Sukses

Putin: Sanksi Membuat Rusia Lebih Kuat

Putin menegaskan bahwa Rusia akan terus melawan semua sanksi, tekanan, dan provokasi eksternal.

Liputan6.com, New Delhi - Rusia akan terus menentang sanksi Barat. Hal tersebut disampaikan oleh Presiden Vladimir Putin dalam Konferensi Tingkat Tinggi Organisasi Kerja Sama Shanghai (KTT SCO).

Itu merupakan kemunculan pertama Putin dalam agenda internasional sejak pemberontakan Wagner bulan lalu.

Putin mendukung perjanjian perdagangan antar negara-negara SCO dalam mata uang lokal, kebijakan yang dipandang sebagai upaya untuk menumpulkan sanksi Barat.

KTT SCO 2023 berlangsung secara virtual, di bawah kepemimpinan India. Demikian seperti dilansir BBC, Rabu (5/7/2023).

Putin menggunakan KTT SCO 2023 untuk mengirim pesan jelas ke Barat dengan mengatakan, "Rusia melawan semua sanksi, tekanan, dan provokasi eksternal serta terus berkembang jauh dari sebelumnya."

"Saya ingin berterima kasih kepada rekan-rekan saya dari negara-negara SCO yang menyatakan dukungan atas kepemimpinan Rusia untuk melindungi tatanan konstitusional dan kehidupan serta keamanan negara."

Putin menambahkan bahwa lebih dari 80 persen perdagangan antara China dan Rusia menggunakan rubel dan yuan. Dia mendesak anggota SCO lainnya untuk mengambil langkah yang sama.

Presiden Rusia menyambut baik pengajuan Belarus, yang merupakan sekutunya, untuk menjadi anggota tetap SCO tahun depan.

Adapun tuan rumah KTT SCO 2023 PM India Narendra Modi meminta para anggota untuk meningkatkan perdagangan, konektivitas, dan kerja sama teknologi. Namun, dia tidak menyinggung perang Ukraina dan sikap China yang semakin tegas di Indo Pasifik.

Beberapa hari sebelumnya, Amerika Serikat (AS) menggelar karpet merah untuk PM Modi ketika dia melakukan kunjungan kenegaraan.

Sementara itu, ketika bicara tentang keamanan regional, PM Modi juga tidak menyinggung China. Kedua negara tetangga ini memiliki hubungan permusuhan akibat sengketa perbatasan yang terus berlanjut hingga hari ini.

2 dari 3 halaman

India Dianggap Penyeimbang China

Barat disebut memandang India sebagai penyeimbang China, meskipun New Delhi tidak pernah secara terbuka "mengenakan" label tersebut. Dan India pun dinilai menahan diri dengan baik di SCO. Sebaliknya, PM Modi malah mendesak seluruh anggota untuk bekerja sama dalam terorisme lintas batas.

"Beberapa negara menggunakan terorisme lintas batas sebagai instrumen dalam kebijakan mereka, (mereka) memberi perlindungan kepada teroris... SCO tidak perlu ragu untuk mengkritik negara-negara tersebut," kata Modi.

Pernyataan Modi dinilai ditujukan ke tetangga sekaligus saingan India, Pakistan. Sebaliknya, PM Pakistan Shahbaz Sharif menyampaikan pidato yang dipandang tertuju ke India bahwa agama minoritas tidak boleh dimusuhi saat mengejar agenda politik domestik.

Ketika giliran Presiden China Xi Jinping berbicara, dia menyebutkan pentingnya menjaga perdamaian dan keamanan kawasan. Dia mendesak anggota SCO untuk mengikuti arah yang benar dan meningkatkan solidaritas dan rasa saling percaya.

Satu isu yang tampaknya disetujui oleh semua anggota dengan suara bulat adalah menjaga stabilitas di Afghanistan, menyusul pengambilalihan Taliban setelah pasukan AS ditarik dua tahun lalu.

3 dari 3 halaman

SCO Dibentuk untuk Membatasi Pengaruh Barat

China, Rusia, dan empat negara Asia Tengah membentuk SCO pada tahun 2001 untuk membatasi pengaruh Barat di wilayah tersebut. India dan Pakistan bergabung pada 2017.

SCO menjadi lebih relevan bagi Rusia dan China menyusul memburuknya hubungan mereka dengan Barat.

Para ahli mengatakan potensi kelompok tersebut tidak dapat diremehkan, meskipun ada forum yang lebih menonjol seperti BRICS (Brazil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan), G20, dan G7.

SCO mengelompokkan sekitar 40 persen populasi dunia dan lebih dari 20 persen PDB global.

Inklusi Iran sebagai anggota penuh pada pertemuan tahun ini akan meningkatkan portofolio energi SCO, namun di lain sisi memicu kemarahan di Barat.