Sukses

Kenang Pengalaman Menyakitkan Perang Vietnam, PM Kamboja Hun Sen Desak Ukraina Tidak Gunakan Bom Tandan AS

Kamboja punya pengalaman pahit dengan bom tandan yang dijatuhkan di wilayahnya selama 1970-an.

Liputan6.com, Phnom Penh - Perdana Menteri Kamboja Hun Sen pada Minggu (9/7/2023), mendesak Ukraina untuk tidak menggunakan bom tandan atau bom curah. Desakan tersebut muncul setelah Amerika Serikat (AS) mengumumkan paket bantuan baru termasuk amunisi ke Ukraina untuk melawan invasi Rusia.

"Ini akan menjadi bahaya terbesar bagi Ukraina selama bertahun-tahun atau hingga seratus tahun jika bom curah digunakan di wilayah yang diduduki Rusia di wilayah Ukraina," twit PM Hun Sen.

Dia mengutip pengalaman menyakitkan Kamboja tentang bom tandan AS yang dijatuhkan pada tahun 1970-an, yang menyebabkan puluhan ribu orang cacat atau terbunuh.

"Sudah lebih dari setengah abad. Belum ada cara untuk menghancurkan mereka semua," ungkap PM Hun Sen.

"Sebagai rasa belas kasih saya kepada rakyat Ukraina, saya memohon kepada presiden AS sebagai pemasok dan presiden Ukraina sebagai penerima untuk tidak menggunakan bom tandan dalam perang karena korban sebenarnya adalah warga Ukraina."

AS mengklaim telah menerima jaminan dari Ukraina bahwa mereka akan berusaha meminimalkan risiko bagi warga sipil. Sementara itu, Presiden Joe Biden mengakui bahwa memasok bom tandan ke Ukraina adalah sebuah keputusan yang sulit. Demikian seperti dilansir CNA, Senin (10/7).

Kelompok kemanusiaan telah mengutuk keras keputusan AS untuk memasok bom curah, yang bisa tidak meledak setelah ditembakkan dan berpotensi membahayakan warga sipil selama bertahun-tahun yang akan datang.

2 dari 2 halaman

Pengalaman Pilu Kamboja

AS menjatuhkan jutaan bom di Kamboja dan Laos selama Perang Vietnam pada 1960-an dan 1970-an dalam upaya untuk menyerang basis komunis.

Dan setelah 30 tahun perang saudara yang berakhir pada tahun 1998, Kamboja adalah salah satu negara dengan ranjau paling banyak di dunia.

Efek dari pengeboman AS dan ladang ranjau yang tersisa dari konflik telah lama dirasakan, dengan sekitar 20.000 orang Kamboja terbunuh selama empat dekade terakhir setelah menginjak ranjau darat atau persenjataan yang tidak meledak.

Pekerjaan pembersihan berlanjut hingga hari ini, dengan pemerintah berjanji untuk membersihkan semua ranjau dan persenjataan yang tidak meledak pada tahun 2025.

Pada Januari 2023, sekelompok penjinak ranjau Ukraina mengunjungi ladang ranjau Kamboja untuk belajar dari pengalaman pahit puluhan tahun.