Liputan6.com, Jakarta - Masalah senjata nuklir yang mengancam kawasan Asia Tenggara disinggung Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, dalam acara 56th ASEAN Foreign Ministers’ Meeting (56th AMM) yang berlangsung di Hotel Shangri-La Jakarta.
Pada pertemuan pertama yang membahas wilayah ASEAN bebas nuklir (Southeast Asia Nuclear Weapon-Free Zone atau SEANWFZ), Menlu Retno Marsudi mengingatkan bahwa tidak ada yang bisa hidup aman akibat kehadiran senjata tersebut.
Baca Juga
"Kita tahu dengan jelas bahwa kita tidak bisa benar-benar aman karena ada senjata nuklir di kawasan kita. Tidak ada senjata yang lebih kuat dan lebih destruktif ketimbang senjata nuklir. Dan dengan adanya senjata nuklir, kita hanya satu miskalkulasi saja dari kiamat dan bencana global," ujar Menlu Retno Marsudi dalam sambutannya.
Advertisement
Ia pun menyebut bahwa prioritas ASEAN adalah keamanan dan stabilitas di kawasan.
"Ancamannya sangat imminent, jadi kita tidak bisa bermain waiting game," jelas Menlu Retno yang mendukung agar kawasan ASEAN harus bebas dari senjata nuklir.
Korea Utara hingga AUKUS
Setelahnya diskusi berlanjut mengenai perjanjian SEANWFZ. Sekretaris Jenderal ASEAN Kao Kim Hourn yang mengaku sangat prihatin terhadap perkembangan yang terjadi di dunia terkait nuklir.
Sejumlah hal yang ia sorot adalah percobaan nuklir Korea Utara yang semakin sering. Kao Kim Hourn berkata ASEAN sudah dua kali mengekspresikan keprihatinannya selama dua kali pada Februari dan Juni 2022.
Ia juga menyorot perjanjian nuklir Iran yang sedang dalam situasi rentan karena Amerika Serikat keluar dari perjanjian itu pada 2018. AUKUS ikut jadi sorotan.
"Berdirinya AUKUS pada 2021 memberikan kewaspadaan terhadap batasan antara kapal bertenaga nuklir dan senjata nuklir," ujar Kao Kim Hourn seperti dikutip dari tayangan live streaming di media centre.
Terkait perang Rusia-Ukraina, Sekjen ASEAN juga membahas langkah Rusia untuk mundur dari New START treaty. Langkah Rusia disebut menuai protes karena kekhawatiran risiko terkait senjata nuklir.
Korea Selatan Minta Dunia Serius Cegah Program Nuklir Korea Utara
Sementara itu sebelumnya, Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol mengimbau agar komunitas internasional harus lebih serius lagi untuk mencegah program senjata nuklir Korea Selatan. Tekad internasional harus lebih kuat dari tekad program Korut.
"Sekarang saatnya untuk dengan jelas menunjukkan bahwa tekad komunitas internasional untuk mencegah program senjata nuklir Korea Utara lebih kuat, ketimbang keinginan Korea Utara untuk mengembangkan senjata nuklir," ujar Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol pada wawancara bersama AP News, dikutip Senin (10/7).
Ucapan Presiden Yoon itu dibuat sebelum ia menghadiri NATO Summit yang akan digelar di Vilnius, Lithuania. Ini adalah tahun kedua Yoon ikut pertemuan NATO tersebut. Ia pun berkomitmen akan mendukung kemerdekaan Ukraina.
Lebih lanjut, Presiden Yoon menjelaskan bahwa Korea Utara melakukan "tindakan-tindakan ilegal". Dokumen kerja sama baru NATO-Korea Selatan juga akan segera diterapkan di 11 area, termasuk non-proliferasi dan keamanan siber.
Pemerintah Korea Selatan mengestimasi bahwa Korea Utara sudah punya 60 nuclear warhead. Para pakar menyebut Korea Utara bisa menambah hingga 18 warhead baru tiap tahun.
Presiden Yoon merupakan tokoh politik konservatif yang kerap memberikan retorika yang cukup keras terhadap Kim Jong Un. Ini berbeda dari pendahulunya, Presiden Moon Jae In, yang lebih punya pendekatan yang lebih halus.
AP News menyebut diskusi Presiden Yoon diprediksi akan memunculkan protes dari Korea Utara.
Presiden Yoon menilai bahwa kekuatan internasional merupakan jaminan yang kuat terhadap program nuklir Korut. Ia berkata perdamaian baru bisa kuat jika didukung kekuatan.
"Sanksi-sanksi internasional terhadap Korea Utara memiliki efek untuk mencegah kemajuan kapabilitas nuklir dan misilnya," ujar Presiden Yoon.
Advertisement