Liputan6.com, Tokyo - Badan pengawas nuklir PBB (IAEA) mengatakan bahwa rencana Jepang untuk membuang limbah nuklir Fukushima ke laut telah memenuhi standar internasional. IAEA menggarisbawahi bahwa dampak dari langkah Jepang itu terhadap lingkungan sangat kecil sehingga dapat diabaikan.
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima telah kehabisan ruang penyimpanan air, yang digunakan untuk mendinginkan reaktor nuklir.
Kepala IAEA Rafael Grossi merilis temuan tinjauan keamanan dua tahun pada Selasa (4/7/2023), menggambarkannya sebagai laporan ilmiah dan tidak memihak. Dia juga berjanji untuk terus terlibat dengan Jepang setelah air habis. Demikian seperti dilansir BBC, Rabu (5/7).
Advertisement
Pada Mei, IAEA mengatakan bahwa operator PLTN Fukushima, Tokyo Electric Power (TEPCO), telah menunjukkan kemampuannya untuk membuat pengukuran yang akurat dan tepat dari jumlah radiasi yang ada dalam air yang diolah.
PLTN Fukushima menghasilkan 100 meter kubik limbah cair setiap hari. Adapun tangki di sana hanya dapat menampung 1,3 juta meter kubik.
Sebagian besar unsur radioaktif dilaporkan telah disaring dari air, kecuali bentuk radioaktif dari hidrogen dan karbon - masing-masing disebut tritium dan karbon 14. Kedua isotop tersebut sulit dipisahkan dari air.
TEPCO mengatakan bahwa limbah nuklir yang akan dibuang ke Samudera Pasifik, yang telah diolah, memiliki kadar tritium dan karbon 14 yang memenuhi standar keamanan.
PLTN di seluruh dunia secara teratur melepaskan limbah nuklir dengan tingkat tritium di atas air olahan dari Fukushima.
Meski demikian, bagaimanapun, temuan IAEA tidak banyak membantu meredakan kekhawatiran publik Jepang dan negara-negara tetangga. Komunitas nelayan lokal telah menyatakan sangat keberatan, sementara warga Korea Selatan disebut telah menimbun garam laut di tengah kekhawatiran keamanan pangan pasca pembuangan limbah nuklir Fukushima.
TEPCO sendiri belum mengumumkan jadwal pembuangan limbah nuklir Fukushima dan rencana tersebut masih membutuhkan persetujuan dari regulator.
Pada tahun 2011, tsunami yang dipicu oleh gempa berkekuatan 9,0 skala richter membanjiri tiga reaktor PLTN Fukushima. Peristiwa itu dianggap sebagai bencana nuklir terburuk di dunia sejak Chernobyl pada tahun 1986.
Lebih dari 150.000 orang dievakuasi dari zona eksklusi di sekitar PLTN Fukushima. Penonaktifan pabrik juga telah dimulai, tetapi prosesnya bisa memakan waktu puluhan tahun.
Kritikan atas rencana Jepang membuang limbah nuklir Fukushima ke laut lepas juga mengundang kritik keras dari China. Beijing, bahkan telah memperingatkan IAEA agar tidak mendukungnya.
China: Sangat Egois dan Tidak Bertanggung Jawab
China menyatakan penolakan kuat atas kebijakan Jepang membuang limbah nuklir Fukushima ke laut.
"Pihak Jepang, mengabaikan kewajibannya di bawah hukum internasional termasuk Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) dan tidak menghiraukan keprihatinan serta penentangan yang kuat dari masyarakat internasional, bersikeras mendorong rencana pelepasan (limbah) tersebut. Ini sangat egois dan tidak bertanggung jawab," ungkap Misi China untuk ASEAN melalui pernyataan tertulisnya seperti dikutip Senin (3/7).
Misi China untuk ASEAN mengungkapkan lebih lanjut bahwa sebagian besar ASEAN adalah negara maritim dan kesejahteraan masyarakatnya selalu terkait erat dengan lingkungan laut.
"Begitu air yang terkontaminasi nuklir dari Jepang dibuang ke laut, negara-negara di kawasan ini akan menjadi yang pertama menanggung bebannya. Kami mencatat bahwa sejumlah negara dan kelompok di wilayah tersebut telah menyatakan keprihatinan yang besar dan penentangan yang kuat terhadap tindakan Jepang.
"Sebagai negara tetangga Jepang, China memiliki sentimen yang sama. Kami mendesak pihak Jepang menanggapi secara serius keprihatinan yang sah dari negara-negara tetangga dan komunitas internasional, serta membuang air yang terkontaminasi nuklir dengan cara yang aman dan sesuai dengan kewajiban internasional, standar keamanan internasional, serta praktik baik internasional," tegas Misi China untuk ASEAN.
China dan ASEAN, sebut pernyataan itu, tengah menjajaki Kemitraan Ekonomi Biru dan kedua belah pihak sangat mementingkan kerja sama maritim.
"Semua itu harus dilandasi oleh lingkungan laut yang aman dan ekologi laut yang baik. Kami siap untuk lebih memperkuat kerja sama dengan negara-negara ASEAN demi menjaga rumah maritim bersama," imbuh Misi China untuk ASEAN.
Bulan lalu, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin juga merespons kebijakan Jepang dengan mengatakan, "Lautan bukanlah selokan pribadi Jepang."
Wang Wenbin memperingatkan pelepasan limbah nuklir Fukushima membawa risiko bagi negara-negara tetangga dan negara-negara Kepulauan Pasifik. Dia mencap itu sebagai langkah egois yang menempatkan kepentingan bersama seluruh umat manusia dalam bahaya.
Â
Advertisement