dan kesejahteraan masyarakatnya selalu terkait erat dengan lingkungan laut.
Advertisement
"Begitu air yang terkontaminasi nuklir dari Jepang dibuang ke laut, negara-negara di kawasan ini akan menjadi yang pertama menanggung bebannya. Kami mencatat bahwa sejumlah negara dan kelompok di wilayah tersebut telah menyatakan keprihatinan yang besar dan penentangan yang kuat terhadap tindakan Jepang.
"Sebagai negara tetangga Jepang, China memiliki sentimen yang sama. Kami mendesak pihak Jepang menanggapi secara serius keprihatinan yang sah dari negara-negara tetangga dan komunitas internasional, serta membuang air yang terkontaminasi nuklir dengan cara yang aman dan sesuai dengan kewajiban internasional, standar keamanan internasional, serta praktik baik internasional," tegas Misi China untuk ASEAN.
China dan ASEAN, sebut pernyataan itu, tengah menjajaki Kemitraan Ekonomi Biru dan kedua belah pihak sangat mementingkan kerja sama maritim.
"Semua itu harus dilandasi oleh lingkungan laut yang aman dan ekologi laut yang baik. Kami siap untuk lebih memperkuat kerja sama dengan negara-negara ASEAN demi menjaga rumah maritim bersama," imbuh Misi China untuk ASEAN.
Bulan lalu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin juga merespons kebijakan Jepang dengan mengatakan, "Lautan bukanlah selokan pribadi Jepang."
Wang Wenbin memperingatkan pelepasan limbah nuklir Fukushima membawa risiko bagi negara-negara tetangga dan negara-negara Kepulauan Pasifik. Dia mencap itu sebagai langkah egois yang menempatkan kepentingan bersama seluruh umat manusia dalam bahaya.
Waktu Pelepasan Limbah Nuklir Fukushima Belum Ditentukan
Dilansir AP, Direktur Jenderal Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi akan mengunjungi Jepang pada Selasa (4/7) untuk bertemu dengan para pemimpin negara itu dan melihat persiapan akhir pelepasan limbah nuklir Fukushima. Jepang berharap kunjungan tersebut akan menambah kredibilitas rencana pelepasan limbah nuklir, yang di dalam negerinya sendiri menuai penentangan, termasuk dari kelompok nelayan lokal.
"Grossi akan mengunjungi Jepang 4-7 Juli," ungkap Menteri Luar Negeri Yoshimasa Hayashi.
Dia dikabarkan akan bertemu dengan Hayashi, Menteri Perindustrian Yasutoshi Nishimura, dan Perdana Menteri Fumio Kishida, serta mengunjungi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima
"Jepang sangat mementingkan upaya IAEA, yang memainkan peran penting dalam mempromosikan nonproliferasi nuklir dan penggunaan energi nuklir secara damai. Kami berharap dapat lebih memperkuat hubungan antara Jepang dan IAEA melalui kunjungan ini," tutur Hayashi.
IAEA telah mengirimkan sejumlah misi ke Jepang sejak awal tahun 2022 terkait isu ini. Semua laporan evaluasi interim disebut positif dan hasil dari laporan akhir diharapkan juga demikian. IAEA menegaskan bahwa pihaknya tidak memiliki kekuatan untuk membuat keputusan apapun atas pemerintah Jepang, termasuk menghentikan pelepasan limbah nuklir ke lautan.
Kelak, limbah nuklir yang akan dilepaskan oleh Tokyo Electric Power Co. ke laut volumenya dilaporkan setara dengan sekitar 500 kolam renang ukuran Olimpiade. Langkah tersebut dinilai perlu dilakukan demi memungkinkan penonaktifan penuh situs PLTN Fukushima pasca bencana nuklir 2011, yang dipicu tsunami.
Selain itu, kebijakan tersebut mendesak dijalankan mengingat tangki penyimpanan di Fukushima akan mencapai kapasitas awal pada tahun 2024.
Dikutip dari Bloomberg, menurut IAEA, negara-negara lain dengan pembangkit tenaga nuklir berhasil membuang limbah encer serupa ke lepas pantai dengan aman.
Sementara itu, Korea Selatan dilaporkan belum secara terbuka menolak rencana Jepang. Namun, survei oleh surat kabar Yomiuri dan Hankook Ilbo pada Mei menunjukkan bahwa 84 persen responden menentang rencana Jepang.
Forum Kepulauan Pasifik, kelompok yang terdiri dari 18 negara termasuk Fiji, Papua Nugini dan Australia, telah mendesak Jepang mempertimbangkan langkah alternatif dan menyerukan diskusi tambahan mengenai risikonya.
Jepang mengumumkan rencananya atas pelepasan bertahap limbah nuklir Fukushima pada tahun 2021. Hingga hari ini, belum ditetapkan tanggal pasti untuk memulai pelepasan limbah nuklir dan Jepang mengatakan akan terus mengadakan pembicaraan dengan masyarakat lokal, termasuk sektor perikanan, dalam upaya meredakan kekhawatiran mereka.
Â
Â
Advertisement