Liputan6.com, Jakarta - Korea Utara dilaporkan tidak merespons undangan Indonesia untuk menghadiri pertemuan tingkat tinggi para menteri luar negeri di Jakarta. Pekan depan, Indonesia akan menggelar ASEAN Ministerial Meeting (AMM) dan Post Ministerial Conference (PMC) di Jakarta.Â
Yang diundang tak hanya perwakilan ASEAN, melainkan negara-negara Asia Timur, Uni Eropa, Amerika Serikat, hingga Rusia.Â
Baca Juga
Korea Utara turut mendapatkan undangan, namun Direktur Jenderal Kerja Sama ASEAN Sidharto R. Suryodipura berkata pihak Korea Utara belum memberikan konfirmasi apa-apa hingga Jumat pagi ini (7/7/2023).
Advertisement
Padahal, besok pertemuan teknis terkait AMM-PMC 2023 sudah akan dimulai di Jakarta.Â
Myanmar yang saat ini masih perang saudara setelah kudeta junta militer juga diundang. Namun sama seperti sebelumnya, delegasi Myanmar yang diundang bukan dari junta militer atau pihak National Unity Government (NUG).
"(Undangan) Myanmar disampaikan ke non-political representatives," ujar Sidharto pada press briefing di Kemlu RI pada Jumat ini.
Belum jelas apakah perwakilan Myanmar akan datang. Namun sebelumnya, pihak Myanmar tidak hadir pertemuan Menlu ASEAN di Sekretariat ASEAN di Jakarta dan pemimpin politiknya tak diundang ASEAN Summit di Labuan Bajo.
Ketika ditanya apakah ASEAN sudah "lelah" menghadapi Myanmar, Sidharto menegaskan bahwa pihak ASEAN berkata tidak demikian.
"Dari penjelasan panjang lebar Ibu Menlu (Retno Marsudi), saya kira tidak mencerminkan fatigueness," jelasnya.Â
Sebelumnya, Menlu Retno Marsudi memang sempat menyebut masalah Myanmar yang belum kunjung usai di ASEAN. Ia berkata engagement harus terus dilakukan secara inklusif.
"Krisis politik yang dipicu oleh kudeta militer telah berlangsung lebih dari 2 tahun. Selama pendekatan yang diambil oleh para pihak adalah pendekatan zero sum, maka perdamaian yang durable tidak akan terjadi. Selama spirit perdamaian tidak dimiliki oleh para pihak, maka perdamaian yang durable tidak akan terjadi," kata Menlu Retno.
Korea Selatan Dukung Penuh 5 Poin Konsensus dari ASEAN
Sebelumnya, pemerintah Korea Selatan mendukung keketuaan Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun 2023, termasuk sepenuhnya mendukung 5 Poin Konsensus dalam upaya penyelesaian situasi politik di Myanmar.
"Tentu saja, pemerintah Korea Selatan sepenuhnya mendukung dengan sangat kuat 5 Poin Konsensus dalam penyelesaian situasi di Myanmar," ujar Kim Dong Bae, Wakil Direktur Jenderal ASEAN dan Asia Tenggara Kementerian Luar Negeri Korsel, dalam pemaparannya bersama 13 jurnalis yang terpilih dalam program Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea Batch 2 yang diselenggarakan oleh Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) bersama Korea Foundation, di di Kemlu Korea Selatan, Selasa (30/5).
"Saya sendiri pernah bekerja di Myanmar, Kedutaan Besar Korea Selatan saat itu masih berumur 10 tahun, Myanmar sedang dalam masa transisi dari peran militer ke peran sipil. Sayangnya situasinya berubah dengan cepat."
Kim Dong Bae berharap bisa melihat situasi yang semakin baik di Myanmar.
"Agar adanya pemulihan dan situasi politik yang membaik dengan cepat. Dan tentunya negara-negara lain termasuk AS, Jepang dan juga negara-negara Eropa serta Australia akan membantu Myanmar untuk kembali ke jalur demokrasi."
"Dan di sisi lain, kami sekarang secara konsisten memberikan bantuan kemanusiaan kami untuk warga di sana. Disampaikan melalui organisasi internasional seperti UNDP, UNHCR, dan lain-lain."
"Kami akan terus melakukannya. Korea di masa lalu juga mengalami masalah serupa, kediktatoran militer. Tetapi kami melakukan cara kami untuk mengedepankan demokrasi. Jadi kami tahu dan kami paham rasanya ada di situasi tersebut."
Advertisement
Putra Aung San Suu Kyi Desak Junta Militer Myanmar Bebaskan Ibunya
Sementara itu, putra bungsu Aung San Suu Kyi, Kim Aris, meminta junta militer Myanmar untuk membebaskan ibunya dari penjara.
"Saya tidak bisa membiarkan ibu saya merana di penjara," ujar Kim Aris dalam wawancaranya dengan BBC, seperti dikutip pada Jumat (23/6).Â
Kim Aris mendesak dunia berbuat lebih banyak untuk membantu Aung San Suu Kyi.
Aung San Suu Kyi dijatuhi hukuman 33 tahun penjara dalam serangkaian persidangan pasca kudeta yang menggulingkan pemerintahannya pada tahun 2021. Sejak saat itu, Myanmar menderita perang saudara, yang disebut telah menewaskan puluhan ribu orang.
Kim Aris, seorang warga negara Inggris, menuturkan bahwa junta militer tidak memberinya informasi apapun tentang ibunya termasuk kondisi kesehatannya. Dia mengaku telah mencoba menghubungi Kedutaan Myanmar di Inggris, Kantor Luar Negeri Inggris, dan Palang Merah Indonesia, namun tidak ada yang bisa membantu.
"Sebelum ini, saya tidak ingin bicara dengan media atau terlibat terlalu banyak," kata Kim Aris, dalam wawancara pertamanya dengan media internasional.
Saat Aung San Suu Kyi ditahan selama hampir 15 tahun antara tahun 1989 dan 2010, Kim Aris tidak pernah muncul.
"Saya lebih baik menjauh dari politik. Ibu saya tidak pernah ingin saya terlibat. Namun, sekarang dia dijatuhi hukuman dan militer jelas tidak masuk akal," ungkap Kim Aris.
Dianugerahi hadiah Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi adalah salah satu ikon demokrasi terkemuka dunia. Pembebasannya dari hampir 15 tahun penahanan pada tahun 2010 dirayakan di Myanmar dan di seluruh dunia. Namun, kemudian dia dikritik karena membela negaranya dari tuduhan genosida di Mahkamah Internasional PBB (ICJ) atas klaim luas bahwa Myanmar telah melakukan kekejaman terhadap muslim Rohingya.
Hampir satu juta muslim Rohingya telah melarikan diri dari Myanmar dalam beberapa tahun terakhir. Sekarang, mereka hidup sebagai pengungsi di negara tetangga Bangladesh.
Kim Aris enggan menanggapi kritik terkait ibunya dan memilih fokus pada penderitaannya.